DI kawasan perbukitan yang berhawa sejuk itu, di sela-sela kebun teh yang tampak merana, tak kurang dari 150 kandang ayam beratap seng telah berdiri tegak. Kandang-kandang milik KUD Keluarga Bahagia (KUD-KB) di Kampung Batulawang, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, itu hari-hari ini mungkin akan segera digusur. Hasil rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Dalam Negeri Rudini akhir Mei lalu menetapkan, kandang-kandang itu harus dipindah. Alasannya: bangunan itu tak sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) Bogor-Puncak Cianjur (Bopunjur) yang sedang intensif dibenahi. "Kawasan itu sebenarnya diperuntukkan sebagai daerah penyangga resapan air," kata Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) Emil Salim, yang ikut dalam rakor itu. Menurut rencana, dalam kompleks yang dibangun dengan dana Rp 6,5 milyar sejak Mei tahun lalu itu akan berdiri 320 kandang untuk ayam pedaging. Dana sebesar itu, menurut Hidayat, Bendahara KUD-KB, diperoleh dari kredit Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin). Sebagai penjamin adalah Probosutedjo, selaku pribadi dan sebagai pemilik tanah HGU (hak guna usaha) yang dijadikan tempat berdirinya kandang-kandang itu. Nantinya, kata Hidayat, masing-masing peternak mendapat kredit sekitar Rp 20 juta. Uang sebesar itu akan diserahkan dalam bentuk lahan seluas 2.500 meter persegi, yang di atasnya berdiri satu kandang untuk 6.000 ekor ayam dan sebuah rumah tipe 21. Kredit itu harus dikembalikan peternak dalam jangka waktu enam tahun. Menurut Probosutedjo, persiapan pembangunan kompleks peternakan ayam itu cukup matang. Dimulai dengan studi kelayakan selama enam bulan sejak 1987, dengan dana Rp 32 juta dari koceknya. Hasilnya, kawasan itu cocok untuk ternak ayam. Ketika itu, menurut pengusaha beken ini -- antara lain memiliki PT Cipendawa, yang bergerak di bidang perunggasan -- persyaratan berdirinya kandang itu cukup mudah. Yaitu mempunyai HGU dan izin dari Departemen Pertanian. Semuanya beres. Maka, Bukopin berani mencairkan kredit. "Sebagai jaminan, selain HGU milik saya, juga pribadi saya. Artinya, kalau sampai terjadi apa-apa, saya yang langsung bertanggung jawab," ujar Probo. Malah, katanya, Presiden Soeharto pernah mengatakan, kalau rencana itu bisa dilaksanakan, akan sangat bagus. Namun, sikap pemerintah tampaknya tegas. H.S.A. Yusacc, Humas Pemda Jawa Barat, menjelaskan, kandang ayam itu harus pindah. "Sebab, HGU yang dimiliki Probosutedjo adalah untuk pengelolaan perkebunan teh, bukan untuk peternakan," katanya. Perubahan izin dari perkebunan ke peternakan pada proyek itu, menurut Yusacc, tak ada. Rencana penggusuran itu membuat Probo kaget. "Kenapa dulu-dulunya tak diberi tahu dan tak dilarang?" katanya. Ia menegaskan, pihaknya dulu tak tahu bahwa ada peraturan yang tak memperbolehkan kawasan iu dijadikan peternakan. Yang disesalkan pengusaha ini, kenapa barang yang sudah jadi dan untuk kepentingan rakyat banyak kok malah diutik-utik. "Kalau dituduh merusak lingkungan, tidak ada lingkungan yang dirusak," tuturnya. Kata Probo, tanah di kawasan itu sebetulnya tanah yang kurang terawat. Kalaupun akan ditanami teh, jelas yang akan menikmati keuntungan hanya dirinya sendiri. Sehingga, dengan berdirinya koperasi itu, ia mengharapkan keuntungan itu dapat dinikmati orang banyak. Karena selain KUD dapat beternak ayam, kawasan itu juga dapat dimanfaatkan untuk tanamah bawang putih. Soal keuntungan itu diakui oleh Achmad Kartono, salah seorang anggota KUD-KB. "Memang, setelah peternakan dikelola oleh KUD-KB, ada peningkatan pendapatan," katanya. Sewaktu masih belum bergabung dengan koperasi, hasil bersih Achmad setiap panen -- selama 42-45 hari -- mencapai Rp 54.000. Tapi sekarang peternak itu dapat memperoleh Rp 400.000 sekali panen. Melonjaknya keuntungan itu beralasan. Sebab, peternak tak lagi harus mengurus seluk-beluk makanan, obat-obatan, dan pemasaran, yang biasanya ruwet. "Sekarang semuanya sudah ditanggung oleh PT Cipendawa. Kami tinggal menerima uangnya saja," kata Hidayat. Probo sendiri mengaku tak mendapat untung dari pembangunan peternakan itu. Sebab itu, ia mengharapkan agar jangan sampai "usaha mulia" ini gagal. "Kalau bangunan itu jadi dibongkar, 320 keluarga atau sekitar 1. 600 jiwa mau dikemanakan?" ujarnya. Siapa yang akan bertanggung jawab mengembalikan kredit? "Ya, suruh minta sama pemerintahlah," jawabnya. Namun, Mendagri Rudini tetap pada pendiriannya. Dari dulu, katanya, hanya ada satu alternatif yang perlu diambil. "Jangan melihat 320 peternaknya, tapi kita harus menegakkan UU dan peraturan. Memang peternak itu tak tahu undang-undang, tapi yang salah adalah yang ngajak," katanya tegas. Seperti yang sering ditegaskan Menteri Emil Salim, masalah di Bopunjur sudah cukup rawan. Daerah itu curah hujannya termasuk paling tinggi di Indonesia. Sedang air menunjukkan gejala kelangkaan, padahal kebutuhannya terus meningkat. "Karena itu, pada pembangunan di Jawa Barat masalah air sering sebagai kendala," katanya. Daerah Bopunjur ini mempunyai pertumbuhan penduduk yang amat tinggi. "Laju pertambahannya bisa mencapai 6% per tahun," ujar Emil Salim. Maka, bisa dibayangkan, dengan penduduk yang begitu banyak, tekanan lingkungan akan sangat kuat. "Karena itu, perlu ditata," ujarnya. Pihak Bukopin, yang sudah telanjur melepas uangnya, mengaku sejak semula tak mempertimbangkan masalah lingkungan. Keluarnya larangan pembangunan kandang itu diakui oleh Muhammad Nasif tak diperhitungkan sebelumnya. "Namun, secara usaha perbankan dan secara teknis, bagi kami belum ada masalah," kata Direktur Utama Bukopin ini. Ternyata tekat pemerintah untuk menggusur kandang-kandang ayam itu sudah bulan. Kapan penggusuran dimulai? Pelaksanaan penggusuran, menurut Bupati Cianjur Edy Sukardi, tinggal menunggu proses di Jakarta. Para peternak itu akan memperoleh penggantian lahan yang sesuai. Apakah sebelumnya tak ada peringatan dulu? "Sudah beberapa kali kami menyurati KUD-KB, tapi tidak pernah digubris," katanya.Laporan Diah Purnomowati, Yudhi S. (Jakarta), dan Riza Sofyat (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini