SYAIR lagu Madu dan Racun ikut merebak ketika seratus lebih pedagang dan V karyawan Istana Plaza, Medan, unjuk perasaan, Sabtu sore lalu. Mereka menempelkan sejumlah poster di pusat perbelanjaan baru itu. Di antaranya, berbunyi: "Madu dan racun, Elson, mana yang kau berikan?" "Kau bekerja sama dengan Wali Kota menghancurkan kami." Elson, Direktur Utama PT Sukaraja Indah, yang membanun IP, tampak pucat pasi sewaktu didatangi massa, dan kemudian lari terpontal-pontal. Aksi itu terjadi sehari setelah Kepala Dinas Bangunan Kota Madya Medan Ir. Arnis Djuri mengerahkan dua puluh buruh berbekal martil besar dan ember untuk memangkas bagian atap IP. Setelah mereka menghantam dinding beton itu sampai pukul 17.00 baru rontok 14 meter. Sebagian pecahan beton itu jatuh ke bawah, lalu memantul ke dinding kaca, dan untung tak mengenai para pedagang yang saat itu ramai di sana. "Kegegabahan itulah yang membikin mereka mengamuk," kata A. Muthalib Sembiring, kuasa para pedagang di IP. Dalam pertemuan dengan para pedagang IP, Senin pekan ini, Wali Kota Medan Agus Salim Rangkuty hampir dua jam meyakinkan mereka mengenai pemotongan IP. Tapi para pedagang masih kurang puas. Akhirnya, Rangkuty, menurut sumber TEMPO, mengancam kalau para pedagang "demonstrasi" lagi, akan ditangkap. IP, yang diresmikan Rangkuty akhir tahun lalu, dibangun dengan biaya Rp 5 miIyar. Bangunan itu berjarak 638 meter dari sebelah timur jalur 23 Bandara Polonia. Dibangun setelah Elson menyetor ke kantor Kota Madya sebesar Rp 29 juta, dua tahun lampau, untuk bisa mengantungi Surat Izin Mendirikan Bangunan. Tapi setelah bangunan itu berdiri, datang protes dari Kanwil Perhubungan Wilayah I, Medan. Alasannya: bangunan jangkung ini berlantai empat ini mengganggu jalur turun naik pesawat terbang di Polonia. Menteri Perhubungan Roesmin Noerjadin terpaksa membuat surat pemberitahuan kepada semua perusahaan penerbangan internasional agar berhati-hati karena dekat ujung landasan Polonia sudah ada "bangunan maut". Setelah melalui proses panjang, awal Maret lalu muncul surat Mendagri Soepardjo Rustam kepada Gubernur Kaharuddin Nasution. Isinya: IP sudah harus selesai dipotong akhir April, dan tingginya tak boleh lebih dari 15,14 meter. Tapi, sebelum gedung itu dipangkas, dua pekan sebelum batas waktu yang ditetapkan Mendagri, Elson mau bikin konsensus dengan Rangkuty. Pemenggalan baru akan dilakukan setelah aliran listrik PLN masuk ke IP. Selama ini penerangan dan alat pendingin ruangan diambil dari dua generator listrik, yang ditempatkan di lantai atas yang mesti dipotong itu. Menurut Elson, konsensus tertulis inilah yang dilanggar Wali Kota. Selain itu, biaya pemotongan dan perbaikan kembali, Rp 1,2 milyar, dibebankan Wali Kota kepada PT Sukaraja Indah. Akibat pemotongan IP, 23 pedagang yang bercokol di pusat perbelanjaan itu menggugat Elson membayar ganti rugi Rp 9,5 milyar. Gugatan ini, menurut Muthalib Sembiring dan Mahyudanil, kuasa para pedagang, "Bentuknya ditanggung bersama dengan Wali Kota dan Kanwil Perhubungan Udara Wilayah I di Medan." Yang memusingkan Elson tak cuma gugatan para pedagang, tapi juga perintah pemenggalan IP, yang sekarang tingginya 23,05 meter, itu bervariasi. Administrator Bandara Polonia dan Kepala Kanwil Perhubungan Udara I mengajukan pemotongan yang berubah-ubah. Mula-mula, tinggi bangunan harus 14,37 meter. Kemudian diubah jadi 15,836 meter. Lalu diralat jadi 12,82 meter. Terakhir, angkanya 12,93 meter. Sementara itu, Mendagri bilang, 15,14 meter. Mana yang mesti dituruti ? Menurut Rangkuty kepada TEMPO, "Elson harus patuh kepada ketentuan Mendagri." Tapi, kalau dituruti menurut keputusan Mendagri, kata Elson, "Bisa-bisa instansi lain ribut lagi. Mati aku, bah . . .," sungutnya. Zakaria M Paasse Laporan Monaris S. (Biro Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini