Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Palu - Omer Borali bolak-balik menyeka peluh yang membanjiri wajahnya. Relawan untuk korban gempa dan tsunami Palu asal Turki ini berkali-kali melihat jam tangannya. Matahari sudah persis di atas ubun-ubun. "Ini sedang menunggu sopir ekskavator untuk mendirikan tenda," kata Borali di bukit Desa Balaroa, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Ahad, 14 Oktober 2018. "Sopir yang biasa tidak bisa membantu karena ada anggota keluarganya meninggal."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Borali adalah relawan yang tergabung dalam Turkish Crescent Red Cross. Ia dan keempat kawannya tiba di Indonesia awal Oktober lalu. Misinya adalah membangun tenda untuk keluarga korban terdampak likuifaksi. Turkish Crescent Red Cross merupakan salah satu lembaga nirlaba asing yang sudah mengantongi izin dari Palang Merah Indonesia untuk membantu korban terdampak gempa dan tsunami Palu.
Menurut Borali, Turkish Crescent Red Cross bekerja sama dengan Pemerintah Turki telah mengirimkan 300 tenda untuk para korban gempa Palu di Balaroa. Jumlahnya sesuai dengan data Pemerintah Kota Palu dengan acuan jumlah rumah roboh. "Tinggal beberapa lagi yang belum terpasang," kata dia. Selain tenda, mereka menyediakan 1.000 kantung tidur.
Bosan menunggu sopir, Borali pun mengajak Tempo berkeliling di bukit itu. Ada dua tanah lapang di sana. Salah satunya sudah penuh terpasangan tenda berwarna putih dengan simbol bulan sabit dan tulisan TURKKIZILAYI. Borali menjelaskan satu tenda dengan ukuran sekitar 30 meter persegi tersebut bisa menampung lima orang. Ia memastikan kualitas tenda tersebut bagus dan tak tembus hujan.
Setelah puas mengajak berkeliling, Borali mengisahkan pengalamannya saat tiba di Palu. Itu adalah kunjungan pertamanya ke Indonesia. Borali sempat terkejut dengan melihat kondisi pascagempa dan tsunami Palu. Bencana ini, kata dia, sangat kompleks. Ia pun merasakan rasanya kehilangan rumah, keluarga, dan kenangannya di kampung yang tiba-tiba hilang itu.
Kompleks pengungsian korban gempa dan tsunami Palu ini akan dilengkapi dengan penyulingan air, tempat ibadah sementara, fasilitas kesehatan, tenda sosial. Setelah puas berkeliling tenda, Baroli mengajak duduk. Matanya menatap dalam menyapu lanskap 180 derajat. "Palu ini cantik sekali," kata dia. "Semoga cepat pulih."