Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRAMONO Anung Wibowo tak bisa menutupi perasaannya ketika melihat Megawati Soekarnoputri menghampirinya untuk mengucapkan selamat. Setelah bersalaman dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan istrinya, Mufidah, Pramono segera menyambut Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. Dalam sorotan kamera televisi yang menayangkan siaran langsung upacara pelantikan menteri di Istana Negara, Rabu pekan lalu, terlihat Sekretaris Jenderal PDIP 2005-2009 itu mencium tangan Megawati dengan takzim. Sedangkan Megawati hanya tersenyum, menepuk lengan Pramono, lalu berlalu.
Dilantik Presiden Jokowi sebagai Sekretaris Kabinet menggantikan Andi Widjajanto, karier politik Pramono meroket. Bertahun-tahun, sejak bergabung dengan PDIP pada 1998, Pramono menghabiskan waktu sebagai orang dekat Megawati di sekretariat partai. Sebagai ketua umum, Megawati, yang kala itu wakil presiden (1999-2001) dan presiden (2001-2004), tak punya waktu cukup mengurus partai. Walhasil, Pramono, yang saat itu Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, terpaksa mondar-mandir antara Lenteng Agung-tempat PDIP berkantor-dan Istana Kepresidenan.
Tugas itu terus berlanjut hingga Pramono menjadi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat 2009-2014 dari PDIP, yang memiliki sikap berseberangan dengan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono. Juga ketika terjadi sengkarut politik Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat di awal pemerintahan Jokowi. Nama Pramono sempat masuk bursa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan diusulkan Jusuf Kalla, tapi kandas karena Megawati tak memberikan restu. Kepada Tempo yang mewawancarainya, Oktober tahun lalu, Pramono membenarkan kabar itu. "Ibu Mega memberikan tugas-tugas lain di luar eksekutif," kata Pramono.
Karena dianggap spesialis "mediator" itulah Pramono disorongkan partai banteng masuk skema Jokowi sebagai menteri pengganti. Menurut Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Pramono diminta memecah kebekuan komunikasi politik Presiden dengan DPR, juga menjembatani Presiden dengan partai-partai penyokongnya. "Posisi itu tak pernah dilakukan Sekretaris Kabinet sebelumnya," ujar Hasto.
Hasto merujuk pada masalah lawas: komunikasi politik antara Istana dan partai pendukung Jokowi. Sebenarnya, Jokowi masih ingin mempertahankan Andi Widjajanto dan Rini Soemarno, Menteri Badan Usaha Milik Negara. Rini dan Andi selama bertahun lalu dikenal karib dengan Megawati dan pernah bergabung dalam Tim Sebelas yang dibentuk Megawati untuk menyiapkan pencalonan Jokowi sebagai presiden. Namun, setelah Jokowi terpilih dan dilantik, situasinya terbalik. Mereka dianggap tidak bisa menjadi jembatan Lenteng Agung dengan Istana.
Dalam skenario awal, Pramono diplot untuk posisi Menteri Sekretaris Negara. Nama lainnya, Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Achmad Basarah, disorongkan untuk menjadi Sekretaris Kabinet menggantikan Andi Widjajanto. Namun skenario itu akhirnya gugur karena Jokowi memilih membatasi jumlah menteri yang akan diganti. "Presiden menghitung risiko gaduh yang muncul jika banyak menteri yang diganti," kata salah satu pejabat Istana.
Indikasi tersebut, menurut orang dekat Jokowi itu, cukup terlihat ketika Presiden mengumumkan evaluasi kinerja menteri. Belum lagi evaluasi kinerja dibahas, para politikus partai sudah gaduh menyebut jumlah menteri yang layak diganti. Padahal hal itu mempengaruhi kondisi perekonomian. Apalagi, ujung-ujungnya, kegaduhan itu menyorot orang-orang dekat Jokowi di Istana. "Karena itu, Presiden mengubah sejumlah skenario," ujar pejabat itu.
Menurut si pejabat, Jokowi memilih tidak berseberangan sikap dengan PDIP dan partai-partai penyokongnya agar tidak terjadi kegaduhan baru. Kondisi politik yang panas setidaknya mengganggu upaya Jokowi memulihkan kondisi ekonomi yang kian berat. Salah satu cara yang ditempuh adalah mengakomodasi usul PDIP menggeser atau mengganti salah satu orang dekatnya. "Dari sekian orang, yang paling mudah adalah posisi Sekretaris Kabinet," kata pejabat itu.
Posisi Andi terhitung paling lemah dibandingkan dengan Pratikno dan Rini Soemarno, juga Luhut Binsar Pandjaitan. Kinerja Andi belakangan acap memicu kontroversi. Misalnya soal tunjangan mobil anggota Dewan dan jumlah utang Indonesia kepada Dana Moneter Internasional ketika ia meralat pernyataan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Salah satu orang dekat Megawati menuturkan, perubahan plot Pramono menjadi Sekretaris Kabinet terjadi setelah Jokowi bersilaturahmi ke rumah Megawati, tiga hari setelah Lebaran. Jokowi sengaja membawa Menteri Pratikno dalam pertemuan dengan Megawati yang juga dihadiri Pramono itu. Menurut salah satu orang yang mengetahui pertemuan itu, Jokowi sengaja menyebut Pratikno sebagai "Menteri Sesneg". "Ini cara Solo untuk menyebut Menteri Sekretaris Negara tak bisa diganggu gugat," ujar politikus itu.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno hanya tertawa ketika ditanyai soal pertemuan itu. Pratikno membenarkan kabar bahwa ia menemani Presiden bertandang ke rumah Ketua Umum PDIP itu. "Tapi kami hanya halalbihalal, membicarakan liburan Bu Mega ke Eropa, bukan reshuffle," katanya. Jokowi sendiri, ketika ditanyai terpisah oleh Tempo, hanya tertawa.
Namun, setelah itu, jalan Pramono mulus ke Istana. Kepada wartawan, ia mengaku dihubungi Juli lalu oleh Presiden, yang menawarinya bergabung ke Istana. "Tapi, karena ada aturan mainnya, saya akhirnya meminta izin kepada Ibu Mega," ujar Pramono.
Megawati akhirnya memberikan restu itu dan Ahad malam pekan lalu Pramono diminta Jokowi ke Istana Merdeka. Selama 45 menit, Pramono diberi tahu bahwa pelantikan akan dilakukan dalam waktu dekat, dengan beberapa poin tugas sebagai Sekretaris Kabinet. "Saya diberi instruksi memperbaiki komunikasi lembaga kepresidenan dengan lembaga tinggi negara, partai politik pengusung dan non-pengusung, serta organisasi masyarakat," kata Pramono.
JOKOWI mengaku butuh dua bulan lebih untuk menimbang siapa saja menteri yang hendak dicopot dan penggantinya. Sejak meminta laporan kinerja kabinet, Jokowi mengaku sudah mengevaluasi komposisi pembantunya sesuai dengan kebutuhan organisasi kabinet. Ia menyangkal ada tekanan politik dalam urusan merombak para menterinya. "Ini untuk konsolidasi kabinet, bukan untuk politik," ujar Jokowi kepada Tempo. "Situasi kondisi sekarang ini butuh orang yang paham dan berpengalaman menangani krisis ekonomi dan menjadi petarung."
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy mengatakan sebuah pertemuan digelar di Istana merdeka pada Kamis dua pekan lalu. Dalam pertemuan malam itu, Jokowi mengundang para petinggi koalisi. "Presiden menyampaikan rencananya merombak kabinet, dan sektor ekonomi mendesak dilakukan," kata Romi. Romi mengaku partainya tak memberikan usul nama menteri pengganti. Namun, menurut dia, menteri-menteri baru yang dipilih Jokowi sudah disepakati semua partai koalisi.
Jokowi memasukkan empat menteri baru dengan sejumlah pertimbangan. Mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, misalnya, dipilih karena pengalamannya yang komplet menangani ekonomi makro, mikro, dan moneter. Menurut salah satu pejabat di Istana itu, Jokowi menginginkan menteri koordinator yang bisa memberi masukan kebijakan makro dan mikro. "Menteri sebelumnya hanya ahli secara mikro," ujarnya.
Adapun Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli masuk belakangan. Namanya tak pernah ada dalam pertimbangan Presiden. Sebagai ahli ekonomi, Rizal acap kritis terhadap kebijakan Jokowi. Nama Rizal masuk karena diusulkan para relawan Jokowi, selain disokong Kepala Staf Presiden Luhut Pandjaitan, orang kepercayaan Jokowi.
Thomas Lembong, yang menggeser Rachmat Gobel dari posisi Menteri Perdagangan, dipilih Jokowi karena sudah berkawan sejak ia menjabat Gubernur Jakarta, 2012-2014. Jokowi menyebutkan bankir investasi ini pilihan tepat untuk membereskan dunia perdagangan. "Dia pemain riil, saya yakin bisa membereskan," kata Jokowi.
Jokowi cukup repot ketika mencari pengganti Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Semula Jokowi sudah memiliki calon, yaitu mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Purnawirawan Moeldoko. Salah satu pejabat di Istana menyebutkan Presiden sudah lama mengetes kesetiaan dan kompetensi Moeldoko. Namun belakangan Jokowi urung memilihnya karena "tak direstui sejumlah jenderal senior". Moeldoko dianggap belum mumpuni. Tak ada lagi tokoh militer yang benar-benar "dikenal"-nya, Jokowi akhirnya menaruh Luhut Pandjaitan merangkap jabatan dengan posisinya sebagai Kepala Kantor Kepresidenan.
Meski disiapkan lama, sesungguhnya perombakan kabinet terkesan mendadak. Anggota staf khusus Presiden bidang komunikasi, Teten Masduki, menyebutkan Presiden baru menyerahkan nama-nama menteri yang akan diganti pada Selasa petang, begitu selesai rapat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Teten mengaku ditugasi Presiden bersama Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengontak mereka satu per satu ke Istana, dan "disiapkan" menghadap Presiden agar tak kaget jika di-reshuffle. "Disiapkan artinya diberi tahu clue-nya," ujar Teten. Pratikno ditunjuk untuk memberi tahu para menteri itu.
Menurut Teten, Andi Widjajanto yang pertama dipanggil, sebelum magrib. Lalu Tedjo Edhy Purdijatno, Rachmat Gobel, Sofyan Djalil, serta Andrinof Chaniago. "Presiden menyampaikan alasan mengapa mereka diganti," kata Teten.
Baru pada sekitar pukul 20.00 menteri-menteri itu ke luar Istana. Menurut Teten, Jokowi ingin perombakan selesai malam itu juga. Ia pun menelepon Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo, yang tengah berada di Papua.
Andi Widjajanto memberikan konfirmasi soal cerita Teten. Meski sudah lama masuk radar bakal dicopot, ia baru tahu jabatannya selesai saat dipanggil itu. "Bapak Presiden dan Wapres menyampaikan terima kasih dan minta maaf," katanya.
Agustina Widiarsi, Ananda Teresia, Faiz N., Jobpie Sugiharto
Posisi Untuk Sang Pembisik
PENAMPILANNYA paling mencolok dalam pelantikan menteri Kabinet Kerja pada Rabu siang pekan lalu di Istana Negara, Jakarta. Dibandingkan dengan lima menteri baru lainnya, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong memang terlihat muda, kelimis, dan necis. Usianya baru 44 tahun pada 4 Maret lalu.
"Dia anak cerdas," kata Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli kepada Tempo, Rabu pekan lalu, memuji koleganya. Dia mengenal Thomas ketika masih bekerja di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Waktu itu Rizal menjabat Menteri Keuangan di kabinet Presiden Megawati Soekarnoputri.
Tom Lembong-begitu Thomas biasa disapa-adalah putra Dr Joanes Lembong, dokter spesialis jantung dan pernah berpraktek di klinik Bad Oeynhausen, sekitar 80 kilometer di selatan Hannover, Jerman. "Dia yang memasang alat pacu jantung Pak B.J. Habibie," kata Michael Utama, penasihat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia, Kamis pekan lalu.
Tom mengenal Presiden Joko Widodo sejak pemilihan Gubernur Jakarta tiga tahun lalu. Kedekatan ini membuat Tom menjadi salah satu orang kepercayaan mantan Wali Kota Solo itu. Tom satu gerbong dengan Karim Razlan, pria asal Malaysia yang menjadi konsultan komunikasi dan politik Jokowi sejak kampanye calon gubernur.
Tom termasuk orang di belakang Global 20-20, yang membawa para fund manager dunia bertemu dengan Presiden pada November tahun lalu. Dia juga yang membawa Jokowi meresmikan galangan kapal miliknya di Batam pada Juni lalu. "Dia banyak kasih masukan Presiden Jokowi soal ekonomi internasional," kata Rizal. Bahkan, menurut orang dekat Jokowi, Tom sering dimintai bantuan untuk membuat pidato di bidang ekonomi.
Setelah menggondol titel bachelor of arts dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, pada 1994, Tom bergabung di Divisi Ekuitas Morgan Stanley (Singapura) Pte Ltd. Lalu menjadi bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia sampai 2000. Kariernya berlanjut sebagai Kepala Divisi Asset Management Investment Badan Penyehatan Perbankan Nasional hingga 2002.
Lepas dari BPPN, Tom menyeberang ke perusahaan investasi Farindo Investments (yang terafiliasi dengan Farallon Capital), yang kemudian membeli mayoritas saham PT Bank Central Asia. Pada 2005, dia mendirikan firma ekuitas Quvat Management dengan kepemilikan US$ 500 juta dan 11 perusahaan di bidang logistik perikanan, perseorangan, dan keuangan. Melalui Quvat, dia membeli bioskop Megablitz dan flight service di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Sekitar tujuh tahun lalu, Tom dinobatkan sebagai Young Global Leader oleh World Economic Forum di Davos, Swiss.
Pada 2008, dia sempat tersandung masalah saat terkena cekal bersama pengelola PT Adaro Indonesia yang lain, yaitu Garibaldi Thohir dan Edwin Soeryadjaya. Saat itu Adaro bersama sejumlah perusahaan lain dianggap lalai karena belum membayar utang royalti kepada negara.
Seorang pejabat Istana mengatakan nama Tom muncul pada detik-detik terakhir, menggeser Muhammad Luthfi, yang disebut-sebut disorongkan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ketika penyusunan kabinet pada Oktober tahun lalu, namanya mengisi posisi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Tapi dia kalah pamor dengan Franky Sibarani, yang di-sokong Kalla.
Tom tak menampik kedekatannya dengan Jokowi. Tapi dia memastikan kedekatan itu tak akan memunculkan konflik kepentingan. Soal kabar dia menjadi konsultan keuangan pribadi Jokowi, Tom menyangkal. "Enggaklah," katanya.
Jobpie Sugiharto, Ananda Teresia, Ursula Florence Sonia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo