Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Hobi bermain gitar ikut mendorong Dosen di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) Harry Nuriman membuat gitar listrik yang unik. Dia membuat instrumen berdawai dengan mengadopsi bentuk trisula atau tombak bermata tiga. “Pengembangan yang ekstrem dari senjata menjadi nada, rasanya seru juga,” kata dia, Rabu 10 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harry menggarap gitar listrik enam senar berbentuk trisula itu melalui riset pada 2022. Tema besarnya tentang pelestarian kearifan lokal. Dana pengembangannya Rp 10 juta dari total Rp 50 juta hasil hibah untuk penelitian dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, trisula juga seperti keris, merupakan senjata yang sarat dengan filosofi dan kearifan lokal serta tergolong budaya tinggi. Menurut keyakina dalam Agama Hindu, trisula menjadi simbol trimurti dari tiga dewa yaitu Brahmana, Wisnu, dan Syiwa. Kemudian juga terkait dengan konsep waktu masa lalu, kini, dan masa depan. “Tapi nilai yang tinggi itu jadi hilang karena alatnya tidak bisa dipakai,” kata Harry.
Karena itu muncul idenya untuk membuat gitar dari bentuk trisula. Dari sekian jenis trisula, Harry menuturkan, yang cocok untuk dipakai sebagai model gitar listrik yaitu trisula Kerajaan Majapahit. Bagian tengahnya bisa menjadi badan gitar yang dilengkapi perangkat suara. "Desain badan gitar trisula ini tergolong sulit, di antaranya karena harus aman dan kuat ketika digunakan," kata Harry lagi.
Setelah bentuk dasarnya selesai dikerjakan dalam dua bulan, gitar berbahan kayu maple itu dicat warna emas agar mengesankan budaya adi luhung. Sementara pada bagian leher gitar diberi ornamen tradisional Kalimantan Timur. “Ujung gagang gitarnya sengaja tidak pakai kepala, jadi buntung seperti gitar Bang Haji Rhoma,” kata Harry.
Riset pada tahap uji pemakaian gitar trisula itu melibatkan lima orang responden. Mereka diantaranya orang yang tidak mengerti soal musik, kemudian pembuat gitar, musisi, dan penikmat musik. Hasilnya, Harry menilai kemampuan gitarnya sudah memuaskan. “Suaranya menurut saya bagus,” ujarnya.
Pembuatan gitar itu mengacu pada Technology Readiness Level (TRL) yang standar di ITB. Standar itu, menurut Harry, digunakan lembaga antariksa Amerika Serikat atau NASA untuk menguji sebuah produk yang belum pernah ada. “Apakah suatu benda layak atau tidak diproduksi,” ujarnya.
Berdasarkan standar yang mencapai 9 tingkatan itu, gitar trisula telah sampai level 8. Pengujiannya antara lain dari sisi ergonomis, biaya, kesiapan teknologi, pasar, dan uji coba di panggung yang disaksikan langsung oleh penonton.
Sejauh ini Harry telah memainkan gitar trisula karyanya itu di beberapa tempat, seperti di toko buku dan panggung musik kampus. Dia berduet dengan seorang dosen koleganya yang menjadi penyanyi sekaligus pemain perkusi.
Satu level yang belum terpenuhi terkait dengan harga. Misalnya, dibandingkan dengan sebuah gitar listrik ternama dari luar negeri yang seharga Rp 10 juta, gitar trisula masih di kisaran Rp 6,5 hingga 6,8 juta. Untuk itu Harry berharap ada investor atau produsen yang tertarik membeli lisensi gitar trisula untuk diproduksi massal, dan harganya terdongkrak. “Spesifikasi gitarnya sudah pasti hasil dari perhitungan terbaik dan ekonomis, hanya tinggal dibuat,” ujarnya.
Pilihan Editor: Diduga Serang BSI, Begini Indikasi Ransomware dan Mitigasinya