Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau (PBNU) Yahya Cholil Staquf, menjelaskan persiapan lembaganya saat akan mendapatkan izin wilayah usaha pertambangan dari pemerintahan Presiden Joko Widodo. Gus Yahya –sapaan Yahya Cholil Staquf—mengatakan pihaknya sudah menyiapkan konsep untuk mendapatkan konsesi tambang dari pemerintah sejak dua tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di samping itu, kata dia, PBNU juga sudah membuat perusahaan berbentuk perseroan terbatas atau PT sebagai pemegang konsesi pertambangan itu nantinya. Perusahaan tersebut bergerak di bidang pertambangan. Penanggung jawab perusahaan akan diserahkan kepada Gudfan Arif, Bendahara Umum PBNU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami sudah bikin PT-nya dan penanggung jawab utamanya adalah bendahara umum dan juga pengusaha tambang,” kata Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juni 2024.
Gudfan merupakan seorang pengusaha tambang. Ia memiliki perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas, pertambangan, dan telekomunikasi. Ia juga merupakan putra pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, KH Abdul Ghofur.
Hingga saat ini Gus Yahya belum mengetahui lokasi konsesi tambang yang akan diberikan pemerintahan Presiden Jokowi ke PBNU. Tapi setelah mengetahui lokasi konsesi tambang tersebut, pihaknya akan mengajukan penawaran ke pemerintah. "Nanti akan kami tawar, ya. Kan ini soal tawar-menawar juga," kata dia.
Pemberian izin konsesi tambang kepada PBNU ini berawal dari janji Presiden Jokowi saat muktamar Nahdlatul Ulama pada Desember 2021. Saat itu, Jokowi berjanji akan membagikan izin usaha pertambangan, baik tambang batu bara, nikel, maupun tembaga kepada Nahdlatul Ulama.
Presiden Jokowi merealisasikan janji tersebut dengan jalan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024 pada 30 Mei 2024. Pasal 83A Peraturan Pemerintah ini mengatur perberlakuan penawaran prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) buat organisasi masyarakat maupun organisasi keagamaan.
Ketentuan tersebut sesungguhnya soal sejumlah kalangan. Sebab ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tersebut bertentangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara. Pasal 75 UU Minerba mengatur bahwa hanya Badan Usaha Milik Nasional (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dapat diperioritaskan untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Gus Yahya merespons positif kebijakan pemerintah tersebut. Ia mengatakan NU membutuhkan konsesi tambang untuk membiayai berbagai program dan infrastruktur milik nahdliyin –sebutan warga NU.
Infrastruktur tersebut di antaranya pesantren dan taman kanak-kanak. Saat ini NU memiliki sekitar 30 ribu pesantren dan ribuan TK. Sebagian guru di pesantren dan TK tersebut hanya digaji sekitar Rp 150 ribu per bulan untuk setiap orangnya.
"Kondisi kayak gini yang membuat kami butuh sekali untuk membuat perusahaan baru yang dijamin, pemasukannya untuk rekening organisasi, bukan individu," kata Gus Yahya. "NU butuh apapun yang halal yang bisa menjadi sumber revenue untuk pembiayaan organisasi."
Pilihan Editor : Alasan PBNU Terima Izin Tambang