TUBUHNYA tinggi ramping. Rambutnya dipotong pendek dan berdirinya tegap. Itulah Brigjen Lee Hsien Loong, Menteri Perdagangan dan Industri Singapura yang bertandang ke Indonesia pekan ini. Balutan setelan jas abu-abu yang rapi serta tas eksekutif yang dijinjingnya tak mampu menyembunyikan citra militer menteri muda pertahanan negara tetangga kita ini. Kendati penampilan fisik cenderung militer, otak putra sulung PM Lee Kuan Yew ini lebih dari memadai untuk memikirkan masalah ekonomi. Maklum, selain pernah mengikuti kursus militer tingkat lanjut di Fort Leavenworth, AS, ia juga sempat menggondol gelar M.B.A. dari universitas tersohor AS, Harvard. Pasal kemampuan fisik serta otak memang bukanlah hal yang penting dalam kunjungan enam hari pemimpin berusia 34 tahun itu. Agaknya, inilah saat bagi pecandu komputer ini untuk menajamkan naluri politiknya. Ia agaknya mewarisi sikap sang ayah yang suka bicara "seronok". Februari lalu, misalnya, ia sempat membuat pernyataan yang mengundang reaksi keras para pemimpin di Malaysia dan mengejutkan para pemimpin Indonesia. Yakni ketika ayah dua anak ini menyatakan ketidakpercayaannya terhadap warga suku Melayu untuk ditempatkan pada posisi strategis di jajaran militer Singapura. Konon, akibat peristiwa ini kunjungan Lee yang seharusnya dilakukan tiga bulan silam terpaksa diundur. Kini, suhu sudah menyejuk. Dan dalam kunjungan pertama ke Indonesia sebagai anggota kabinet, kecanggihan B.G. Lee nama panggilannya di Singapura -- untuk berdiplomasi diuji. "Ini sekadar kunjungan kehormatan saja, saya tak membawa masalah khusus untuk dibicarakan," kata B.G. Lee kepada wartawan yang menghadangnya di Bandara Soekarno-Hatta, Senin pekan ini. Namun, sesuai dengan jabatan yang disandangnya, ketiga belas anggota delegasi yang turut bersamanya memang para pejabat dari dua bidang: perdagangan dan pertahanan. Dengan Menteri Perdagangan Rachmat Saleh, B.G. Lee konon sempat menanyakan beberapa ketentuan di Indonesia, yang menyulitkan industriwan negaranya. Misalnya saja dalam hal larangan ekspor bahan baku seperti rotan. Boleh jadi, ia ingin memanfaatkan semangat deregulasi yang sedang mewabah di kawasan ini. Pihak Indonesia segera menjelaskan bahwa larangan tersebut tidaklah ditujukan pada sebuah negara, melainkan sekadar upaya memperbanyak nilai tambah ekspornya. Justru dengan ketentuan ini diharapkan industriwan Singapura semakm tertarik untuk melakukan investasi di Indonesia. Masalah investasi ini agaknya akan dibicarakan dengan intensif dalam pertemuannya dengan Ketua BKPM, Ginandjar Kartasasmita. Mungkin juga, ia melakukan sedikit adu argumentasi dengan perancang ekonomi Indonesia saat berkunjung ke Menko Ekuin Ali Wardhana. Maklum, B.G. Lee sudah dua tahun ini menjabat ketua panitia ekonomi Singapura yang mencari alternatif pemecahan terhadap kemacetan pertumbuhan ekonomi Singapura yang terjadi 1984. Sedangkan dengan Presiden Soeharto, ia sempat mendiskusikan masalah regenerasi kepemimpinan dengan singkat. "Suatu hal yang di banyak negara dianggap sebagai masalah yang sulit dan pelik," kata B.G. Lee yang sering disebut sebagai salah satu calon kuat pengganti ayahnya itu. Masalah ekonomi kelihatannya memamng lebih mewarnai kunjungan kehormatan ini dibanding dengan pertahanan. Volume perdagangan antara kedua negara memang mengalami penurunan drastis pada tahun-tahun terakhir ini. Tahun lalu, misalnya, ekspor Indonesia ke Singapura cuma bernilai 1,24 milyar dolar, dan impor dari Negeri Singa itu hanya 986,5 juta dolar. Padahal, tiga tahun sebelumnya sempat mencapai 3,2 dan 3,5 milyar dolar AS. Penurunan ini terutama disebabkan Indonesia tak lagi mengolah minyak mentahnya di Pulau Bukom, Singapura. Dalam masalah pertahanan -- salah satu portfolio yang disandang B.G. Lee -- tampaknya tak ada masalah berarti yang perlu dibicarakan. "Ini betul-betul cuma kunjungan kehormatan," kata seorang anggota delegasi, setelah pertemuan B.G. Lee dengan Pangab Jenderal Benny Moerdani dan juga beberapa pejabat teras ABRI lainnya. Mungkin, tepat ungkapan seorang pengamat hubungan bilateral Indonesia-Singapura. "Kunjungan ini 'kan sekadar menambal pagar hubungan yang sempat koyak dulu," katanya. Konon, kekoyakan itu akibat kunjungan Presiden Israel, Chaim Herzog, ke Singapura tahun lalu, dan pernyataan Lee muda yang kontroversial -- yang tak pernah disesalinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini