INSYA Allah, Presiden Soeharto akan menunaikan ibadah haji tahun ini. Itu harapan Dr. Muhammad Abduh Yamani, ketua Yayasan Sosial Islam "Iqra", lembaga kemanusiaan swasta Saudi. Pekan lalu, atas nama pemerintah Saudi, ia mengundang Pak Harto menunaikan ibadah haji yang tahun ini merupakan "haji akbar" karena saat wukuf di Arafah, 21 Juni, jatuh hari Jumat. Presiden menerima baik undangan itu dan mempertimbangkannya. Yamani juga menyampaikan kabar gembira: pemerintahnya akan menyampaikan santunan bagi ahli waris 631 korban terowongan Al-Mu'aishim yang terjadi pertengahan tahun lalu. Santunan sebanyak 4.000 dolar AS (sekitar Rp 7,5 juta) untuk setiap korban itu akan disampaikan bulan depan. Departemen Agama juga akan memberi beasiswa bagi para yatim piatu korban, dan membangun "monumen" berupa rumah sakit di empat kota embarkasi (Medan, Jakarta, Surabaya, Ujungpandang) masing-masing bernilai sekitar Rp 2 milyar. Sebelumnya, santunan serupa juga pernah disampaikan. Ahli waris korban asal Jawa Timur, misalnya, menerima Rp 1,5 juta dari Gubernur Ja-Tim dan Rp 1,5 juta lagi dari berbagai organisasi dan perusahaan. Tragedi al-Mu'aishim dan krisis Teluk -- juga naiknya ONH jadi Rp 6 juta alias hampir 13% -- mungkin tak mengurangi minat menunaikan ziarah ke Tanah Suci, karena haji tahun ini adalah haji akbar. Para calon agaknya menunggu sampai 15 Januari, deadline bagi Irak untuk hengkang dari Kuwait. Tapi minat umrah memang berkurang. Setelah 110 jemaah umrah pertama Tiga Utama berangkat 24 Desember lalu, saat ini belum ada rombongan lain yang berangkat. Rombongan kedua akan berangkat 28 Januari, "tapi jadi tidaknya tergantung situasi 15 Januari," ujar Salim Bahanan, staf Tiga Utama. Dengan tarif 2.250 dolar AS, kini sudah terdaftar 50 orang. Kalaupun perang pecah, menurut Menteri Munawir, "Kita akan menunda haji." Sebab, seperti disyaratkan dalam Quran, ibadah haji wajib ditunaikan bila yang bersangkutan mampu, sementara jalannya pun aman. Dalam sejarah, dua kali ulama Indonesia berfatwa menunda haji, pada 1945 dan 1949, ketika perjalanan haji lewat laut terhalang oleh pasukan Belanda. Meski perang mulai membayang, pemerintah Saudi sudah siap menerima jutaan jemaah haji dari seluruh dunia. "Keadaan di Jedah, Mekah, dan Medinah aman dan tenteram. Kalaupun perang pecah, itu terjadi di perbatasan Irak-Saudi, yang jaraknya dari Tanah Suci sekitar 2.000 km," kata Dubes Saudi, Talaat Amin Hamdi. Pemerintah Saudi juga terus mengusahakan fasilitas bagi jemaah, misalnya membangun beberapa terowongan, termasuk terowongan baru di al-Mu'aishim: satu terowongan untuk berangkat dan sebuah lagi dilewati sepulang dari melempar jumrah. Menurut Menteri Munawir, terowongan yang dibangun atas usul tertulis Presiden Soeharto itu akan disebut "Terowongan Indonesia". Tahun ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah pelayanan haji, para petugas asal ABRI akan dilibatkan untuk mengamankan para jemaah. Kelak, rombongan jemaah yang melewati terowongan, misalnya, akan dikawal "pagar betis". Dalam rapat koordinasi antar departemen yang pertama Senin lalu di Departemen Agama, memang belum diputuskan berapa personel militer yang akan diikutsertakan. Sebab, tim yang mempelajari medan baru akan berangkat awal bulan depan. Hal baru lainnya: mulai tahun ini semua jemaah haji diasuransikan oleh Garuda. Tarifnya 60 dolar AS untuk sekali terbang. Selama ini para jemaah memang tak mengenal asuransi. Tapi sudah beberapa tahun ini Bank Bumi Daya dan Bank Rakyat Indonesia membuka asuransi bagi jemaah haji. Tahun lalu, misalnya, BRI menerima pembayaran asuransi 39.800 jemaah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini