Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rupanya, siang itu secara mendadak ada pelantikan Wali Kota Medan, Abdillah, dan wakilnya, Maulana Pohan. Pemilihan Wali Kota Medan, 20 Maret lalu, memang mengundang kontroversi. Abdillah, yang mengantongi 35 suara dari 45 anggota DPRD setempat, diduga menyogok para anggota dewan. Tuduhan ini datang dari para kader PDI Perjuangan. Masalahnya, jago mereka, Ridwan Batubara, kalah telak, hanya mendapat empat suara. Padahal, Batubara memegang rekomendasi Ketua Umum DPP PDI-P, Megawati Sukarnoputri, dan di atas kertas seharusnya meraih banyak suara. Apalagi, Fraksi PDI-P yang paling besar memiliki 16 anggota.
Kekalahan jago PDI-P berlanjut dengan aksi massa partai berlambang kepala banteng itu. Mereka menyandera 16 orang anggota Fraksi PDI-P dan menuntut pertanggungjawabannya. Kepada massa PDI-P, empat anggota Fraksi PDI-P MedanTonnes Gultom, J.D. Haloho, Doni Arsal Gultom, dan Suharto Sambir mengaku menerima uang Rp 25 juta dari Abdillah pada hari pemilihan. Padahal, kabarnya beberapa anggota DPRD menerima uang ratusan juta rupiah. Belakangan, keempat orang tersebut mencabut pengakuan itu dan mengungkapkan adanya tekanan untuk menandatangani pengakuan menerima suap. "Pengakuan itu tak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum karena dibuat dalam tekanan," ujar Ketua Cabang PDI-P Medan, Tom Adlin Hajar.
Bahkan, Tom, yang juga Ketua DPRD Medan, dalam pidatonya pada pelantikan Wali Kota Medan mengecam protes-protes seputar pemilihan itu. "Apabila ada suara miring dan protes, semuanya tak berdasarkan hukum. Isu money politics hanya untuk membatalkan merupakan sikap anarkis dan arogan. Perbedaan pendapat hal yang wajar, tapi ancaman dan recall terhadap anggota DPRD Medan merupakan sikap tak demokratis," ujarnya.
Sebelumnya, atas laporan para kader PDI-P itulah Kejaksaan Negeri Medan menyidik kasus penyuapan yang dilakukan Abdillah. Akibatnya, pelantikan yang semula akan diadakan 3 April itu ditunda. Menteri Dalam Negeri Soerjadi berjanji akan menyelidiki kasus suap-menyuap itu dan kalau terbukti, wali kota terpilih akan dibatalkan. "Kalau dinilai berat, tak mungkin dilantik," kata Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri, Amur Muchasim, waktu itu.
Nyatanya, dua pekan setelah itu, Gubernur Sumatra Utara T. Rizal Nurdin atas dasar Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri 17 April melantik Abdillah. Padahal, sehari sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri Medan, Jansen T. Siahaan, menyatakan Abdillah sebagai tersangka kasus penyuapan, bersama empat anggota DPRD dari Fraksi PDI-P.
Tak mengherankan pelantikan itu dilakukan dalam suasana tegang, takut massa PDI-P menyerbu. Gubernur Rizal Nurdin membantah pelantikan Abdillah dilakukan mendadak. "Tak ada yang mendadak. Semua berjalan seperti biasa," katanya. Soal Abdillah yang statusnya tersangka, menurut Rizal, tak menjadi masalah untuk dilantik. "Kalau nanti Abdillah terbukti bersalah, akan ada dampaknya. Tapi, semua itu urusan nanti setelah proses peradilan," katanya.
Kemenangan Abdillah sudah diperkirakan banyak pihak. Dekan FISIP Universitas Sumatra Utara, Subhilhar, kepada tabloid mahasiswa Suara USU terbitan akhir Maret menyatakan, yang menang orang yang punya duit paling banyak. Memang, Abdillah tergolong orang berada. Dalam daftar kekayaan yang disusun Sekretaris DPRD Medan, pengusaha kontraktor kelahiran Medan 45 tahun lalu itu memiliki 19 rumah yang tersebar di Medan, ratusan hektare tanah di Sumatra Utara dan Jawa Barat, serta 15 unit mobil dari yang mewah sampai pick-up.
Sarjana akuntansi Universitas Huria Kristen Batak Protestan ini dikenal sebagai pengusaha yang dekat dengan bekas wali kota Bachtiar Djafar. "Dia jadi besar karena dapat proyek-proyek dari Bachtiar," ujar sumber di kantor Wali Kota Medan. Namun, Abdillah membantah menyogok anggota dewan. "Yang saya lakukan hanyalah pendekatan yang bersifat kekeluargaan yang biasa dilakukan terhadap siapa saja warga Medan," katanya.
Bahkan, Abdillah menantang kejaksaan untuk memeriksanya. "Saya siap diperiksa dan siap untuk membuktikannya di pengadilan," katanya. Sayangnya, Kepala Kejaksaan Negeri Medan memilih tutup mulut saat ditanyai soal status tersangka Abdillah. "No comment," kata Jannes T. Siahaan.
Ahmad Taufik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo