Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Lagi, api di keraton Solo

Keraton solo terbakar lagi. memusnahkan bagian atap malige, teras dari pendapa sesana sewaka, tempat raja biasa menerima tamu agung. diduga kebakaran dari percikan api ketika pengelasan talang.

18 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENJA mulai turun. Lingkungan Kera ton Surakarta Hadimngrat sudah sepi. Sekitar 500 pekerja, yang bekerja untuk membangun kembali keraton yang terbakar dua tahun lalu itu, sudah pada pulang. Pada saat itulah, G.P.H. Suryosubandono melihat asap hitam mengepul di atas lokasi yang sedang dibangun. Putra Paku Buwana (PB) XII itu berlari mencari asal asap. "Saya sadar, kebakaran terjadi lagi," katanya kemudian, setelah menemukan api menyala di bagian atap Malige, salah satu bagian keraton yang sedang dibangun. Semua kerabat yang tinggal di kompleks keraton segera dihubunginya dengan telepon. Mereka - termasuk putra-putri Raja - ikut memadamkan api. G.R.A.Y. Kus Handariyah, salah seorang putri Raja, misalnya, sibuk di lokasi kebakaran cuma dengan pakaian senam. Mobil pemadam kebakaran milik Pemda Solo dan AURI meraung-raung menuju tempat itu. Amukan api di keraton itu, Jumat pekan lalu, tidaklah sehebat kebakaran 31 Januari 1985, yang memusnahkan sebagian besar keraton. Kali ini, api yang diduga mulai menyala pada pukul 18.20, dalam 70 menit, dapat dipadamkan. Si jago merah itu hanya memusnahkan bagian atap Malie, yang terdiri dan kayu sirap, seluas 50 m2 dari 154 m luas Malige seluruhnya. Malige adalah semacam teras dari pendapa Sesana Sewaka, tempat raja biasa menerima tamu agung. Kata Kolonel Soemarsono, pimpinan proyek pembangunan Keraton Solo, "Cuma sebuah kebakaran kecil. ak mengganggu pembangunan seterusnya." Kata sebuah sumber, kerugian yang diakibatkan api hanya sekitar Rp 15 juta. Komandan Korem Solo, Kolonel Alip Pandoyo, "Belum ada tanda-tanda bahwa peristiwa ini punya tendensi politik atau sabotase." Artinya, kebakaran biasa saja. Menurut penyelidikan sementara, asal kebakaran dari percikan api ketika pengelasan talang air pada atap Malige. Talang itu terbuat dari tembaga. Diduga ketika pengelasan sore itu, ada percikan api yang menyasar ke lapisan alminim foil, kemudian membakar atap sirap yang terbuat dari kaju jati setebal 2 cm, dan plafon yang juga dari bahan yang serupa. Aluminim foil itu pelapis di bawah atap sirap yang berfungsi menyerap panas matahari. Setiap selesai mengelas talang, para pekerja menyiramkan air ke talang tembaga yang membara itu. "Nah, karena sudah disiram air, mereka tak tahu ada percikan api yang merembet ke aluminium, lalu membakar atap dan plafon," kata Soemarsono. Sekalipun cuma kebakaran kecil, musibah itu menimbulkan tanda tanya di kalangan kerabat keraton. "Aneh, kok api begitu cinta pada kami," kata G.R.A.Y. Kus Handariyah. Selain pekan lalu, serta kebakaran besar dua tahun lalu, Keraton Solo sudah terbakar tiga kali, pada 1955, 1974, dan 1981. Putra tertua PB XII, K.G.P.H. Hangabehi, juga heran. "Keraton kami terbakar dibangun, belum rampung, eh terbakar lagi. Maka, sehari setelah peristiwa kali ini, di keraton itu diadakan selamatan. "Kami memanjatkan doa agar tak didatangi api lagi," ujar Sunan Paku Buwana XII. Ia juga mengingatkan kembali kepada para pekerja yang membangun keraton, agar memenuhi tata cara di situ, antara lain, harus memakai ikat kepala, pakai samir, dan tak diperkenankan bersiul di kala bekerja. Adakah tukang las yang lupa dan bersiul? Belum jelas. Ada yang mengaitkan kebakaran pekan lalu itu dengan 90 tiang paningrat bekas terbakar yang masih dipakai dalam membangun keraton kembali. Tiang-tiang besi untuk teras depan Sasana Sewaka itu masih utuh sekalipun terbakar, sehingga secara teknis masih bisa dipakai. Tapi tim spiritual keraton konon menerima wangsit bahwa tiang itu tak boleh dipakai lagi, sebab sesuatu yang sudah terbakar harus dikembalikan ke tanah. Akan menjadi sumber sial bila tiang itu dipakai lagi. Api kecil pekan lalu ternyata tak mengganggu jadwal - penyelesaian pembangunan kembali tahap pertama keraton itu, yang meliputi Sasana Sewaka, Probusuyoso (tempat tinggal pribadi raja), Pakubuwanan, seluas sekitar 5.000 m2. "Pembangunan sudah 70%, akhir tahun ini keraton itu harus rampung," kata Soemarsono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus