Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kamera di tangan polantas

Polantas di kediri dilengkapi kamera. gagasan ini muncul dari kapten yer sudaryana. pelanggar lalu lintas tak bisa berkelit lagi. letkol ardjah selle setuju cara ini dikembangkan di tempat lain.(nas)

3 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGENDAP-ENDAP di balik pohon, dengan kamera Mamiya di tangan, seorang lelaki berjaket warna krem dengan mata nyalang mengamati kendaraan yang lalu lalang di jalan raya. Ketika sebuah bis trayek Surabaya-Trenggalek-Seruni berhenti menaikkan penumpang di dekat rambu dilarang berhenti di Jalan Ngronggo, Kediri, lelaki itu lalu menjepret kendaraan tersebut dengan kameranya. Dialah Sertu Soedarjo, polisi lalu lintas Polwil Kediri, yang sejak April lalu dilengkapi kamera untuk merekam pelanggaran lalu lintas. Sampai pekan silam, sudah belasan pelanggar lalu lintas dibuat tak berkutik oleh polisi dengan bukti-bukti autentik hasil jepretan Soedarjo. Gagasan polisi lalu lintas berkamera muncul dari Kapten Yer Sudaryana sewaktu Kapolwil Kediri Kolonel Sri Martono memerintahkan agar pengamanan lalulintas ditingkatkan. "Terserah caranya," kata Sri Martono. Lalu, Sudaryana, Kepala Satuan Lalu Lintas Polwil Kediri, berpikir keras untuk menyukseskan perintah atasannya itu. Menugasi polisi berseragam melakukan razia sudah lama dilakukan. Menempatkan polisi berpakaian preman di kendaraan umum dan kemudian menangkap langsung sopir yang membuat pelanggaran juga sudah dilakukan. Tapi, hasil kedua cara itu masih tak memuaskan. Mengapa? Penyebab utamanya adalah solidaritas sesama pengemudi. Para sopir ini akan saling memberi tahu bila ada razia, sehingga mereka yang akan melalui tempat pemeriksaan jadi berhati-hati. Dengan menempatkan polisi berpakaian preman, setelah satu atau dua kali penangkapan petugasnya akan dikenali sopir. Tiba-tiba Sudaryana ingat kesenangannya akan fotografi. "Nah, mengapa ini tidak dicoba?" katanya. Sudaryana lalu mencanangkan gagasan itu pada keenam Polres seputar Kediri. Ternyata, ada hambatan dalam pelaksanaan. Dari mana kamera diperoleh? Sebab hanya bagian identifikasi dan bagian lalu iintas khusus kecelakaan yang punya kamera. Itu saja pun ada yang saling pinjam. Kendati demikian, hasilnya tak mengecewakan. Misalnya, sopir bis Jaya Mulya, yang ketika diberitakan bahwa ia melanggar peraturan lalu lintas, ia telah membantahnya. Baru setelah foto bukti pelanggaran ditunjukkan, ia mengaku. Sopir itu kemudian diwajibkan mengikuti ujian SIM lagi. Sudaryana yakin, langkahnya akan membawa banyak hasil bagi penertiban lalu lintas. "Karena semua kecelakaan berawal dari pelanggaran," ucapnya. Ia optimistis petugas berkamera mempunyai daya kejut tersendiri mengurangi jumlah pelanggaran. Kedua, setiap sopir yang kena panggil lantaran "tertangkap basah" melanggar - yang berarti pasti kehilangan kesempatan mencari nafkah paling tidak sehari - pasti akan bercerita pada kawannya bahwa di Kediri sekarang polisi berkamera. Harus hati-hati. Pernyataan itu ada benarnya. Udin, sopir bis Surya Agung, mengaku lebih takut pada petugas berkamera dibandingkan petugas berpakaian preman yang naik bis. "Kalau mereka naik bis, biar berpakaian preman kita 'kan tahu ada petugas," kata Udin. Wakapolwil Kediri Letkol Ardjah Selle tersenyum puas melihat gagasan Sudaryana itu. Ia sangat setuju bila cara ini dikembangkan ke daerah lainnya. Inovasi memang giat dilakukan polisi di berbagai daerah. Di Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur, misalnya. Hanya ada 500 anggota polisi di pelosok ini, padahal luas wilayah mencapai 74 ribu km2. Bayangkan jika terjadi kejahatan di Muara Wahau. Untuk membawa tersangka ke Markas Polres di Tenggarong, orang mesti melewati sungai, jeram, dan hutan lebat. "Perlu waktu sampai sebulan," ujar Kapolres Kutai Letkol Endang. Agar tak repot membawa tersangka ke kantor polisi, maka dikembangkanlah program polisi berjalan sambil membawa kotak pemeriksaan. Inilah kotak yang berisi segala perlengkapan pemeriksaan, seperti alat identifikasi, kamera, blanko pemeriksaan, dan kamera. "Ini karena sulitnya medan yang kami hadapi," tambah Endang. Zaim Uchrowi Laporan Jalil Hakim (Surabaya) dan Rizal Effendy (Samarinda)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus