KALAU ada anak sekolah yang nakal dan suka berkelahi, tak jarang mereka digiring ke kantor polisi, digunduli atau ditahan. Tapi kalau ada polisi yang nakal, bertabiat "sangat buruk", mereka akan digiring ke sekolah. Sekolah buat polisi yang dimaksud adalah untuk memperbaiki perilaku mereka yang tak terpuji. Ini adalah kiat Kepala Polda Jawa Timur Mayjen Pol Emon Rivai Aganata untuk memperbaiki citra polisi yang dicoreng oleh anggotanya. "Kan kita ingin semua polisi berperilaku baik," katanya kepada TEMPO. Upaya "menyekolahkan" kembali polisi yang berperilaku tercela itu muncul setelah ia mengevaluasinya sejak delapan bulan lalu, sesudah ia diangkat menjadi Kapolda. Ia melihat sanksi yang dijatuhkan selama ini, seperti peringatan keras dan hukuman, kurang efektif. "Nyatanya pelanggaran masih saja ada," katanya. Untuk mengetahui seorang polisi baik atau tidak, Emon membuat empat kriteria tabiat polisi: sangat baik, baik, buruk, dan sangat buruk. Polisi yang "sangat buruk", kata Emon, harus diberesi. "Mereka ini akan saya panggil. Masih mau jadi polisi terus atau barangkali sudah bosan," katanya. Polisi kategori ini antara lain suka melalaikan tugas, pernah dihukum karena desersi atau tindak pidana lain, dan masih saja membandel mengutip di jalanan. Dari evaluasinya, di seluruh Ja-Tim, ada 200 polisi yang "sangat buruk". Mereka akan dikumpulkan akhir bulan ini atau awal Desember. "Akan saya mintai ketegasan, masih ingin jadi polisi atau tidak. Jika masih, saya minta jaminan, bukan cuma ngomong ya...ya...," katanya. Nah, yang masih mau jadi polisi, digiring ke sekolah itu. Lama pendidikan sekitar tiga bulan di Sekolah Polisi Negara Mojokerto. Di sana mereka diajari mulai baris-berbaris sampai bagaimana seharusnya berperilaku baik. Dari 200 polisi "sangat buruk" itu sebagian besar memang tamtama dan bintara, lulusan SD dan SMP. "Tapi saya kira bukan karena pendidikan sebelumnya, lebih berkaitan dengan sikap mental yang dibawanya. Sudah ada benih-benihnya," katanya. Emon menemukan 200 polisi "sangat buruk" itu dari evaluasi yang dilakukan atasan mereka yakni para Kepala Polsek, Polres, Polwil. Jumlah itu sebetulnya tak seberapa dibandingkan dengan 23 ribu polisi di Ja-Tim. Dari pengamatannya, salah satu penyebab polisi nakal adalah faktor ekonomi. "Kalau kepingin gaji tinggi, ya, cari pekerjaan yang gajinya lebih besar." Sebagian besar jajaran polisi Ja-Tim, berdasarkan "rapor" dan kinerjanya, masuk tiga kategori di atas "sangat buruk". "Sangat baik" bila polisi itu taat perintah, bertanggung jawab, kreatif, dan profesional. "Yang masuk kategori ini sangat sedikit. Kalau tak tercemar "polusi", mereka akan jadi pimpinan di masa depan," katanya. Sedangkan polisi "baik" - jumlahnya terbesar - adalah yang sedang-sedang saja. Tugas beres, tapi kurang kreatif. Berikutnya adalah "polisi buruk" yakni mereka yang suka lalai tugas, lalai perintah, dan menomorsatukan kepentingan pribadi. Inilah kiat Emon mendandani citra polisi, menghapus si "sangat buruk" rupa. AM dan Zed Abidien (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini