Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mengkritik perguruan tinggi dan pemerintah yang membiarkan plagiarisme oleh sejumlah rektor di kampus negeri. KIKA curiga praktek plagiarisme justru dilindungi, baik oleh pemerintah maupun pihak kampus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Plagiarisme bukan hanya sekedar ketidakjujuran profesional atau pribadi, tapi lama-lama bersistem, bahkan kadang ketidakjujuran ini dilindungi,” kata Koordinator KIKA, Herlambang Wiratraman dalam diskusi daring, Kamis, 4 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Herlambang menduga praktek plagiat tak hanya dilindungi oleh pihak universitas, bahkan negara. Padahal, kata dia, seharusnya negara mendorong iklim kebebasan akademik dan integritas akademis. Dia curiga pembiaran itu bukan tanpa alasan. “Dalam perkembangannya fenomena itu bukan cek kosong,” kata dia.
Ketua Pusat Studi HAM Universitas Airlangga ini mengaitkan fenomena itu dengan banyaknya pejabat pemerintah dan politikus yang mendapatkan gelar profesor dan doctor honoris causa.
“Menulis enggak, berdebat akademis enggak, tetapi tiba-tiba dapat gelar kehormatan,” kata dia. Dia mengatakan, meski pemberian gelar kehormatan itu merupakan hak kampus, namun seharusnya pemberian gelar itu dilakukan secara lebih cermat dan hati-hati.
Herlambang mengatakan itu untuk merespon sejumlah kasus dugaan plagiarisme yang dilakukan oleh rektor. Majalah Tempo edisi 30 Januari 2021 menulis laporan mengenai dugaan swaplagiarisme yang dilakukan oleh Rektor Universitas Sumatera Utara Muryanto Amin. Swaplagiarisme merupakan tindakan memakai kembali karya sendiri tanpa memberi tahu karya aslinya.
Selain rektor USU, Tempo juga menulis dugaan plagiarism yang dilakukan oleh Rektor Universitas Negeri Semarang Fathur Rokhman dan Rektor Universitas Halu Oleo Muhammad Zamrun Firihu.
Fathur membantah melakukan plagiarisme. Dia mengatakan memiliki semua dokumen yang menunjukkan perkembangan penulisan disertasinya. “Tuduhan tersebut secara hukum tidak terbukti dan dinyatakan selesai,” kata dia. Sementara itu, Zamrun mengatakan tim independen dari kementerian sudah memeriksa naskahnya dan dinilai tak ada kemiripan dengan artikel lain. Rektor USU Muryanto pun membantah bahwa ia plagiat.