Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudriset) menyelenggarakan puncak acara Festival Kurikulum Merdeka pada Selasa, 27 Juni 2023. Digelar secara hybrid, acara tersebut dihadiri oleh Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim, perwakilan pelajar, orang tua, pejabat dari Kementerian Pendidikan, dan perwakilan pemerintah daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siswi SMA Negeri 3 Penajam Paser Utama Sabrina Ramadhani mengatakan setelah mendapat Kurikulum Merdeka di sekolahnya, dia bisa mengembangkan minat dan kapasitas yang ada dalam dirinya. Salah satunya adalah kemampuan public speaking.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu, kata dia, karena di setiap akhir pembelajaran terdapat sesi refleksi yang mengharuskan siswanya untuk bercerita di depan kelas.
“Refleksi di depan kelas membutuhkan public speaking yang bagus. Sebenarnya saya gak terlalu pandai public speaking. Namun, dengan adanya Kurikulum Merdeka mengharuskan saya untuk melakukan itu," ujar Sabrina.
Tidak hanya bermanfaat bagi murid, orang tua siswa juga merasakan manfaatnya. Sri Rahayu yang merupakan orang tua siswa mengatakan Kurikulum Merdeka membuat dirinya tak repot membeli buku hingga membantu anak mengerjakan segudang pekerjaan rumah.
"Anak-anak tidak terbebani dengan PR yang menumpuk dan tidak perlu repot memfasilitasi buku karena sudah disediakan e-book dari Kementerian Pendidikan," ujarnya.
Sri mengatakan anaknya kini mengaku jadi lebih senang ketika belajar di sekolah. Sebab, anaknya tak lagi dibebani dengan berbagai padatnya materi hafalan maupun tugas berlebih yang mesti dikerjakan. "Setiap pulang sekolah kalau ditanya senang atau tidak belajar, dia selalu bilang 'senang'," ujarnya.
Adapun dalam sambutannya, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim menjelaskan Kurikulum Merdeka hadir guna menuntaskan persoalan krisis pembelajaran yang diperparah learning loss akibat pandemi Covid-19. Dengan berfokus pada materi pembelajaran yang lebih esensial, menyenangkan, dan relevan, Kurikulum Merdeka sudah diterapkan di 70 persen satuan pendidikan.
“Setiap anak Indonesia berhak untuk mendapatkan pembelajaran yang jauh lebih berkualitas, jauh lebih menyenangkan, dan jauh lebih bermakna,” kata Nadiem.
Nadiem meyakini prinsip Kurikulum Merdeka yang adaptif dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi sesuai dengan kondisi satuan pendidikan. Sehingga, guru dapat leluasa untuk menciptakan pembelajaran serta berfokus pada kebutuhan murid. Adapun 2,6 juta guru terlah mengakses platform Merdeka Belajar.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementrian Pendidikan Iwan Syahril mengatakan Kurikulum Merdeka merupakan problem solving sistem pembelajaran. Iwan menjelaskan jika tetap menggunakan Kurikulum 2013 maka butuh waktu lebih lama untuk mengentaskan persoalan learning loss.
Namun, jika menggunakan Kurikulum Merdeka, hal itu dapat diatasi lebih cepat karena Kurikulum Merdeka yang fleksibel, adaptif, dan sudah disederhanakan. "Kurikulum Merdeka ini guru diberikan keleluasaan dan fokus terhadap muridnya," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, Anindito Aditomo, mengatakan perubahan ke Kurikulum Merdeka dari Kurikulum 2013 hanyalah permulaan. Hal itu, kata dia, merupakan awal dari proses untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
“Jangan sampai perubahan kurikulum berhenti pada formalitas dan status administratif belaka,” tegas Anindito.
Pilihan Editor: Saingi ChatGPT, Google Luncurkan Teknologi AI Gemini