Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Surabaya - Duka dan luka keluarga korban serangan bom bunuh diri Surabaya di tiga lokasi belumlah kering. Namun umat Katolik Keuskupan Surabaya telah memaafkan para pengebom.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami masih berduka, tapi kami sudah memaafkan dengan tulus. Kami juga mendoakan para pelaku yang jadi korban," kata Pastur Kepala Paroki Santa Maria Tak Bercela A. Kurdo Irianto, Minggu, 13 Mei 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Kurdo, duka akibat serangan bom bunuh diri di Gereja Santa Maria Tak Bercela di daerah Ngagel bukan hanya duka umat Katolik, tapi duka seluruh bangsa dan masyarakat Indonesia.
"Warga Surabaya harus tetap tenang. Kita harus tetap bersatu melawan teror. Kekerasan hanya menimbulkan korban jiwa," ujarnya.
Kurdo mengajak umat Katolik, khususnya di Surabaya, tidak mudah terprovokasi oleh isu apa pun. Cara terbaik menghadapi teror, kata dia, adalah dengan memberikan maaf yang tulus dan tetap berbuat baik.
Bagi Kurdo, maaf yang tulus adalah pintu untuk masa depan Indonesia yang lebih bermartabat. "Kekerasan tidak dibenarkan oleh ajaran agama mana pun," ucapnya.
Berdasarkan umat Katolik keuskupan Surabaya, serangan bom bunuh diri di Surabaya, terutama di Gereja Santa Maria Tak Bercela, terjadi pukul 07.15.
Lima orang jadi korban. Tiga jemaah gereja dan dua lainnya adalah pelaku. Ungkapan duka mendalam dikhususkan bagi Bayu. Tidak ada keterangan siapa dia. Namun disebutkan Bayu-lah yang menghadang sepeda motor milik pengebom. Bila tak dihadang Bayu, kemungkinan jumlah korban jiwa bisa lebih banyak.
MUSTHOFA BISRI