MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan membuka lembaran baru hubungan Indonesia dengan Belanda. Sebuah memorandum of understanding (MOU) kerja sama pendidikan dan kebudayaan ditandatangani Fuad dan Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Belanda J.M.M. Ritzen Sabtu dua pekan lalu di Den Haag. Sejak Indonesia memutuskan menolak bantuan Belanda, 25 Maret silam, inilah kerja sama pertama yang "menyangkut dana". Setelah penandatanganan tadi akan ada pertukaran pelajar, mahasiswa, dan kerja sama penelitian. Kedua pihak sepakat untuk mengevaluasi perjanjian kebudayaan tahun 1968. Pokoknya, ujar Fuad Hassan, "Kalau dulu makan di restoran ada yang bayar, sekarang bayar sendiri-sendiri. Tapi tetap bisa makan sama-sama kan." Dalam kaitan dengan bayar sendiri itu Menteri Ritzen mulai Desember mendatang menyiapkan anggaran sebesar lima sampai sepuluh juta gulden untuk kerja sama penelitian. Kata Menteri Ritzen, dana tadi akan disalurkan tiap tahun untuk menunjang program beasiswa maksimum untuk 120 bulan. "Dan pihak Indonesia juga akan menyediakan beasiswa untuk jumlah dan periode yang sama," ujar Fuad Hassan. Pokoknya, bantuan ini sifatnya resiprositas atau timbal balik. Maksudnya, pengiriman mahasiswa dari Belanda ke sini akan ditanggung pihak Belanda dan sebaliknya. Kedua pemerintah tampaknya hati-hati dalam soal dana ini. Menurut Menteri Moerdiono, dalam MOU itu sebetulnya ada keinginan untuk memberikan perkecualian buat biaya belajar. Pemerintah Indonesia menolak usulan ini. Alasannya, ujar Moerdiono, "Nanti dikira Indonesia sudah mau menerima bantuan Belanda lagi." Sebelum Peristiwa 25 Maret, dana beasiswa dan riset ilmiah dari Belanda sebagian besar datang dari Kementerian Kerja Sama dan Pembangunan yang dipimpin Jan P. Pronk, yang dianggap Indonesia terlalu banyak mencampuri urusan intern di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini