Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Biar berat, asal jelas

Penjelasan pemerintah kepada dpr tentang utang pertamina. pertamina telah memikul kewajiban keungan besar, karena penyimpangan dalam kegiatan usaha & keuangan. team penyehatan telah dibentuk. (nas)

29 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIRNYA Pemerintah mengungkapkan juga berapa besarnya itu hutang-hutangnya yang dibuat Pcrtamina.Dibawakan oleh Menteri Pertambangan Dr Moh. Sadli sebagai jawaban Pemerinta atas 10 pertanyaan Komisi VI, VII dan I DPR-RI, ruang sidang di Senayan mendapat perhatian cukup besar Kamis pagi lalu. Selain para anggota DPR dan pers yang memenuhi balkon sebelah kiri,lebih dari 50 wakil mahasiswa berjaket merah anggur, dari beberapa universitas Jakarta dan Bogor(IPB), tampak hadir sebagai peninjau di balkon sebelah kanan. Dan Menteri Sadli yang antara lain didampingi Dirut Pertamina Mayjen Piet Haryono dan Gubernur Bank Sentral Rachmat Saleh yang muncul agak terlambat. Dengan tenang membacakan jawaban Pemerintah setebal 29 halaman itu menyangkut soal hutang Pertamina dan minyak. Berikut ini adalah petikan-petikan penting dari keterangan itu: * Hutang Pertamina yang berhubungan dengan berbagai macam kontrak dalam dan luar negeri berjumlah sekitar AS 10,5 milyar. Ini sudah termasuk kontrak pembangunan proyek LNG, kilang minyak Cilacap, pupuk terapung Kalimantan Timur (yang hingga sekarang kabarnya masih bermukim di,pelabuhan Antwerpen, Belgia dan satu lagi di pelabuhan Liverpool, Inggeris) dan eksplorasi dan produksi pipa gas Cilamaya. Juga sudah termasuk sewa beli armada tanker luar dan dalam negeri yang menurut Menteri Sadli berjumlah $AS 3,3 milyar. Untuk tanker luar negeri saja pernah diberitakan meliputi jumlah 80 tanker samudera, menelan biaya $AS 2,4 milyar (lihat laporan utama TEMPO 27 Maret lalu). * Menurut Sadli, Pemerintah mengetahui dan menyetujui beberapa kegiatan Pertamina di luar minyak. Tapi dana pembiayaannya tak boleh memberatkan Pertamina. Apalagi membebani Pemerintah. Ternyata, yang terjadi adalah sebaliknya. Tanpa diketahui dan disetujui Pemerintah kata Sadli, Pertamina yang besar, untuk membiayai kegiatan yang sebagian tak ekonomis dan tak punya hubungan langsung dengan tugas pokoknya. Misalnya sewa beli tanker samudera itu, pembangunan gedung Pertamina Plaza, International Guest House Pertamina, Pertamina Square, Pertamina Village yang kesemuanya ada di Jakarta. Dan beberapa lainnya lagi * Untuk memenuhi kewajibannya kepada bank dan supplier luar negeri, maka Pertamina telah menggunakan bagian penerimaan negara, yang berasal dari maskapai minyak Kontrak Karya (Caltex dan Stanvac) serta perusahaan minyak Bagi Hasil. Uang negara yang dipakai itu ternyata mencapai jumlahl AS 1,1 milyar. Menurut Sadli, baru di awal 1975 Pemerintah mengetahui bahwa Pertamina tak mampu lagi memenuhi kewajiban membayar kembali hutang jangka pendeknya kepada para bankir di luar negeri. Selain itu para bankir yang umumnya dari Eropa, Amerika Utara dan Jepang itu banyak yang tak mau lagi memperpanjang hutang Pertamina (roll-over) * Sadli juga mengemukakan betapa Pertamina telah membiayai proyek jangka panjang liwat hutang jangka pendeknya. Contohnya adalah Krakatau Steel.Calon pabrik baja di Cilegon yang semula direncanakan berproduksi 500 ribu ton setahun itu, tanpa diketahui Pemerintah telah dinaikkan menjadi 2 juta ton setahun. Rencana penaikan produksi yang 4 kali lipat itu adalah berkat kerjasama PT Krakatau Steel dengan partnernya, maskapai Ferrostahl dari Jerman Barat di bawah nama PT Krakatau-Ferro Steel. Sekalipun pembentukan joint- venture itu menurut pemerintah tak boleh merupakan beban Pertamina, dalam prakteknya kegiatan PT Krakatau-Ferro Steel itu seluruhnya menjadi tanggungan Pertamina. Maka untuk menutupi kekurangan pembiayaan bagi Krakatau Steel? Pertamina telah melakukan pinjaman jangka pendek. Mengapa Pertamina sampai berani membenamkan hutang jangka pendek -- yang kabarnya mencapai $AS 900 juta itu - untuk membiayai proyek jangka panjang. menurut bekas Dirut Pertamina Ibnu Sutowo adalah sebagai pembiayaan sementara (bridging loan) dengan harapan beroleh pinjaman jangka panjang sebesar $ 1,2 milyar. Ternyata, seperti kata Dr Ibnu Sutowo, Harapan itu adalah 'fatamorgana" (lihat wawancara dengan Ibnu Sutowo dalam TEMPO 17 Januari). Menurut Sadli, pemerintah memang mengizinkan Pertamina mencari hutang jangka pendek tanpa lebih dulu minta persetujuan Pemerintah. Tapi izin itu hanya terbatas untuk modal kerja dalam batas-batas yang wajar. Kemudian ternyata, menurut Sadli, pinjaman jangka pendek itu telah jauh melebihi dari semestinya. Ini juga rupanya terjadi dengan kebolehan Pertamina melakukan pinjaman berjangka antara 3 sampai 15 tahun. Sedang pinjaman antara 1 sampai 3 tahun memang tak dibolehkan lagi oleh Pemerintah. Mengapa sampai Pemerintah tak mencium bau sebelumnya akan praktek hutang dan pembangunan Pertamina itu tak ditanyakan para anggota DPR rupanya. Menteri Sadli kemudian menjelaskan akan langkah yang ditempuh Pertamina, liwat berbagai team penyehatan yang dibentuk itu, guna meringankan beban Pertamina. Menurut Sadli, hutang Pertamina yang semula $AS 10,5 milyar itu, kini sudah bisa ditekan hingga menjadi $AS 6,2 milyar. Menteri juga menjelaskanemerintah tengah bersiap-siap untuk menjual beberapa kekayaan PertaMina, berupa: gedung dan bangunan, tanah, alat pengangkutan dan sebagainya. Pendeknya: mudah-mudahan alhamdulilah. Biar tetap berat, asal jelas duduk soalnya. Sebab menghitung hutang Pertamina selama ini memang baru duga-dugaan, biarpun tak selamanya meleset. Majalah Newsweek terbitan 17 Mei misalnya, mengutip keterangan dari Rachmat Saleh bahwa kewajiban Pertamina itu kini mencapai $AS 6,2 milyar. Hanya, menurut Gubernur Bank Sentral itu, seperti dimuat dalam rubrik Interational Marketplace, Pertamina masih punya komitmen tambahan sekitar $AS 2 milyar dalam pasaran tanker yang sangat spekulatif itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus