Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komunitas penyandang autistme di Inggris memprotes istilah tantrum yang banyak digunakan tentang autisme. Istilah itu dilekatkan pada penyandang autisme saat mereka menghadapi perubahan situasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyandang autisme dewasa yang juga seorang mahasiswa psikologi, George Matthews menyatakan keberatan dengan istilah tantrum karena membuat mereka terdengar seperti balita. "Setiap penyandang autisme akan dinilai nakal, suka mengamuk dan berteriak," kata Matthews seperti dikutip dari situs berita BBC, Jumat 23 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apabila istilah tantrum tak lagi dilekatkan kepada penyandang autisme, Matthews mengatakan, maka tak ada lagi anggapan penyandang autisme akan mengamuk, tidak dapat mengontrol sikap, dan berteriak sebagai terjemahan dari kata 'kewalahan' atau 'meltdown' saat mereka menghadapi kondisi baru. Istilah tantrum, Matthews melanjutkan, akan menyesatkan pandangan umum mengenai karakter asli penyandang autisme.
Pernyataan Matthews ini digaungkan oleh Kepala Divisi Kampanye National Autistic Society Inggris, Tom Purser. Dia berpendapat, istilah tantrum yang ditujukan kepada penyandang autisme dewasa sangat menyinggung perasaan dan merendahkan mereka. "Sungguh mengecewakan ada frasa yang menyesatkan ini dalam buku teks," katanya.
Purser menjelaskan, 'kewalahan' yang terjadi pada penyandang autisme dewasa dan tantrum pada balita terletak pada cara individu menghadapi faktor pemicu. Menurut Purser, 'kewalahan' terjadi saat penyandang autisme dewasa tak lagi sanggup mengatasi situasi dan kondisi pemicu. Sementara tantrum, tanpa dipicu oleh situasi atau kondisi tertentu dapat terjadi pada anak.
"Penggunaan kata tantrum pada penyandang autisme dewasa dapat menuai penilaian melakukan tindakan nakal dan disengaja," kata Purser. Sebab itu, National Autistic Society akan melakukan kajian ulang terhadap istilah tantrum yang tertera pada buku teks yang membahas autisme. Kajian ini akan dilakukan bersama peneliti independen, termasuk mengulik sejarah penggunaan istilah tantrum bagi penyandang autisme.
Protes dari penyandang autisme terhadap penggunaan frasa tantrum bermula dari sebuah buku teks level A yang menyebutkan, gejala autisme pada seseorang digambarkan sebagai adanya tindakan berulang dan tantrum ketika menghadapi sedikit perubahan. Penerbit buku teks yang banyak membahas autisme, Pearson sudah mencantumkan panduan revisi penggunaan istilah tantrum dalam buku tersebut. Namun protes yang diajukan National Autistic Society dan permintaan revisi itu belum disetujui oleh dewan penyusun kurikulum, AQA Exam Board.