Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf meminta pimpinan Komisi I DPR untuk segera memanggil Panglima TNI Agus Subiyanto serta Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak. Hal ini berkaitan dengan keputusan TNI untuk memberikan izin prajurit militer aktif menduduki jabatan sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya mau minta Komisi I DPR memanggil Panglima TNI dan KSAD soal ini,” kata pria yang akrab disapa Aal tersebut kepada Tempo saat ditemui seusai mengisi kuliah di Aksi Kamisan pada Kamis, 13 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain para petinggi TNI, Al Araf juga kembali meminta Komisi VI DPR untuk melakukan pemanggilan terhadap Menteri BUMN Erick Thohir. Sebabnya, Erick juga ikut memberikan persetujuan BUMN sebagai lembaga publik untuk dipimpin oleh seorang anggota TNI yang masih aktif.
“DPR segera panggil Erick Thohir. Ini melanggar undang-undang, enggak bisa didiamkan,” ujarnya.
Menurut dia, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang TNI, seorang prajurit aktif tidak diperbolehkan untuk menduduki jabatan sipil kecuali telah memilih untuk pensiun dini. Al Araf juga menilai dasar keputusan tersebut yang hanya berasal dari nota kesepahaman (MoU) antara TNI dengan Kementerian BUMN bukan merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku.
“MoU itu bukan bagian dari tata peraturan undang-undang. Tata peraturan undang-undang kan UUD, undang-undang, PP, Kepres. MoU engga masuk,” ucap Al Araf kembali.
Perum Bulog memang diketahui baru saja memiliki Direktur Utama (Dirut) baru yang merupakan prajurit TNI aktif. Adalah Mayjen Novi Helmy Prasetya yang diberikan tugas oleh pemerintah untuk mengemban jabatan tersebut lewat kesepahaman (MoU) yang terjalin antara institusi TNI dengan Kementerian BUMN.
Hal tersebut yang kemudian dipandang oleh Al Araf sebagai suatu hal yang wajib diluruskan. Dalam hal ini, ia menganggap sudah menjadi fungsi DPR sebagai legislatif untuk melakukan fungsi pengawasan dan mengoreksi kesalahan yang terjadi saat ini.
“Sayangnya kan DPR tidak memiliki keberanian untuk mengkoreksi hal ini. Saya lihat DPR justru diam melihat persoalannya,” tutur Al Araf. “Pelan tapi pasti, rezim yang otoritarianisme akan hidup kalau kita membiarkan hal-hal yang melanggar undang-undang itu sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja, sesuatu yang tidak dikoreksi,” sambungnya.