Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Daerah

22 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aceh
Kekerasan Berdarah di Serambi Mekah

TAK ada hari tanpa kekerasan di Aceh, bahkan setelah Jeda Kemanusiaan ditandatangani beberapa bulan yang lewat. Pekan lalu, 6.500 penduduk dari 10 desa di Kabupaten Pidie terpaksa mengungsi gara-gara pimpinan pesantren dan seorang warga setempat ditemukan jadi mayat di Guhatujoh, 15 kilometer dari tempat tinggalnya. Teungku Syafi'i Amin, pimpinan Pesantren Mujjatul Mujahidin, menurut istrinya diambil aparat bersenjata lengkap, Senin subuh. Di depan istrinya, Teungku Syafi'i dipukuli, "Dan ia hanya bisa mengucap Allahu akbar," ujar Nuraini. Ulama ini kemudian ditemukan mati sehari setelahnya. Kabar ini membuat penduduk jadi ketakutan dan mereka mengungsi ke luar desa menuju ibu kota Kabupaten Pidie. "Ulama saja bisa dibunuh, apalagi kami warga biasa,''ujar Ismail, seorang warga Desa Gle-cut.

Malamnya, bom rakitan meledak di depan Markas Polisi Sektor Trumon, Aceh Selatan. Peristiwanya terjadi saat polisi merazia sebuah minibus Colt-L-300 untuk memeriksa kartu identitas, dan tiba-tiba dilempari bom. Brimob yang sedang berjaga-jaga di tempat itu langsung membalas. Namun, pelaku sudah menghilang ditelan kegelapan malam. Akibatnya, menurut Wakil Kapolres Aceh Selatan, Asisten Superintenden Supriadi Djalal, dua orang anggota Brimob dan tiga warga yang sedang dirazia luka berat. Semua korban kini dirawat di rumah sakit. "Kami akan mengejar pelakunya, walaupun identitasnya masih belum diketahui," kata Supriadi.

Sehari setelahnya, terjadi peristiwa kekerasan lagi. Iring-iringan Brimob yang baru pulang dari Pelabuhan Malahayati, saat melintasi kawasan Desa Lambada-lhok, diserang tembakan bertubi-tubi. Kepala Detasemen Markas Operasi Cinta Meunasah, Superintenden Saleh Amir, dan sopirnya Rafles Kasem yang mengendarai sedan di antara truk rombongan itu terkena timah panas. Dalam keadaan kritis, Jumat pekan lalu korban dievakuasi ke Jakarta. Menurut dr. Fachrul Jamal dari Rumah Sakit Zainoel Abidin, Aceh, di daerah itu memang belum ada rumah sakit yang punya fasilitas lengkap untuk merawat korban.

Kepala sub satuan tugas penerangan operasi itu, Senior Superintenden Kusbini Imbar, menuding Gerakan Aceh Merdeka (GAM)-lah yang menyerang konvoi Brimob itu. Tapi, Komandan Operasi GAM wilayah Aceh Darussalam, Teungku Abang, membantahnya. "Saya berani sumpah demi Allah, pasukan kami tidak berada di tempat itu. Kami berada di hutan semuanya," katanya kepada TEMPO lewat telepon genggam. Rangkaian kekerasan ini membuat kita layak berpikir, masih pantaskah Aceh disebut sebagai Serambi Mekah?

Lampung

PERTIKAIAN antara warga asli dan pendatang rupanya tak hanya terjadi di Wamena, Papua. Kamis dua pekan lalu, Desa Jepara membara karena dibakar ribuan warga pendatang dari Desa Gedungbesar, gara-gara sepeda motor seorang pendatang dicuri oleh penduduk asli warga Desa Jepara. Mereka meminta Kepala Desa Jepara, Hasanudin A.R., menyerahkan pelakunya, tapi ditolak.

Massa yang sudah tersulut emosi secara membabi buta membakari rumah-rumah di desa itu. Polisi yang datang ke tempat kejadian tak dapat mencegahnya. Bahkan saat bupati dan anggota DPRD setempat mencoba menenangkan massa, mereka malah ditimpuki batu. Menurut salah seorang pendatang yang ikut menyerbu desa itu, penduduk asli sering membegal warga pendatang. "Sudah empat kali kami mengadukan itu kepada polisi, tapi tak ditanggapi. Karena itu, rupanya kami harus menyelesaikannya dengan cara kami," katanya.

Gara-gara amuk massa itu, menurut data Polisi Resor Lampung Tengah, harta benda penduduk Desa Jepara hangus, meliputi 59 rumah, hewan ternak, satu puskesmas, dua unit perumahan dinas guru SD, tiga sepeda motor, delapan sepeda, dan sebuah mobil. Itu belum termasuk rumah-rumah yang dirusak dan dijarah isinya. Sementara itu, dari serangan balasan dua hari sesudahnya, enam rumah penduduk pendatang di Desa Sriwangi terbakar habis.

Gubernur Lampung Oemarsono, yang mengunjungi korban Rabu pekan lalu, mengimbau agar warga asli menahan diri, tidak membalas dendam. "Cukuplah korban sampai di sini. Jangan sampai ada korban jiwa," tutur Oemarsono. Namun, penduduk asli tampaknya belum bisa menerima peristiwa itu. "Saat ini kami sedang gencatan senjata. Tapi kalau para penyerbu itu datang lagi, kami sudah siap," kata Hairul Saputra, seorang warga. Menurut dia, saat ini warga suku Lampung dari berbagai kecamatan sudah bersiap-siap bila penyerbu itu datang lagi.

Menurut Kepala Staf Kodam II Sriwijaya, Brigadir Jenderal Syamsul Mapparepa, kerusuhan itu diprovokasi pihak luar. Karena itu, penduduk asli minta agar aparat keamanan segera menangkap para provokator itu. "Kami sudah punya daftar nama-nama mereka. Bila aparat tidak menangkapnya, apa pun yang dilakukan sekarang percuma karena dalangnya belum ditindak," kata Hairul. Sampai akhir pekan lalu, 585 personel aparat keamanan gabungan polisi dan TNI dari pasukan artileri medan dan kavaleri masih menjaga ketat lokasi kejadian.

Jakarta

MAKIN banyak saja aparat keamanan yang tertangkap karena melakukan kejahatan. Pekan lalu, Polda Metrojaya mencokok delapan anggota Brimob yang mencuri 52 sepeda motor. Menurut Kepala Dinas Penerangan Polda Metrojaya, Superintenden Nur H. Usman, Jumat pekan lalu secara resmi kedelapan orang itu ditahan dan diperiksa secara intensif di Provost dan Reserse Polda Metrojaya.

Tertangkapnya delapan orang itu berawal dari tertangkapnya seorang pencuri motor di Jakarta Barat. Pencuri itu "bernyanyi" dan menunjuk para anggota Brimob itu sebagai mitranya. Setelah disidik, ternyata kelompok itu sudah beroperasi sejak April lalu. Mereka terkenal sebagai jagoan kunci T alias "astag". Diduga kelompok itu sudah menyikat ratusan sepeda motor dari berbagai merek, tapi yang bisa disita hanya 52 sepeda motor, dan barang bukti itulah yang kini disimpan di Markas Brimob, Kwitang, Jakarta Pusat. Superintenden Nur Usman mengaku malu atas perilaku sekelompok orang itu. Mereka rupanya tak pandang bulu. Tak hanya motor warga biasa, kendaraan milik anggota Sabhara pun disikat. "Penegak hukum kok gitu," ujarnya.

Bali

Sejak Senin pekan lalu, ratusan warga Bali beramai-ramai mematok tanah di kawasan hutan Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Di daerah Klatakan sampai Kabupaten Jembrana sepanjang jalan Gilimanuk-Melaya, semak-semak diterabas, tanah diukur, dipatok, dan dibagi-bagi dengan tulisan nama di atas patok-patok itu.

Massa yang datang berkelompok itu menanami tanah itu dengan jagung dan tanaman tumpang sari lainnya. Menurut Kepala Balai TNBB, Soedirun, ada 610 orang yang mengapling tanah itu. "Bahkan ada ribuan orang lain yang mengapling di dalam hutan," kata Soedirun.

Kegiatan pengaplingan ini dilakukan penduduk setelah ada isu di masyarakat bahwa mereka berhak mengambil tanah di hutan tersebut. Petugas TNBB turun ke lokasi untuk memberikan pengertian bahwa lahan tersebut adalah hutan lindung, yang tak bisa digunakan untuk lahan produksi. Namun, hingga Jumat pekan lalu, masyarakat masih mempertahankan lahannya. Bahkan wakil mereka menghadap ke DPRD Jembrana dan mendesak agar diberi izin menggunakan tanah itu. Selain itu, hutan lindung di Buleleng bernasib sama. Sejak Juli lalu, 200 hektare hutan produksi di Sumberrejo, Desa Sumberkelampok, dikapling ratusan warga. `'Ini memprihatinkan,'' ujar Bupati Buleleng, Ketut Wirata Sindhu. Untuk mengatasi masalah tersebut, Gubernur Bali Dewa Beratha melakukan koordinasi dengan berbagai instansi, termasuk polisi, untuk mengamankan kawasan hutan itu.

Balikpapan

NASIB sial menimpa perusahaan penerbangan Awair. Salah satu mesin pesawat Airbus A-300 bernomor PK-AWA 301 Kamis siang pekan lalu terbakar saat mendarat di Bandar Udara Sepinggan, Balikpapan, Kalimantan Timur. Percikan api dan asap hitam tampak di sayap kiri pesawat itu saat menuju tempat parkir, sehingga petugas pengawas lalu-lintas udara meminta pesawat itu berhenti. Beberapa mobil pemadam kebakaran segera menyemprotkan busa antiapi ke mesin yang terbakar itu. Lima puluh dua penumpang dan tiga bayi berhasil keluar dengan selamat melalui pintu biasa. Tapi pesawat tak bisa terbang kembali ke Jakarta sesuai dengan jadwal. Tujuh puluh penumpang tujuan Jakarta terpaksa diberangkatkan dengan pesawat dari penerbangan lain, dan yang tak terangkut diinapkan di hotel setempat.

Kabar kebakaran itu dibantah pihak Awair. Menurut Direktur Operasi Awair, Kapten Yassir Ismail, tak ada tanda-tanda pesawat itu terbakar. Lalu, soal asap tebal di sayap kiri? "Yang mengetahui pesawat itu mengalami masalah itu kami, kapan harus minta bantuan atau tidak. Ini tiba-tiba pesawat disemprot dengan busa kimia. Akibatnya, mesinnya jadi rusak," kata Yassir, yang juga pilot pesawat itu, kepada SCTV. Memang, ini bukan kabar baik bagi maskapai penerbangan yang baru beroperasi sejak Mei tahun ini. Tapi dari rekaman seorang amatir menunjukkan, pesawat dari maskapai yang salah satu pendirinya adalah Abdurrahman Wahid itu mengeluarkan asap tebal tak lama setelah mendarat.

Gorontalo

Lapangan Taruna Remaja, Kota Madya Gorontalo, Sulawesi Utara, Jumat pagi pekan lalu dipenuhi massa. Orang-orang berkumpul untuk bertemu Tim Pansus DPR untuk pembentukan Provinsi Gorontalo. Ketua tim, Mohammad Yunus Lamuda, langsung menanyakan kepada massa soal pembentukan provinsi sendiri. "Kami ingin mengecek langsung kepada Saudara-Saudara. Kini saya yakin, pembentukan provinsi Gorontalo bukan keinginan elite saja," ujar Yunus kepada kerumunan itu, dan disambut dengan teriakan, "Setuju…."

Menurut Nelson Pomalingo, Ketua Presidium Nasional Pembentukan Provinsi Gorontalo, pembentukan provinsi sendiri yang terpisah dari Sulawesi Utara bukan karena kecemburuan etnis, "Ini soal peningkatan kesejahteraan rakyat." Luas Gorontalo 47 persen dari luas Provinsi Sul-Ut. Potensi sumber daya alamnya melimpah dari lahan produktif, hutan, perikanan, dan 22 jenis bahan galian tambang. "Nilai ekonomi mineral di Provinsi Gorontalo Rp 75 triliun. Saya optimistis, banyak investasi di sektor tambang dan lainnya setelah provinsi terbentuk," katanya. Tim DPR yang melakukan penelitian dan pengecekan pembentukan provinsi ini yakin, Gorontalo bisa berdiri sendiri. "Tidak ada alasan kami menolak Gorontalo jadi provinsi," kata H. Moktar Noerjaya, anggota tim dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.

Ahmad Taufik dan laporan dari daerah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum