Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Balikpapan -Ratusan ibu-ibu dari berbagai kelompok menggelar demo mendukung beroperasi kembali layanan angkutan online di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Selasa 17 Oktober 2017. Mereka membawa berbagai peralatan masak seperti panci dan penanak nasi sebagai presentasi hajat hidupnya terganggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ibu-ibu ini menyampaikan aspirasinya di kantor DPRD Balikpapan yang sedang menggelar rapat paripurna bersama Pemkot Balikpapan. Pengamanan kepolisian tetap dilakukan meskipun tidak seketat aksi aksi demo massa mahasiswa maupun kelompok masyarakat lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya terlihat belasan personel kepolisian yang menjaga agar aksi demo berjalan lancar. Aparat Satpol PP Balikpapan juga turut mengawasi jalannya aksi dari dalam Kantor DPRD Balikpapan.
Satu perwakilan demonstran, Chita Wijaya mengatakan, layanan transportasi online sudah menjadi kebutuhan warga Balikpapan. Menurutnya, layanan sistim transportasi ini memberikan kenyamanan para penggunanya dalam segi kualitas kendaraan hingga transpransi tarif terjangkau masyarakat.
“Berguna bagi pelajar dan para wanita dari kerawanan pelecehan seksual di transportasi umum,” tuturnya.
Selain itu, Chita menyebutkan, keberadaan transportasi online mendukung perkembangan industri usaha kecil menengah masyarakat. Layanan Go-Food, menurutnya memudahkan industri kecil memasarkan barang dagangannya.
“Berguna bagi industri rumahan milik ibu rumah tangga lewat jasa pengiriman pada konsumen,” ujarnya.
Chita berpendapat, pemerintah daerah harus membiarkan konsumen menentukan pilihannya sendiri dalam mempergunakan layanan transportasi online atau konvensional. Pemerintah daerah hanya berkewajiban melindungi hak hak konsumen yang selama ini tidak diberikan transportasi konvensional.
“Apalagi mayoritas driver transportasi online Balikpapan adalah perempuan yang kerap diintimidasi sopir transportasi konvensional,” imbuhnya.
Sehubungan itu, Chita meminta Pemkot Balikpapan membatalkan pelarangan layanan transportasi online di masyarakat saat ini. Dia menyebutkan, pemerintah daerah harus memberikan kemudahan dalam pengurusan izin operasional transportasi online di Balikpapan.
“Pemerintah daerah tidak boleh pilih kasih dalam melindungi transportasi online dan konvensional. Selama ini warga tidak memperoleh kenyamanan dari transportasi konvensional sehingga biarkan konsumen menentukan pilihannya sendiri,” tegasnya.
Sepekan silam, Pemkot Balikpapan Kalimantan Timur menutup sementara operasional transportasi online seperti Gojek, Grab dan Uber. Penutupan ini menyusul desakan sopir transportasi konvensional menuntut pembekuan seluruh layanan online Balikpapan.
“Kami akan melaksanakan kewajiban penindakan layanan transportasi online Balikpapan,” kata Kepala Dinas Perhubungan Balikpapan, Sudirman Djayaleksana.
Sudirman mengatakan, Pemprov Kaltim sudah menerbitkan surat pembekuan sementara layanan transportasi online pada bulan September 2017. Pemprov Kaltim yang berwewenag menerbitkan perizinan layanan transportasi online di wilayahnya.
“Kita akan melakukan putusan surat Gubernur Kalimantan Timur penutupan sementara hari ini, karena memang sesuai kewenangan bahwa taksi online ini seluruh perijinannya ada di provinsi,” ujarnya.
Aparat Balikpapan mendatangi kantor perwakilan transportasi online serta memintanya agar menghentikan aktivitasnya. Mereka meminta layanan transportasi online meminta seluruh perizinan sudah menjadi ketentuan pemerintah.
“Semua angkutan berbasis online di Balikpapan, jadi hari ini kita akan melaksanakan surat tersebut. Kami bersama satpol PP, kepolisian dan DPRD secara bersamaan untuk menyampaikan hal ini kepada masing-masing manajemen taksi online,” ujarnya.
Sehari lalu, para sopir transportasi konvensional menggelar aksi massa penutupan layanan transportasi online Balikpapan. Aksi massa ini menjadi demonstrasi ketiga kalinya dilakukan menuntut pembekuan layanan online di Balikpapan.
Aksi massa digelar di Kantor Wali Kota maupun DPRD Balikpapan membawa spanduk dan orasi penyampaian tuntutan. Selama setengah hari, layanan transportasi konvensional lumpuh untuk mengikuti aksi massa di kantor pemerintahan Balikpapan.
Para sopir mengaku pendapatan harian mereka terpangkas menyusul keberadaan layanan online Balikpapan. Pendapatan sopir Balikpapan menjadi Rp 20 ribu per hari dari biasanya mencapai Rp 120 ribu per hari.
Mereka meminta aparat daerah mengawal proses penghentian layanan transportasi online di lapangan. Mereka meminta penindakan bagi transportasi online masih beroperasi di Balikpapan.
Para sopir Balikpapan enggan main hakim sendiri kala mendapati pengendara transportasi online di lapangan. Mereka menyadari konsekwensi hukum bila melakukan melakukan aksi pidana.
“Kita tidak akan gegabah main hakim sendiri kita laporkan , kita catat nomor plat nya, kalau perlu orangnya kita foto baru kirim ke kepolisian , biar kepolisian yang berwenang,” ujar salah seorang peserta demo.
Bulan Februari lalu, Dinas Perhubungan Balikpapan sudah menutup layanan operasi transportasi online setempat. Dinas Perhubungan Balikpapan memasang pengumuman larangan operasi Gocar di kantor Go-Jek setempat.
Saat itu, aparat meminta manajemen memenuhi ketentuan perizinan sesuai dengan Undang Undang Transportasi Darat. Salah satu ketentuannya adalah spesifikasi kendaraan bermotor roda empat bagi masyarakat.
Pengoperasian layanan online disebut sebut belum memenuhi ketentuan diatur dalam undang undang. Hal ini dinilai memicu gejolak di antara perusahaan transportasi umum konvensional lainnya.
Pemerintah daerah meminta layanan online menghentikan mitra baru layanan tranportasi online. Masyarakat diminta tidak menggunakan jasa layanan hingga melengkapi syarat perizinan.
Namun demikian, fakta di lapangan layanan transportasi online tetap beroperasi di Balikpapan. Beberapa masyarakat Balikpapan memang lebih memilih layanan transportasi online dibandingkan transportasi konvensional.
Warga Balikpapan beralasan transportasi online memiliki keunggulan dibandingkan transportasi konvensional diantaranya soal kepastian tarif hingga kualitas kendaraan. Selama ini, warga mengeluhkan soal transparansi tarif transportasi konvensional hingga kualitas kendaraan yang di bawah rata rata.