Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi bercerita kepada 19 pemimpin redaksi atau pemred media soal pemerataan ekonomi yang belum terjadi sampai sekarang, meskipun para investor sudah banyak berinvestasi di daerah. Namun, Jokowi menyebut Pulau Jawa masih menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) 57 persen atau menjadi yang terbesar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara Sumatera hanya 21 persen, Kalimantan 8,3 persen, dan Sulawesi 7,1 persen. Padahal, kata Jokowi, 52 persen investasi saat ini sudah terjadi di luar Pulau Jawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tapi penyumbang PDB terbesar masih Pulau Jawa. Jadi meski investasi di luar Jawa, tapi uangnya balik lagi ke Jakarta," kata Jokowi dalam pertemuan tersebut di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Agustus 2023.
Untuk mengatasi kesenjangan pemerataan ekonomi tersebut, Jokowi meminta agar pemerintah daerah kreatif dalam memanfaatkan situasi. Ia mencontohkan jika ada perusahaan tambang di satu daerah, maka pemerintah setempat harus menyiapkan pasokan katering dari UMKM lokal, bukan dari Jakarta. Hal tersebut diyakini Jokowi dapat membuat pertumbuhan ekonomi lebih merata.
Dalam pertemuan yang berlangsung 2,5 jam itu, Jokowi juga menyampaikan rasa senangnya akibat ekonomi Indonesia yang tumbuh 5,17 persen. Jokowi menyebut angka ini merupakan kejutan, karena banyak pihak yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya berkisar di angka 4,9 persen.
Menurut Jokowi, hanya segelintir negara G20 yang bisa mengalami pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Negara yang berhasil mencapai angka itu, kata Jokowi, antara lain Indonesia, Cina, dan Brazil.
Menurut Jokowi, hilirisasi nikel menjadi salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi tinggi. Hal ini dibuktikan dengan tingginya pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara yang mencapai 23 persen, sementara Sulawesi 6,6 persen, Jawa 5,18 persen, dan Papua 6,35 persen. Menurut Jokowi, Maluku bisa naik begitu tinggi akibat adanya tambang nikel di sana.
Dalam kesempatan itu Jokowi juga menyampaikan menginginkan capres yang kuat maraton meneruskan program-programnya. Seperti misalnya program hilirisasi industri yang menurut Jokowi perjalanannya masih panjang.
Jika presiden penerusnya konsisten dengan hilirisasi industri, Jokowi yakin dalam 15 tahun lagi Indonesia akan maju dengan pendapatan per kapita mencapai US$ 10.000 per tahun. Apalagi, hiliralisasi rencananya tidak hanya diberlakukan untuk nikel, tapi hasil tambang lainnya.
Namun, Jokowi menyebut presiden selanjutnya juga harus memiliki pendirian kuat. Sebab, hilirisasi industri turut mendapat pertentangan dari berbagai negara, seperti Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat. "Bukan tentang siapa presidennya nanti, tapi dia berani enggak meneruskan hilirisasi itu? Ini kan butuh keberanian karena tekanannya akan semakin besar, semakin berat, jadi dibutuhkan nyali, konsistensi, daya tahan, dan napas panjang. Jadi intinya orang yang bisa berlari maraton," kata Jokowi.
Usai mengucapkan kalimat tersebut, seorang pemimpin redaksi kemudian bercanda dengan mengatakan apakah sosok capres kriteria Jokowi bukan yang kuat lari pagi. "Iya maraton, kan perlu daya tahan," kata Jokowi.
Pilihan Editor: Berlatar Militer atau Sipil, Ini Sosok Capres Pilihan Jokowi