Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Gugatan empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk menghapus aturan ambang batas atau presidential threshold dikabulkan Mahkamah Konsititusi atau MK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gugatan untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden diajukan mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Pemerhati Konstitusi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka mengajukan gugatan tersebut karena melihat jalan anak mantan presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden pada pemilu 2024, lewat putusan MK.
"Jadi saat mau mengajukan judicial review undang-undang pemilu itu, kami melihat, kalau sebagai pemilih kan tidak bisa karena tidak punya legal standing ke Mahkamah Konstitusi," kata Enika Maya Octavia, salah satu mahasiswa UIN Yogyakarta yang mengajukan gugatan pada Jumat 3 Januari 2025.
Pilihan editor: Alasan Mahasiswa UIN Yogya Tak Gugat Presidential Threshold Sebelum Pilpres 2024: Tekanannya Kuat
Para mahasiswa UIN itu pun sempat pesimistis saat mau mengajukan gugatan. Namun, di tengah jalan muncul putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan Almas Tsaqibbirru, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa).
Saat itu Almas mengajukan judicial review terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK yang kala itu masih dipimpin ipar Jokowi, Anwar Usman. Gugatan Almas berkaitan dengan syarat usia capres-cawapres yang membuka jalan bagi Gibran menjadi cawapres meskipun belum berusia 40 tahun.
Usai putusan itu, Anwar Usman dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat oleh Mahkamah Kehormatan MK. Usman pun dicopot dari jabatanya sebagai ketua MK.
Para mahasiswa UIN Yogyakarta itu pun kembali optimistis mengajukan gugatan. Karena dalam putusan yang diajukan Almas Tsaqibbirru itu pemilih ternyata bisa mempunyai legal standing.
"Munculnya putusan MK nomor 90 itu menunjukkan bahwa pemilih juga bisa punya legal standing. Akhirnya kami mulai menyusun dan menulis permohonan gugatan itu," ujar Enika.
Meski menemukan celah, Enika melanjutkan, mereka sempat kembali pesimistis gugatannya akan dikabulkan. Hal ini tak lepas dari 32 gugatan serupa soal ambang batas ini yang tak diterima MK.
"Jujur saja, kami awalnya memang tidak optimistis gugatan itu dikabukan," ujar Enika.
Apalagi gugatan tersebut merupakan pengalaman pertama mereka beracara di MK. "Kami baru pertama kali membuat draf permohonan yang asli. Bahkan, saat draf permohonan tersebut dibaca berulang kali, kami merasa 'kok masih jelek ya?'," katanya.
Selain itu, Enika dan kawan-kawannya juga merasa peluang untuk sidang dilanjutkan ke pokok permohonan sangat kecil.
"Saat sidang kan semua dikuliti oleh hakim Mahkamah Konstitusi, kami terus merasa peluangnya untuk lanjut ke sidang pokok permohonan sangat kecil, tapi alhamdulillah terus berlanjut sampai akhirnya dikabulkan," kata dia.
Enika menuturkan sempat berdiskusi dengan komunitas di kampusnya, Komunitas Pemerhati Konstitusi, soal peluang gugatan itu.
Dari diskusi tersebut, sembilan orang menilai jika permohonan yang mereka ajukan bakal ditolak. Hanya delapan anggota komunitas yang masih yakin permohonan akan dikabulkan.
"Jadi kami pribadi merasa tidak ada peluang karena gugatan ini implikasinya besar, bisa mengubah peta perpolitikan di Indonesia," kata dia.
Rekan Enika yang turut mengajukan gugatan, Rizki Maulana Syafei, mengatakan proses gugatan yang diajukan itu menjadi pelajaran berharga bagi timnya.
"Ketika masyarakat saat itu dihebohkan dengan fenomena putusan nomor 90 (yang meloloskan Gibran), saat ini dengan putusan ambang batas ini kami berharap bisa membawa angin segar, kemenangan bagi masyarakat Indonesia," kata dia.
Dihapuskannya ketentuan soal ambang batas, kata Rizki, akan membuat publik mempunyai banyak alternatif calon presiden dan wakil presiden pada masa datang. "Masyarakat luas sebagai pemilih mempunyai hak untuk memilih calon-calon yang nantinya akan maju," kata dia.
Pilihan editor: Gus Yahya Anggap Inisiator MLB NU Orang-orang Nganggur