Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito mengungkap sepanjang 2024, ada puluhan orang dari unsur penyelenggara pemilu yang dikenai sanksi dan diberhentikan. Mereka yang diberhentikan berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang statusnya diberhentikan tetap (dipecat) ada 66 orang, sedangkan yang diberhentikan dari jabatannya saja ada 15 orang sepanjang 2024," kata Heddy saat menghadiri Forum Laporan Kinerja DKPP Tahun 2024 di Yogyakarta Jumat petang 13 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Heddy mengungkap, mereka yang statusnya diberhentikan secara tetap disebabkan karena melanggar berbagai aturan. "Seperti terlibat dalam manipulasi atau menggeser perolehan suara sehingga mengubah hasil pemilu, terlibat kasus suap, kasus asusila, serta pelanggaran hukum," kata dia.
Heddy membeberkan unsur penyelenggara yang diberhentikan tetap sebagian berlatar anggota partai politik. Pada saat proses seleksi, mereka lolos dan menjadi penyelenggara pemilu. Padahal seharusnya penyelenggara pemilu tak boleh berlatar anggota parpol.
Sedangkan kasus lainnya yakni suap yang dilakukan para penyelenggara pemilu. Kejadian itu, kata Heddy, kerap terdeteksi ketika sudah masuk proses penghitungan suara pemilu. "Upaya suap terjadi saat penghitungan suara, tapi ada juga yang dijanjikan sebelum penghitungan suara," imbuh dia.
Adapun kasus asusila oleh penyelenggara pemilu terjadi saat tahapan pemilu mulai padat yang melibatkan kalangan internal penyelenggara.
Heddy Lugito mengungkapkan sepanjang pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 telah menerima ratusan pengaduan, menyidangkan, juga memutus perkara-perkara dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara Pemilu. Kasusnya terjadi hampir di seluruh provinsi. "Kecuali Bali dan Kalimantan Tengah yang zero aduan," kata dia.
Ia merinci, dari awal tahun hingga awal Desember 2024, DKPP menerima 687 pengaduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP). Lima pengaduan terbanyak terjadi di bulan Maret sebanyak 98 aduan, Mei sebanyak 79 aduan, Oktober ada 73 aduan, April 72 sebanyak aduan dan November ada 72 aduan.
“Jadi kalau dirata-rata dalam setahun itu dalam satu hari kami bisa menerima dua atau tiga pengaduan yang dilaporkan masyarakat, partai politik, tim kampanye, bahkan sesama penyelenggara Pemilu," kata dia.
Dari 687 pengaduan tersebut yang menjadi perkara dan layak disidangkan hanya 283 saja di tahun ini. Sepanjang tahun 2024, DKPP telah memutus 220 perkara dari 302 perkara yang teregistrasi dengan jumlah Teradu sebanyak 983 penyelenggara Pemilu.
Sanksi diputus DKPP meliputi peringatan 253 kasus, peringatan keras 87 kasus, peringatan keras terakhir 23 kasus, pemberhentian sementara 5 kasus, pemberhentian dari jabatan 3 kasus, pemberhentian dari jabatan ketua 5 kasus, dan pemberhentian tetap 66 kasus serta ketetapan 42 kasus.
Sementera itu, 499 teradu dipulihkan nama baiknya karena tidak terbukti melanggar. Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo menuturkan pada tahun 2024 jumlah pengaduan dugaan pelanggaran kode etik yang diterima DKPP mengalami peningkatan signifikan.
"Dibanding tahun lalu, kasus yang diadukan pada 2024 ini meningkat lebih dari 100 persen dibandingkan dengan aduan sepanjang 2023," kata dia.
Saat Pilkada Serentak 2024, kata Dewi, aduan tertinggi terkait pelaksanaan kampanye ada 35 kasus yang di dalamnya kerap terjadi praktik politik uang. Peringkat kedua dan ketiga masing-masing tahapan pendaftaran pasangan calon dan penetapan pasangan calon.