MARY Craig sebenarnya tidak terlalu cantik. Wajahnya lonjong, tubuhnya (170 cm) kurus. Kulitnya pucat, seperti bule umumnya. Usianya 43 tahun. Tetapi jerat cintanya telah membuat Achsanuddin, seorang pegawai golongan I-A di Pemda Kalimantan Timur, nekat keluar dari pekerjaan dan meninggalkan istrinya. Ketika kemudian ia menikahi Mary, urusan jadi panjang. Bahkan para pejabat lokal perlu angkat bicara. Perkara yang menjadi buah bibir di Kalimantan Timur pekan-pekan terakhir ini, dimulai ketika Aji Hariyati menggugat. Ibu tiga anak dari hasil perkawinannya dengan Achsanuddin ini pada 21 Agustus lalu mengirim surat kepada Kantor Imigrasi Samarinda, melalui Pengacara J.I. Daud Wilson. Isinya permintaan agar visa Mary Craig, yang habis masa berlakunya 28 Agustus lalu, tak perlu diperpanjang lagi. Hariyati, yang kini harus tinggal bersama orangtuanya, meminta pula pada Polres setempat agar mengusut perkawinan Mary dengan bekas suaminya itu. Bagi Hariyati, perkawinan tersebut tidak sah. Paling tidak karena dirinya belum diceraikan dengan resmi. "Saya merasa tak pernah menandatangani surat talak," katanya. Dan perkawinan itu sendiri tidak ia setujui. "Mary telah merusakkan rumah tangga kami, yang telah kami bina sejak delapan tahun silam," tambahnya. Keinginan Hariyati tak kesampaian. Visa Mary memang tak diperpanjang, tapi itu karena pertimbangan lain. Kepala Kantor Imigrasi Samarinda M. Bob Aronggear mengatakan, "Kami tak memperpanjang visa Mary, bukan karena menuruti permintaan tersebut. Tapi karena yang bersangkutan sudah menjadi WNI." Mary menikah dengan Achsanuddin, yang biasanya dipanggil Hasan, pada 7 Agustus lalu di KUA Kota Bangun, setelah ia diislamkan. Tanggal 23 bulan itu juga, perempuan berkewarganegaraan Australia yang berdomisili di Hong Kong ini kemudian mengajukan permohonan menjadi WNI. Dalam dua hari ia memperoleh surat penetapan Pengadilan Negeri Samarinda No. 31/Kew/PN/1987. Permohonannya dikabulkan, "Karena persyaratannya cukup, tak ada alasan kami menolaknya," kata Mahmud, Ketua PN Samarinda. Persyaratan itu sesuai dengan Pasal 7 UU No. 62, 1958, tentang kewarganegaraan. Mary melampiri permohonannya dengan akta perkawinannya dengan Hasan, yang WNI. Menurut Mahmud, kalau nanti pengadilan agama menyatakan perkawinannya cacat dan dibatalkan, maka otomatis gugur juga status kewarganegaraan Mary yang baru dikecapnya itu. "Jadi, tidak ada masalah." Hubungan cinta Mary-Hasan mulai terjalin tahun lalu. Mary, wartawan free-lance yang tulisannya antara lain dijual ke majalah Discovery (Hong Kong), mendapatkan kesempatan meliput kegiatan transmigrasi di pedalaman Kalimantan. Menurut pihak Imigrasi Samarinda, Mary melapor pada 31 Januari 1986 dengan status visa kunjungan yang dikeluarkan Konjen RI di Hong Kong. Visa ini diberikan setelah ada teleks dari Menteri Transmigrasi Martono yang menyatakan kunjungan Mary untuk mempelajari program transmigrasi. Berkat teleks itu pula Mary bisa beberapa kali memperpanjang visanya. Dalam peliputannya ke pedalaman Sungai Mahakam, antara lain ke perkampungan Dayak di Tanjung Isuy, Mary sering didampingi Hasan. Lelaki ganteng setinggi 165 cm dan berambut agak keriting yang karyawan Pemda Kaltim ini memang diperbantukan sebagai motoris speedboat milik proyek TAD (Technical Aid Development), yang sering ditumpangi Mary. Hasan yang dikenal sebagai pemeluk Islam yang fanatik ini pandai juga mengobati penyakit. Kelokan-kelokan Sungai Mahakam dan bau hutan agaknya menjadi bumbu jalinan perasaan mereka. Keputusan menikah, menurut penuturan Hariyati yang menemukan surat Mary di kantung celana Hasan, mereka ambil akhir tahun lalu. Keduanya sempat kumpul kebo. Satu petikan surat itu antara lain berbunyi, "Kita pasti kawin . . . " Hariyati dikembalikan ke orangtuanya di Samarinda pada 7 Januari, disertai tiga anaknya. Hamaliah (7), Firji (6), dan Auliannuriski (2). "Saya tak sanggup menghalangi mereka," kata Hariyati dengan kesal. Dulu, ketika masih bersama Hariyati, Hasan menyewa sebuah rumah kecil di Kota Bangun. Sekarang ia menempati rumah kontrakan lain, masih di kota itu, di tingkat atas sebuah bangunan, dengan luas ruangan sekitar 3 X 8 meter persegi. Hasan kini telah berhenti dari pekerjaannya di Kantor Pemda Kaltim, dengan alasan hendak berwiraswasta. Ketika ditemui di rumahnya, Hasan dan Mary, dua sejoli yang tampaknya masih dibakar asmara ini menolak bicara. "Saya tak mau memberi komentar apa pun," ujar Mary. "Soalnya, pemberitaan selama ini sangat menyudutkan saya. Pokoknya, saya tak mau bicara."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini