Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak meminta Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang baru, Yahya Cholil Staquf memenuhi janjinya untuk menjaga NU dari kepentingan politik praktis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam mengingatkan, Gus Yahya harus menunaikan janjinya kepada PWNU, PCNU, dan PCINU, yaitu memimpin NU yang netral dan independen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Orientasi Khitah 1926 menjadi janji politik yang harus dipenuhi Kiai Yahya. Namun, PBNU tetap memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga arah politik dan demokrasi di Indonesia dengan memainkan peran strategis dalam konteks politik kebangsaan,” kata Umam, seperti dikutip dari Antara. “NU tidak boleh terjebak dalam politik praktis".
Khitah 1926 merujuk pada komitmen bersama untuk menjaga NU agar tetap sesuai dengan semangat saat organisasi itu didirikan pada 1926, yaitu tidak terjebak pada politik praktis, tetapi menerapkan politik kebangsaan dan keumatan.
Sebelum terpilih menjadi Ketua Umum PBNU, Yahya berjanji akan mengembalikan tujuan NU kepada khittah-nya. Ia menegaskan, tidak akan ada lagi calon presiden atau wakil presiden dari PBNU pada Pemilu 2024. "Saya tidak mau ada calon presiden dan wakil presiden dari PBNU," kata Yahya, Ahad, 19 Desember 2021.
Yahya menyebut, kerap ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan PBNU untuk kepentingan pribadi hingga kepentingan politik. Ke depan, ia mengajak berbagai pihak agar menggunakan cara berpikir Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang selalu mengutamakan kepentingan bangsa. "Beliau tidak pernah peduli dengan kepentingan sendiri atau kelompok," ujarnya.
DEWI NURITA | ANTARA
Baca: Stafsus Milineal Jokowi Sebut 3 Isu Besar yang Harus Jadi Program Utama PBNU