Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bharada Eliezer menuntut keadilan atas kejujurannya dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
Kuasa hukum Bharada Eliezer menegaskan bahwa kliennya menjalankan perintah.
Majelis hakim dinilai berpotensi meloloskan Bharada Eliezer dari tuntutan 12 tahun penjara.
"Kini saya serahkan masa depan saya pada putusan majelis hakim. Selebihnya, saya hanya dapat berserah pada kehendak Tuhan," kata Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu di pengujung nota pembelaan yang dibacanya di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 25 Januari 2023. Kemarin malam, beberapa kali terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat itu menarik napas dalam-dalam. Suaranya memberat ketika menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga Yosua serta ibu dan bapaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam nota pembelaan yang ditulis tangan pada lima lembar kertas HVS tersebut, Eliezer juga tak menyinggung lagi detail peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri yang saat itu menjadi atasannya. Sebagai personel Brimob yang berlatar belakang paramiliter, dia menyatakan dididik untuk taat dan patuh serta tidak mempertanyakan perintah atasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Apabila ada yang menganggap ketaatan dan kepatuhan saya membabi buta, hari ini saya menyerahkan kepada kebijaksanaan majelis hakim," ujarnya.
Eliezer juga tak meminta dibebaskan. Dia mengatakan tetap yakin bahwa kepatuhan dan kejujuran adalah segala-galanya. "Sekalipun demikian, apabila Yang Mulia, ketua dan anggota majelis hakim, ternyata berpendapat lain, saya hanya dapat memohon kiranya memberikan putusan terhadap diri saya yang seadil-adilnya," kata Eliezer dalam nota pembelaan berjudul "Apakah Kejujuran Harus Dibayar 12 Tahun Penjara?" tersebut.
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat, Bharada Richard Eliezer, menjalani sidang dengan agenda pembacaan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, 25 Januari 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Dalam sidang sebelumnya, Rabu, 18 Januari lalu, jaksa penuntut umum menuntut agar Eliezer dihukum 12 tahun penjara. Menurut jaksa, hal yang memberatkan tuntutan terhadap Eliezer adalah perannya sebagai eksekutor pembunuhan Brigadir Yosua. Jaksa menyatakan telah mempertimbangkan faktor lain untuk meringankan tuntutan terhadap Eliezer, yakni sikap kooperatif dan permohonan maafnya diterima keluarga Yosua.
Tuntutan terhadap Eliezer ini menarik perhatian khalayak. Sejumlah kalangan menilai tuntutan 12 tahun penjara terlalu berat, mengingat kesaksian Eliezer dianggap telah membongkar kejadian sebenarnya dalam peristiwa kematian Brigadir Yosua. Semula, polisi sempat menyebutkan Yosua tewas dalam peristiwa adu tembak dengan Eliezer. Peristiwa itu, dalam woro-woro awal kepolisian, terjadi setelah Yosua kedapatan melakukan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.
Belakangan, setelah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Yosua, Eliezer menarik kesaksian awalnya. Ia menyatakan peristiwa tembak-menembak tidak pernah terjadi dan itu hanyalah skenario yang disusun Ferdy untuk menutupi pembunuhan berencana terhadap Yosua. Eliezer mengaku mengeksekusi seniornya tersebut karena diperintahkan oleh Ferdy, yang diduga juga turut melepaskan pelor ke bagian kepala Yosua.
Dalam pembunuhan berencana ini, pada berkas perkara terpisah, jaksa penuntut umum menuntut Ferdy dengan hukuman penjara seumur hidup. Adapun tiga terdakwa lain, yakni Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf, masing-masing dituntut 8 tahun penjara.
Membacakan nota pembelaan secara terpisah, kuasa hukum Eliezer, Ronny Talapessy, mengatakan kliennya tidak bisa dijerat pidana karena hanya menjadi alat yang dimanfaatkan oleh terdakwa Ferdy. Eliezer, menurut Ronny, masuk kategori manus ministra—pelaku tindak pidana atas perintah—sehingga tidak dapat dijerat dengan Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana. Ronny mengutip keterangan ahli psikologi forensik, Reni Kusumawardani, yang menyatakan terjadinya manus ministra ini disebabkan oleh kepatuhan tinggi Eliezer kepada Ferdy.
"Kepatuhan yang sangat tinggi, kemudian adanya satu motivasi diri terdakwa karena yang memberi perintah adalah atasan dari terdakwa,” kata Ronny saat membacakan pleidoi, kemarin. "Otak rasional dikalahkan oleh otak emosi karena ketakutan, sehingga kepatuhan lebih menonjol pada diri terdakwa."
Hakim Dapat Mencabut Hukuman Eliezer
Pengamat hukum pidana yang juga mantan hakim, Asep Iwan Iriawan, mengatakan majelis hakim berpotensi mencabut tuntutan hukuman terhadap Eliezer. Dia menilai pembelaan yang disampaikan Eliezer itu cukup rasional apabila dibandingkan dengan pembelaan terdakwa lainnya. Pilihan Eliezer yang bersedia membantu pengungkapan kasus ini, kata Asep, seharusnya bisa menjadi pertimbangan dalam putusan majelis hakim.
"Untuk pleidoi Eliezer, seharusnya hakim bisa mempertimbangkan uraian pleidoi penasihat hukum dan terdakwa," kata Asep. "Pleidoinya rasional dibanding terdakwa lain."
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat, Putri Candrawathi (tengah), bersiap menjalani sidang dengan agenda pembacaan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, 25 Januari 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Kemarin, sebelum sidang pembacaan pleidoi Eliezer, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga menggelar sidang untuk mendengarkan pembelaan Putri Candrawathi. Dalam pernyataannya, Putri mengaku kerap tidak ingin melanjutkan hidup setelah terseret kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Sebab, alih-alih mendapat simpati publik, ia malah menerima cemooh dan hinaan yang bertubi-tubi meski berkeras mengaku sebagai korban pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir Yosua.
"Saya adalah korban kekerasan seksual, pengancaman, dan penganiayaan yang dilakukan oleh Yosua," kata Putri saat membacakan pleidoi. "Dan saya sepenuhnya tidak pernah sedikit pun menginginkan, menghendaki, merencanakan, ataupun melakukan perbuatan bersama-sama untuk menghilangkan nyawa Yosua."
Sementara itu, kuasa hukum Putri, Febri Diansyah, menepis tudingan jaksa yang menyebutkan kliennya sengaja berpakaian seksi ketika berdiam di rumah dinas Ferdy, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. "Fakta di persidangan menunjukkan bahwa terdakwa berganti pakaian karena merupakan kebiasaan sebelum tidur atau istirahat," kata Febri saat membacakan pleidoi. Febri berharap majelis hakim membebaskan kliennya.
Dalam tuntutannya, jaksa turut menyinggung peran Putri yang terlibat dalam skenario pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua dengan sengaja berganti pakaian seksi saat berada di rumah dinas. Sebelumnya, Putri mengenakan pakaian jenis sweater cokelat dan legging hitam panjang. "Sehingga ini menjadi penyebab seolah-olah korban kemudian berniat melecehkan atau memperkosa saksi Putri Candrawathi," kata jaksa.
ANDI ADAM FATURAHMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo