Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi DPR akan menggelar rapat seusai Mahkamah Konstitusi (MK) menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. MK sebelumnya menurunkan ketentuan ambang batas Pilkada melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang sumber Tempo menyebut rapat Baleg DPR itu akan menganulir putusan MK. Ada dua skenario yang disebut sedang disiapkan di Baleg DPR. Pertama, rencana mengembalikan aturan ambang batas Pilkada yang lama, yaitu minimal perolehan 20 persen kursi DPRD untuk pengusungan calon. Kedua, untuk memberlakukan putusan MK tersebut di Pilkada 2029.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengembalian aturan ambang batas 20 persen kursi DPRD akan diajukan melalui pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu yang mengatur Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau RUU Pilkada. Beleid tersebut bakal merevisi UU Pilkada yang ada saat ini.
Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Bivitri Susanti, mengatakan, Pemerintah dan DPR tidak bisa menganulir atau mengembalikan putusan MK mengenai penurunan ambang batas pencalonan kepala daerah. Menganulir Putusan MK tidak bisa dilakukan baik melalui Undang-undang dan Perppu. Sebab, putusan MK sudah final dan mengikat.
"Jangan main gila, di seluruh dunia, tak ada putusan MK bisa dibolak-balik oleh lembaga politik," kata Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera ini saat dihubungi, Selasa 20 Agustus 2024.
Bivitri mengatakan, MK merupakan penafsir utama konstitusi. Hal yang ditafsirkan MK menjadi pedoman semua lembaga dalam menjalankan konstitusi. "Jadi, kalau ada yang ingin menganulir putusan MK, artinya melanggar konstitusi," kata Bivitri.
Di sisi lain, Bivitri mengatakan, menerbitkan Perppu juga tidak bisa karena tak memenuhi syarat. Salah satu syarat pemerintah bisa mengeluarkan Perppu ada situasi memaksa. Saat ini tak ada situasi itu.
Bivitri juga menyoroti skenario supaya putusan MK diberlakukan dalam Pilkada 2029. Menurut Bivitri, putusan MK bersifat final dan mengikat. Putusan itu harus segera dieksekusi. Kecuali dalam amar putusan sebuah perkara, MK menyebut, diberlakukan untuk periode selanjutnya. "Kalau ada putusan ini, baru bisa untuk Pilkada 2029. Tapi di putusan MK 60 tak ada," kata Bivitri.
Menurut Bivitri, pemerintah dan DPR bisa dianggap melanggar konstitusi bila tak menjalankan putusan MK. Pun, bila putusan MK tak dijalankan, akan mempengaruhi penyelesaian sengketa Pilkada 2024. "Putusan Pilkada nanti bisa dianulir," kata Bivitri.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, putusan MK setara atau berada di bawah konstitusi. Karena itu, putusan MK harus dipatuhi.
"Tak boleh lagi putusan MK diubah melalui UU," kata Feri saat dihubungi, kemarin.
DPR juga tak boleh menafsirkan putusan itu. Penafsir utama hanya boleh MK. Sebab, hakim konstitusi memiliki tugas untuk meluruskan konstitusi. "Bila ditafsirkan ulang, akan menimbulkan kekacauan baru dan tidak sehat," kata Feri.
Baleg DPR dijadwalkan akan mengebut pembahasan RUU Pilkada besok. Pada pukul 13.00 WIB, Baleg mengagendakan rapat Panitia Kerja atau Panja Pembahasan RUU Pilkada. Pembahasan mereka kemudian dilanjut rapat pengambilan keputusan dengan pemerintah dan DPD pada pukul 19.00 WIB.
Anggota Baleg DPR, Firman Soebagyo, membenarkan agenda itu. “Betul, besok pagi,” kata Firman melalui pesan singkat pada Senin, 20 Agustus 2024. Baleg DPR akan membahas aturan ambang batas tersebut pada Rabu besok, 21 Agustus 2024 mulai pukul 10.00 WIB.
Seorang sumber Tempo menyebut rapat Baleg DPR itu justru akan menganulir putusan MK. Ada dua skenario yang disebut sedang disiapkan di Baleg DPR. Pertama, rencana untuk mengembalikan aturan ambang batas Pilkada yang lama, yaitu minimal perolehan 20 persen kursi DPRD untuk pengusungan calon. Kedua, untuk memberlakukan putusan MK tersebut di Pilkada 2029.
Pengembalian aturan ambang batas 20 persen kursi DPRD akan diajukan melalui pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu yang mengatur Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau RUU Pilkada. Beleid tersebut bakal merevisi UU Pilkada yang ada saat ini.
Salah satu poin yang akan dikembalikan adalah aturan tentang calon yang diusung partai politik. Ada tambahan pasal dalam RUU Pilkada, yaitu Pasal 201B. Pasal tersebut mengatur bahwa pencalonan kepala daerah harus memperhatikan ketentuan ambang batas yang ada di Pasal 40 UU Pilkada. di daerah terkait.
Sultan Abdurrahman berkonstribusi dalam tulisan ini.