ANGIN baru berembus di bawah Beringin di Medan. Ketua DPD Golkar Medan, Kolonel Karseno, tak mau meneken daftar calon tetap untuk anggota DPRD II, 9 Maret lalu. "Habis, yang ditampilkan itu rekayasa Walikota, bukan produk murni Golkar," katanya. Yang dimaksud "rekayasa" oleh Ketua Golkar Medan itu kiranya sederet nama-nama calon anggota DPRD yang disusun Walikota Medan, Kolonel Bachtiar Djafar yang juga menjadi Ketua Penasehat Golkar kota itu. Daftar calon yang mau disahkan, di mata Ketua Golkar, bukan nama-nama yang diusulkan Golkar Medan. Paling tidak, antara Walikota dan Ketua Golkar, mempunyai versi daftar calon yang berbeda. Karena daftar calon DPRD Medan itu belum juga disahkan, pimpinan Golkar di Jakarta merasa perlu mengutus salah seorang Ketua DPP, Jacob Tobing, terbang ke Medan 31 Maret lalu. Pada mulanya, memang tak ada tandatanda kedua versi itu akan beradu. Karseno, misalnya, dengan mulus meneken daftar calon sementara. Tapi menjelang pengesahan daftar calon tetap, Karseno mengajukan versi baru Golkar tanggal 7 Maret lalu. Bachtiar kaget karena daftar calon Karseno beda dengan daftar sementara. Walikota Bachtiar pun menuduh Karseno menyalahi keputusan Ketua LPU bahwa yang berhak menyusun daftar calon tetap adalah Panitia Penelitian Daerah yang -- di Medan -- diketuai Walikota. Perubahan hanya sepanjang berkaitan dengan keberatan masyarakat atas daftar sementara yang sudah diumumkan. Karena Karseno hampir merombak seluruh daftar calon yang dianggapnya tak sesuai dengan aspirasi Golkar, maka Walikota Bachtiar menyurati Ketua Golkar Medan itu. Walikota menganggap tindakan Karseno tak bijaksana. Namun Karseno menangkis tuduhan itu. Daftar sementara dulu terpaksa ditekennya karena dijanjikan akan ada perubahan yang sesuai dengan keinginan Golkar. Karena itu, katanya, ia merasa legal saja menyusun nama-nama baru. Sebagai contoh, nama Prof. H. Abduh, S.H., yang dalam daftar sementara bernomor 2, diturunkan menjadi 29. Konon, ia disiapkan Walikota menjadi Ketua DPRD Medan. Daftar yang dibuat Karseno memang lebih mewakili 19 kecamatan yang ada di Medan. Lain dengan versi Bachtiar. Nomor jadi, sampai dengan nomor urut 21, hanya berasal dari tujuh kecamatan. Menurut Karseno, Golkar merasa risi sejak dua pemilu yang lalu harus menerima saja namanama wakil rakyat yang "berkenan" pada walikota. "Kali ini Golkar ingin mandiri," katanya. Lomba memasukkan wakilnya antara Ketua Golkar dan Walikota itu, menurut sumber TEMPO di DPP Golkar, konon bermula dari soal tersinggung. Karseno dianggap menyusun daftar calon sementara tanpa melibatkan Walikota. Karena merasa dilangkahi, Bachtiar mengundang pengurus Golkar yang tak sekubu dengan Karseno. Hasilnya, daftar calon yang diajukan tak mencantumkan dua pertiga dari pengurus DPD Golkar Medan. Mungkin, bentrok Ketua Golkar dengan Walikota itu akan segera kendur. Menurut sumber DPP Golkar di Jakarta, Karseno tak mempersoalkan lagi nama-nama yang tercantum dalam daftar tetap. Yang disoalkan, cuma nomor urut. Dan nampaknya yang akan disahkan adalah daftar versi Golkar, bukan yang disusun Walikota. Penolakan meneken daftar calon tetap juga dilakukan oleh DPC PDI Langkat dan Labuhanbatu di SumUt. Kedua DPC itu menolak daftar calon tetap yang disodorkan Panitia Penelitian Daerah setempat. Tiga nama calon PDI Langkat, dicoret panitia itu meski mereka sudah lulus litsus. Di Labuhanbatu bahkan Ketua DPC PDI, Tumpak Pohan, yang sudah menjabat dua periode dan Wakil Ketua DPRD ikut dicoret. Karenanya, Ketua PDI SumUt, dr Panangian Siregar, melayangkan protes. "Bukankah mencoret nama calon itu hak OPP," katanya. Bersihar Lubis, Sarluhut Napitupulu (Medan), Ivan Haris (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini