Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Masa jabatan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bakal berakhir pada November mendatang.
Sejumlah anggota Komisi Pertahanan DPR telah menimbang dan memetakan calon pengganti Hadi Tjahjanto.
Mereka menyebutkan KSAL Yudo Margono dan KSAD Andika Perkasa berpeluang menjadi Panglima TNI.
JAKARTA — Sejumlah anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat menilai Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono dan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa berpeluang besar menjadi Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang bakal pensiun pada November mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Komisi Pertahanan, Bobby Adhityo Rizaldi, mengatakan dua kepala staf itu paling berpeluang jika merujuk pada prinsip bergiliran. "Yang paling berpeluang KSAL dan KSAD bila prinsip bergiliran. Tapi, kalau melihat kemampuan, semua kepala staf tentu mampu," kata Bobby kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Bobby, Andika lebih senior daripada Yudo. Namun Andika, yang lulusan Akademi Militer tahun 1987, akan pensiun pada 2022. Dengan demikian, pada tahun depan, Presiden Joko Widodo harus kembali mengangkat Panglima TNI yang baru jika saat ini Andika yang terpilih. "KSAL lebih junior, tapi bisa lebih lama memimpinnya," ujar Bobby. Yudo Margono merupakan lulusan 1988 dan akan pensiun pada 2023.
Politikus Partai Golkar ini menilai masa jabatan Panglima TNI akan terlalu singkat jika Andika yang terpilih. Imbasnya, menurut dia, akan berdampak pada organisasi militer. "Masa jabatan terlalu singkat untuk panglima dan kurang bagus untuk organisasi militer," katanya.
Laksamana TNI Yudo Margono (kiri) dan Marsekal TNI Fadjar Prasetyo di Istana Negara, Jakarta, 20 Mei 2020. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Bobby mengatakan kriteria yang diperlukan untuk menduduki kursi Panglima TNI adalah memiliki kemampuan dalam kepemimpinan perang tanpa deklarasi, seperti siber, nubika, dan perang proxy. Panglima saat ini, kata dia, tidak boleh hanya berkutat dalam rutinitas pengembangan kekuatan perang konvensional.
Pada periode saat ini, Bobby menambahkan, Panglima TNI harus mampu bersinergi dengan Menteri Pertahanan dengan menjadi rekan yang seimbang dan memiliki pemahaman bersama. "Sehingga, tidak akan ada kejadian bila Kemhan belanja alutsista, Panglima TNI tidak tahu atau tidak diikutsertakan, atau sungkan dengan Menhan-nya," kata Bobby.
Selain Yudo dan Andika, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Fadjar Prasetyo sebetulnya juga berpeluang menjadi Panglima TNI. Namun peluang Fadjar dinilai paling kecil karena berasal dari matra yang sama dengan Hadi Tjahjanto.
Anggota Komisi Pertahanan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Effendi Simbolon, mengatakan tidak ada kewajiban bagi Presiden untuk memberikan tongkat estafet Panglima TNI secara bergiliran. Menurut dia, di antara ketiga kepala staf, peluang Andika menjadi Panglima TNI cukup besar. Meski begitu, Effendi mengatakan para kepala staf yang lain berpeluang sama menduduki kursi panglima karena penunjukan calon Panglima TNI menjadi hak prerogatif Presiden Jokowi. "Tapi, kalau melihat kebutuhan TNI yang sangat mendesak, dari tiga matra, kepala staf yang punya kemampuan mumpuni, ya, Jenderal Andika Perkasa," ucap dia.
Anggota Komisi Pertahanan lainnya, Dave Laksono, mengatakan semua kepala staf memiliki kemampuan yang saling melengkapi. Ia yakin Presiden Joko Widodo memiliki standar sendiri untuk menentukan Panglima TNI yang akan menggantikan Hadi Tjahjanto. Pada saat kondisi pandemi seperti ini, Dave mengatakan, Presiden membutuhkan seorang panglima yang paham akan berbagai macam ancaman negara. "Domestic terrorism masih berlangsung, ancaman dari luar juga masih ada," ujarnya.
Dave menambahkan, kursi panglima membutuhkan figur yang bisa membangun moralitas prajurit era digitalisasi dan media sosial, melakukan modernisasi alat-peralatan pertahanan dan keamanan yang terus mendesak saat kondisi ekonomi masih sulit, serta bisa membangun komunikasi yang intens dengan semua elemen masyarakat. "Hal-hal itu yang menjadi tugas-tugas utama Panglima TNI ke depan," katanya.
Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI, Fadjar Prasetyo. tni-au.mil.id
Penasihat senior Kantor Staf Presiden, Andi Widjajanto, mengatakan Presiden Jokowi sudah mengetahui sosok yang dibutuhkan untuk menjadi Panglima TNI. Ia menilai ada dua hal yang bisa menjadi pertimbangan Jokowi dalam mencari pengganti Hadi Tjahjanto, yakni regenerasi dan rotasi antarmatra.
Regenerasi artinya Panglima TNI diisi oleh angkatan yang lebih muda. Hadi Tjahjanto adalah lulusan Akademi Angkatan Udara tahun 1986. Idealnya, kata Andi, Panglima selanjutnya berasal dari angkatan 1988 atau 1989. Laksamana Yudo Margono dan Marsekal Fadjar Prasetyo sama-sama lulusan 1988, sedangkan Jenderal Andika Perkasa lulusan Akademi Militer tahun 1987.
Mengenai pertimbangan rotasi, Andi mengatakan, Panglima TNI bisa berasal dari matra yang belum menjabat, yaitu dari Angkatan Laut. Sejak menjadi presiden, Jokowi baru dua kali mengangkat panglima, yakni Gatot Nurmantyo dari Angkatan Darat, yang menggantikan Moeldoko, juga dari Angkatan Darat; dan Hadi Tjahjanto dari Angkatan Udara. Belum pernah ada Panglima TNI dari Angkatan Laut. "Peluang terbesar dari sisi rotasi, Pak Yudo. KSAU sangat kecil. Baru setelah itu Pak Andika," kata Andi.
Secara jenjang karier, Andi menilai Yudo dan Fadjar ideal menjadi Panglima TNI karena pernah menjabat Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan. Namun, dari sisi kedekatan dengan Jokowi, Andika memiliki poin lebih karena pernah bertugas menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden pada era pertama pemerintahan Jokowi. Karier Andika pun cukup moncer pada masa pemerintahan Jokowi. "Itu menunjukkan tingginya kepercayaan Jokowi ke Andika," kata dia.
HUSSEIN ABRI | MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo