ADA marhabanan, ceramah agama, dan atraksi drum band. Ada pula Kiai As'ad Syamsul Arifin -- yang kini berusia 90 tahun -- dengan suaranya yang melengking nyaring membaca bait-bait Barzanji -- sebuah kitab riwayat hidup Nabi Muhammad. Lalu, keramaian 6.000 santri dalam peringatan "maulid Nabi" di pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Asembagus, Situbondo, itu ditambah dengan berkumpulnya para pedagang kaki lima dan kemeriahan umbul-umbul. "Ini memang tradisi yang tidak dipunyai pesantren lain," kata H. Zahrowi Musa, orang dekat kiai paling berpengaruh di NU itu. Ketidaklaziman lalu muncul. Bukan saja kalangan pesantren yang hadir pada acara itu, tapi Kiai As'ad juga mengundang Kepala BKKBN Pusat Haryono Suyono dan Pangab Jenderal L.B. Moerdani -- yang lalu ikut menyampaikan hikmah maulid. Maka, bukan hanya Barzanji yang ada dalam peringatan maulid nabi di pesantren Salafiyah Syafiiyah, pekan lalu, melainkan juga pernyataan politik mendukung pengangkatan kembali Soeharto sebagai presiden, dan keputusan betapa perlunya meningkatkan peran serta ulama NU dalam program KB. Menapa KB, Kiai? "KB sangat penting," ujarnya, mantap. "Warga NU wajib menyukseskannya." Sebuah pernyataan yang membuat senyum Haryono Suyono yang sengaja datang untuk menyampaikan sambutan pengarahan pada musyawarah ulama NU tentang peningkatan peran serta dalam program KB. Yang penting, menurut Kiai, "cari cara-cara yang gampang, asal sesuai dengan syariat Islam." Nah, satu soal selesai. Lalu soal kedua. Sekitar 500 ulama telah berkumpul di aula. Kiai As'ad duduk di kursi yang telah disediakan di panggung. Lalu, dari panggung itu Kiai As'ad berucap, "Mari kita doakan semoga Bapak Soeharto diberi limpahan taufik, hidayah, dan panjang umur oleh Allah swt. Dan marilah kita bertekad untuk berusaha semoga Bapak Soeharto tetap berkenan memimpin bangsa ini." Tepuk tangan pun bergemuruh. Ketika Kiai As'ad juga mengajak hadirin mengusulkan kepada MPR agar memilih kembali Soeharto sebagai presiden periode 1988-1993, tepuk tangan pun bergemuruh lagi. Mengapa Pak Harto lagi? Menurut Kiai As'ad, wujud pembangunan segala bidang selama kepemimpinan Presiden Soeharto tak bisa dipungkiri. "Apalagi bidang kehidupan beragama. Baik sekali." Diambilnya contoh keadaan organisasi NU sendiri. Pulihnya kondisi NU sekarang ini dinilainya "juga tak lepas dari jasa baik Presiden Soeharto". Karenanya, dengan tampak tulus Kiai As'ad menyampaikan pernyataan itu -- pada waktu yang berlainan -- baik kepada Haryono Suyono maupun Pangab Jenderal L.B. Moerdani. Bahkan Moerdani menyanggupi, "Akan saya sampaikan sendiri pernyataan ini kepada Pak Harto." Agaknya, bukan sekadar menerima pernyataan itu saja kedatangan Pangab Jenderal L.B. Moerdani untuk keempat kalinya di Sukorejo. Menurut sumber TEMPO, Kiai As'ad mengundang Moerdani adalah untuk memberi penjelasan agar ulama NU dan para pengurus pesantren tidak terombang-ambing oleh situasi politik menelang pemilu -- kendati, menurut Kiai, undangannya itu hanya untuk "silaturahmi ABRI dan ulama". Sumber tersebut menyebut adanya selebaran-selebaran di sekitar daerah Jember, dengan isi yang berbeda. Satu selebaran menyebut bahwa Kiai As'ad berdiri di belakang PPP. Sedang selebaran lain menyatakan bahwa Kiai As'ad mendukung Golkar. "Ini 'kan membingungkan umat," kata sumber itu. Untuk itulah Kiai As'ad mengundang orang tertinggi di militer tersebut. Malah secara terbuka Kiai juga mengungkapkan telah mendapat undangan dari Golkar untuk datang ke Jember, lalu pada kesempatan lain ia bersama tokoh-tokoh PPP. "Ya, saya datang saja, karena hanya diundang untuk makan." Ia menolak bila disebutkan bahwa kedatangannya ke acara Golkar atau PPP diartikan sebagai dukungan pada lembaga politik tersebut. Pangab Jenderal L.B. Moerdani tampak sangat paham akan apa yang dirasakan Kiai As'ad, dan warga NU. Mengaku selalu mengikuti perkembangan NU dengan cermat -- selaku Pangkopkamtib dan Panglima ABRI -- Moerdani melihat bahwa sikap dan pendirian NU selama ini oleh beberapa pihak banyak didramatisir, dibesarbesarkan, atau ditambah komentar-komentar. "Malah banyak dimanfaatkan oleh individu-individu tertentu," katanya yang disambut tepuk dan tawa riuh yang hadir. "Apabila ditanyakan pada saya apa sebabnya, saya akan menjawab dengan tegas saja: karena pemilu yang akan datang tinggal enam bulan lagi. Kalau tidak ada pemilu, tidak akan ada orang yang mau memanfaatkan NU." Segera disambut tepuk riuh lagi. NU, disebut Moerdani, secara organisatoris telah membebaskan diri dari keterikatannya dengan kekuatan sosial politik mana pun. Karenanya, secara tegas Moerdani menyebut agar warga NU memanfaatkan haknya, memilih kontestan yang dirasa paling sesuai dengan aspirasi masing-masing. "Kalau setuju P-tiga, coblos P-tiga. Setuju Golkar, coblos Golkar. Setuju PDI, coblos PDI." Tak ada pernyataan sejelas ini yang keluar dari kalangan ABRI, pada pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu makin dekat. "Maka, NU menurut istilah Pak Kiai menjadi lebih cantik. Menjadi lebih menarik, dan banyak pihak ingin merangkulnya," kata Moerdani. Ia menekankan agar lingkungan pesantren dan perguruan Islam dihindarkan dari kemungkinan dijadikan arena interes politik orang-orang tertentu. Karenanya, menghadapi berbagai macam gejolak, Moerdani mengingatkan agar warga NU tidak resah. Tidak gelisah. "Tapi ingat! Oknum yang memiliki interes politik bisa datang dari mana saja. Termasuk dari dalam NU sendiri." Lengking pembacaan Barzanji oleh Kiai As'ad masih serasa terdengar. "Saya punya kesan kehadiran Pak Benny ini bisa memberi petunjuk soal keamanan-keamanan menjelang pemilu," kata Kiai As'ad. Choirul Anam & Zaim Uchrowi (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini