Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

30 April 2024 | 11.18 WIB

Pasangan presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka hadir dalam rapat Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu Tahun 2024 di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu 24 April 2024. KPU menetapkan Prabowo-Gibran sebagai calon presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024 - 2029. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Pasangan presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka hadir dalam rapat Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu Tahun 2024 di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu 24 April 2024. KPU menetapkan Prabowo-Gibran sebagai calon presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024 - 2029. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Gelora menolak jika PKS bergabung dengan koalisi Prabowo Subianto di pemerintahan. Penolakan itu disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelora Mahfuz Sidik pada Senin, 29 April 2024. Alasannya, PKS selama masa kampanye Pilpres 2024 selalu melakukan serangan negatif secara masif kepada Prabowo-Gibran, terutama kepada Gibran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sejauh ini, PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung atau tidak di pemerintahan Prabowo, tetapi Sekjen PKS Aboe Bakar Alhabsyi sebelumnya memberi sinyal PKS akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo. Aboe menyebut PKS ingin berbuat sesuatu bagi bangsa Indonesia setelah dua periode berada di luar pemerintahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Namun Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mengatakan partainya tidak masalah untuk masuk koalisi atau menjadi oposisi pada pemerintahan mendatang.

"PKS punya pengalaman 10 tahun masuk koalisi di masa Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan 10 tahun menjadi oposisi di masa Pak Jokowi. Jadi oposisi enggak ada masalah, koalisi siap, kita lihat dinamikanya," kata Jazuli dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 29 April seperti dikutip Antara.

Anggota Komisi I DPR ini menyebutkan pilihan untuk menjadi koalisi atau oposisi setelah pilpres hanyalah persoalan teknis. Dia mengatakan PKS tidak pernah membatasi diri usai Pilpres 2024. Sebaliknya, partainya konsisten mendorong kerja sama dengan seluruh komponen bangsa dan kekuatan politik.

“Kami tidak pernah membatasi diri bekerja sama dengan siapa pun karena tidak mungkin membangun bangsa dan negara tanpa kerja sama. Kompetisi itu saat pemilu, kami tawarkan gagasan, kita adu gagasan. Tapi setelah pemilu maka kompetisi selesai, dan kita kembali satu tujuan yaitu membangun bangsa," ujarnya.

Sikap PKS Ditentukan Majelis Syura dan DPTP

Jazuli menuturkan sikap resmi PKS untuk menjadi koalisi atau oposisi akan ditentukan oleh musyawarah Majelis Syura dan Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP).

"Yang pasti, keputusan soal koalisi atau oposisi di PKS bukan selera personal, tapi keputusan musyawarah Majelis Syura dan DPTP, dan sifatnya dinamis sesuai derajat kemaslahatan dan kepentingan untuk rakyat," ucapnya.

Meski demikian, dia masih enggan membeberkan perihal waktu pelaksanaan musyawarah Majelis Syura dan DPTP sehingga meminta publik menunggu pengumuman sikap resmi PKS.

"Kapan waktunya? Tunggu saja toh pelantikan presiden dan wakil presiden masih bulan Oktober. Pada saatnya PKS akan mengumumkan positioning-nya," kata dia.

Jazuli menekankan komunikasi PKS dengan partai-partai politik lain untuk menjalin kerja sama di eksekutif maupun legislatif berjalan lancar.

"Termasuk dengan Pak Prabowo sebagai presiden terpilih hubungan PKS baik-baik saja dan memang sudah lama terjalin baik. Pimpinan PKS sudah biasa saling silaturahim," kata dia. 

PKS Disarankan Tak Gabung Koalisi Prabowo

Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, menyarankan PKS tidak bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran dan tetap berada di luar pemerintahan sebagai oposisi.

"Lebih baik dan bijak bagi PKS untuk memilih jalan jadi oposisi selama 5 tahun mendatang, ketimbang bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran," kata Bawono saat dihubungi Tempo pada Senin, 29 April.

Dia menilai posisi PKS sebagai oposisi akan penting dan krusial bagi kelangsungan mekanisme checks and balances dalam sistem presidensial di Indonesia. Dengan adanya oposisi, setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah akan memiliki feedback.

"Dengan demikian kebijakan yang dikeluarkan akan jadi yang terbaik karena memperoleh feedback dari oposisi," kata Bawono.

Di sisi lain, kata dia, PKS seharusnya memiliki sikap malu karena selama kampanye Pilpres 2024 kerap mengkritik Prabowo-Gibran. "Kalau PKS bergabung dengan pemerintahan ini, apakah PKS tidak punya rasa malu pada publik dan konstituen mereka?" ujarnya.

Adapun pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan keputusan PKS berada di luar pemerintahan akan menjadi kabar baik bagi demokrasi di Indonesia. Dia menyebutkan PKS dapat bersama-sama dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP mengkritik kebijakan pemerintah.

"Minimal 2 partai ini (PKS dan PDIP) akan jadi partai kritis yang selalu menyalak 5 tahun mendatang," kata Adi.

Dia menilai PKS dan PDIP bisa menjalin kerja sama yang baik sebagai oposisi. Seandainya kerja sama tak bisa dilakukan, PKS dan PDIP tetap bisa menjadi oposisi dengan posisi masing-masing menyesuaikan isu yang mereka kawal.

YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus