Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan kader Partai Demokrat dari berbagai daerah memenuhi Kantor DPP Demokrat di Jakarta Pusat, pada Jumat, 16 Juni 2023. Mereka membuat cap jempol dengan tinta dari darah sendiri di tembok. Aksi ini sebagai bentuk perlawanan peninjauan kembali atau PK Moeldoko Cs.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya terpanggil untuk menyelamatkan Demokrat demi melawan kezaliman Moeldoko. Saya bisa pastikan itu upaya menjegal (Anies). Makanya saya terpanggil untuk ada dalam Demokrat,” kata Salah satu kader dari dapil Sulawesi Utara, Ruslon Buton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aksi cap jempol berdarah ternyata tak hanya pernah dilakukan Demokrat. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP juga acap melakukan aksi serupa. Pada era 1990-an, aksi cap jempol berdarah pernah dilakukan dua kali, yakni pada 1996 dan 1999. Kemudian pada 2004 dan 2005 silam. Serta terakhir pada 2011.
Aksi pada 1996 dilakukan untuk mendukung Megawati Soekarnoputri jadi Ketua Umum PDIP. Ada 42 ribu orang yang berpartisipasi dalam aksi berjuluk Promeg alias Pro Megawati itu. Sedangkan pada 1999, PDIP kembali melakukan aksi “berdarah” itu untuk mendukung Megawati maju Pilpres. Terkumpul 96 ribu partisipan dalam aksi tersebut.
Pada 2004, saat Megawati maju sebagai Capres, para pendukungnya yang tergabung dalam Tim Aksi Promeg ’96 ramai-ramai melakukan aksi cap jempol darah di sekretariat PDIP yang terletak di Jalan Darmokali 5 Surabaya. Menurut Koordinator Tim Aksi Promeg ’96, Rony Aritonang, tujuan aksi tersebut untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa Megawati masih mempunyai pendukung militan di tingkat bawah.
“Selama ini banyak yang menganggap Mega telah ditinggal pengikutnya. Dengan aksi ini kami ingin menunjukkan bahwa Mega masih memiliki pendukung fanatik,” ujarnya kepada Tempo.
Pada 2005, sekitar 50-an partisipan bergabung dalam Komite Pendukung Megawati atau KPM membubuhkan aksi cap jempol darah. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk dukungan kepada Megawati sebagai satu-satunya calon Ketua Umum periode 2005-2010 dalam Kongres PDIP di Bali, 28 Maret – 3 April 2005. Ketua KPM Rio Kris Tjiptaning mengatakan simbol darah menandakan keberanian wong cilik untuk mendukung Megawati.
“Megawati merupakan aset nasional bangsa, kami memberikan dukungan bukan semata sebagai partisipan PDIP,” kata Rio di depan Kantor DPP PDIP Lenteng Agung Jakarta, Selasa, 1 Maret 2005.
Pada 2011, warga PDIP kembali menggelar aksi cap jempol darah. Aksi tersebut dilakukan para kader Jawa Barat. Digelar sebagai reaksi penolakan rencana pemanggilan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri oleh KPK terkait kasus suap Deputi Gubernur Senior BI. Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Rudy Harsa Tanaya mengatakan aksi cap jempol darah sebagai bentuk loyalitas mati.
“(Cap jempol darah) ini loyalitas mati, kita bukan bicara struktur, tapi hubungan personal yang sudah lama,” kata Rudy Harsa Tanaya di Bandung, Senin, 21 Februari 2011.
Pilihan Editor: Gelar Aksi Cap Jempol Darah Lawan PK Moeldoko, Partai Demokrat: Akan Bergelombang Tiap MInggu