Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jozias van Aartsen: "Yang Melanggar Hak Asasi Harus Dibawa ke Pengadilan"

2 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA tahun lalu, Sander Thoenes meregang nyawa di sebuah desa di Timor Timur. Kala itu, 21 September 1999, wartawan 31 tahun asal Belanda ini dibunuh di tengah pergolakan pasca-jajak pendapat yang memerdekakan bekas provinsi ke-27 Republik Indonesia itu. Sebuah batalion organik militer disebut-sebut keter- libatannya. Segera kabar itu diterima Menteri Luar Negeri Belanda, Jozias van Aartsen, yang tengah berada di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat. Ia lantas menyodorkannya kepada Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dan Ali Alatas, Menteri Luar Negeri RI ketika itu. "Kami ingin tahu siapa pembunuhnya, apa yang sebenarnya terjadi, dan siapa yang bertanggung jawab," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Belanda. Buntutnya, lebih dari sekadar menuai kutukan, kasus Thoenes dan sejumlah pelanggaran hak asasi lainnya di Bumi Loro Sa'e lalu membuahkan desakan keras dari dunia internasional untuk mengadili para jenderal TNI. Tapi kini, dua tahun kemudian, pengadilan belum juga digelar. Kasus ini bahkan nyaris dilupakan publik Indonesia. Sampai kemudian kedatangan Menteri Van Aartsen ke Jakarta pekan lalu kembali mengingatkannya. Selama kunjungan dua harinya, topik ini men-jadi salah satu fokus rangkaian pertemuannya dengan Presiden Megawati, Jaksa Agung M.A. Rachman, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat. Setelah Mega naik ke kursi presiden, inilah untuk pertama kalinya seorang menteri dari negeri Eropa datang melawat dan memberikan dukungannya. Di pengujung jadwalnya yang sangat padat, Karaniya Dharmasaputra, Gita Widya Laksmini, dan fotografer Awaluddin dari TEMPO berkesempatan mewawancarainya secara khusus di ruang tunggu VIP Bandar Udara Soekarno-Hatta, Kamis malam kemarin—setengah jam sebelum ia terbang pulang ke Negeri Kincir Angin. Berikut ini petikannya.
Apa hasil dari kunjungan Anda ke Jakarta kali ini? Pertama-tama saya jelaskan dulu kenapa saya menjadi menteri pertama dari Uni Eropa yang datang ke Indonesia setelah pemerintah baru ini terbentuk. Kami ingin menjelaskan bahwa pemerintah Belanda mendukung pemerintahan Megawati. Kami juga akan terus memberikan sokongan secara finansial. Mei lalu, Uni Eropa, termasuk Anda, membuat statemen menyoroti terlalu lambannya reformasi di Indonesia. Bagaimana Anda melihatnya sekarang? Saya sendiri optimistis terhadap masa depan Indonesia. Negara ini punya potensi besar di bidang ekonomi dan politik. Kami percaya pada upaya Indonesia menegakkan sistem hukum dengan penekanan pada perbaikan ekonomi. Masih adakah peluang menggelar mahkamah internasional untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur? Menurut kami, presiden Anda mengambil keputusan yang benar sejak awal tentang kasus ini, dengan memperhatikan batas waktu serta mencermati kasus-kasus mana yang dapat dibawa ke meja hijau. Saya yakin presiden Anda sangat sadar akan hal ini. Saya harap Jaksa Agung terus berupaya membawa kasus-kasus itu ke pengadilan. Mereka yang sudah melanggar hak asasi tetap harus dibawa ke pengadilan. Itu yang diharapkan oleh komunitas internasional terhadap Indonesia. Anda setuju para petinggi militer seperti Jenderal (Purnawirawan) Wiranto harus diajukan ke meja hijau? Saya tidak punya kewenangan untuk men-jawab hal ini. Terserah kepada sistem hukum Anda. Ini tugas Jaksa Agung untuk menginvestigasinya. Saya hanya bisa menyatakan harapan saya, semoga kasus-kasus ini bisa segera dibawa ke pengadilan. Bagaimana dengan kasus pembunuhan Sander Thoenes? Ini satu kasus yang berkait dengan pemerintah Belanda. Kami sudah mengadakan banyak kontak dengan Jaksa Agung ketika itu, Marzuki Darusman. Dalam kunjungan saya ke Jakarta pada Januari lalu, laporan dari Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Tim-Tim hampir selesai. Laporan lantas diserahkan Jaksa Agung. Kami mengetahui apa isi dokumen tersebut. Ketika itu, Jaksa Agung mengatakan kepada kami bahwa investigasi tambahan masih perlu untuk dilakukan dan bahwa pemerintah Belanda dapat ikut serta membantu. Respons pemerintah Belanda? Dalam kunjungan Marzuki Darusman pada Januari kemarin ke Belanda, saya sampaikan kami tentu saja siap untuk membantu investigasi ini. Para investigator Belanda sendiri terlibat dalam tahap-tahap awal penyelidikan ini. Mereka selalu siap untuk kembali membantu. Thoenes bukan hanya seorang warga negara Belanda. Ia adalah koresponden Financial Times. Ia menjalani profesi yang berbahaya dan bisa mengancam keselamatannya, yakni menjadi wartawan. Risiko ini diserahkan pada sistem demokrasi internasional, termasuk di Indonesia, untuk melindungi jurnalis ketika mereka menjalani perannya. Kasus ini telah diketahui secara luas oleh dunia internasional. Kolega Anda di seluruh penjuru dunia juga mengetahuinya. Tidak ada intervensi formal terhadap peradilan Indonesia. Tapi penyelesaian kasus ini akan menentukan posisi Indonesia di mata dunia internasional. Lalu, apa kesimpulan penyelidikan investigator Belanda? Penyelidikan dilakukan oleh komisi penyelidik dan hasilnya sekarang ada di tangan Jaksa Agung. Bukan wewenang saya untuk menyampaikan konklusi dari laporan tersebut. Tapi isinya antara lain memperdebatkan perlu-tidaknya dilakukan investigasi lanjutan. Kami meyakinkan pemerintah Indonesia bahwa kasus ini bisa dibawa ke tahap selanjutnya. Anda yakin sistem peradilan Indonesia bisa berfungsi sebagaimana mestinya tanpa tekanan internasional? Tekanan internasional terhadap kasus ini jelas ada. Presiden Anda telah menyatakan bahwa penegakan hukum adalah poin penting dalam enam program kerjanya. Kami yakin Indonesia bisa mengedepankan hal-hal seperti ini di masa mendatang. Bukan sekadar dalam kasus Sander Thoenes atau pelanggaran hak asasi di Tim-Tim dan Aceh saja, tapi juga kemungkinan perubahan sistem hukum atas komunitas bisnis. Artinya, negara Anda menjadi lebih aman dan stabil. Sekali lagi, tekanan internasional itu ada. Kami memandang tekanan ini demi kebaikan masyarakat Indonesia sendiri. Banyak kritik, Amerika dan Eropa lebih mementingkan hubungan baik dengan Indonesia untuk menjaga kepentingan bisnis mereka ketimbang memberikan tekanan serius terhadap peradilan kasus Tim-Tim. Benarkah? Tidak, kedua hal itu berjalan bersamaan. Perbaikan sistem hukum dan kemajuan penanganan kasus-kasus pelanggaran hak asasi merupakan elemen penting yang menunjukkan kematangan demokrasi. Sistem hukum harus berfungsi sebagaimana mestinya di dalam iklim demokrasi. Jika negara Anda berhasil memperbaiki sistem hukum, ini akan menarik investasi asing. Xanana Gusmao berniat memberikan amnesti. Sebaliknya, Uskup Belo mendesak supaya pelaku kejahatan tetap diseret ke pengadilan. Pendapat Anda? Pemerintah Indonesia tetap punya peran yang harus dijalankan, yakni membawa para pelaku pelanggaran hak asasi itu ke meja hijau. Ini adalah niat yang telah dinyatakan pemerintah Indonesia sendiri sebelumnya serta pemerintahan sekarang. Hal ini juga menjadi harapan dari dunia internasional. Jadi, cara terbaik adalah berpegang pada hal tersebut. Soal Maluku, apa perlu ada campur tangan internasional untuk menyelesaikannya? Tidak. Saya tidak melihat keterlibatan internasional sebagai pokok soal. Memang ada kebutuhan akan bantuan kemanusiaan dari luar Indonesia. Di Belanda, hal ini aktif dikedepankan melalui jalur multilateral. Kebutuhan untuk sembuh dari luka akibat konflik ini sangatlah besar, terutama di area yang telah menjadi puing-puing. Dari pertemuan dengan para pejabat kunci Jakarta, jelas terlihat oleh saya bahwa pemerintah Indonesia menunjukkan tanggung jawabnya terhadap konflik Maluku. Saya yakin pemerintah Anda bisa menyelesaikan permasalahan ini sendiri. Lalu, apa yang Anda maksud dalam surat Anda terdahulu kepada Menteri Alwi Shihab bahwa "kehadiran polisi dan militer yang netral adalah sangat penting di Maluku"? Saya sama sekali tak pernah menyinggung perlunya intervensi dari pihak luar. Ini me-rupakan kesalahpahaman atas surat yang saya tulis ketika itu. Saya rasa mantan menteri luar negeri Anda memahami bahwa saya berusaha menjelaskan kepada pemerintah Indonesia bahwa tidak ada maksud apa pun dari pemerintah Belanda untuk campur tangan dalam konflik tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus