Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sebuah fatwa dari alam gaib

6 orang ditahan polisi karena dituduh menghancurkan pura puncak sari di senganan, tabanan, bali. pura itu dianggap tidak suci. ratusan penduduk desa senganan hendak unjuk rasa ke kantor polisi, tapi gagal.

17 Juni 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UPACARA sembahyang di Pura Puseh sudah usai. Namun, para pria Desa Senganan, Kecamatan Panebel, Tabanan, Bali, tak langsung pulang ke rumah. Pagi itu, tiga pekan lalu, 144 laki-laki itu menumpang dua buah truk, berangkat ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tabanan. "Kami sepakat untuk menengok para pemuka adat kami yang ditahan polisi," ujar I Gusti Ketut Nama, seorang dari mereka. Truk yang bermuatan penuh itu pun menderum melewati jalanan desa menuju Tabanan. Namun, rencana orang-orang Desa Senganan itu telah tercium oleh petugas keamanan. Di batas timur kota, sejumlah polisi bersenjata mencegatnya, dan rombongan dibelokkan masuk ke halaman Museum Subak. "Di situ kami digeledah dan diperiksa," tutur Ketut Nama. Pemeriksaan di bawah terik matahari itu, kata Ketut, membuat beberapa warga desa pusing kepala. Untung, adegan itu tak berlangsung lama. Mereka kemudian digiring masuk ke sebuah aula, untuk diberi pengarahan oleh pejabat Kepolisian, Kejaksaan, Kodim, dan petugas dari Parisada Hindu Dharma. "Semua tindakan yang merongrong kewibawaan pemerintah dan ABRI akan ditindak tegas," begitu antara lain pengarahan dari Kasdim Tabanan, Mayor Surata. Setelah diwejang selama empat jam, rombongan itu disuruh kembali ke Desa Senganan dengan kawalan polisi. Wah, begitu gentingkah? Tunggu dulu. Kerawanan di Desa Senganan bermula dari sebuah upacara keagamaan di Pura Puncak Sari, sebuah pura yang baru dua bulan selesai dipugar, April lalu. Seperti biasa, di tengah khidmatnya upacara, ada seseorang yang trance alias kesurupan. Dalam keadaan trance itu, dia -- di Bali biasa disebut dasaran atau sutri -- mengeluarkan fatwa yang menggugat pembangunan pura, yang terdiri dari dua bangunan 3 X 3 dan 4 X 4 meter itu. "Saya tak mau terima pura ini, karena leteh (tidak suci)," begitu yang diucapkan sutri suatu kali. Fatwa yang sama ternyata dikemukakan beberapa kali. Sementara itu, di kalangan warga dusun berpenduduk 230-an kk itu beredar gosip bahwa pura itu, yang dibangun dengan bantuan Pemda sebesar Rp 536 ribu, menggunakan material bekas. Pula, peletakan batu pertamanya tak mengikuti perhitungan hari. Para warga desa mulai menggugat. Puncaknya terjadi 27 Mei lalu. Sekitar 150 orang warga desa ramai-ramai menghancurkan pura itu hingga rata dengan tanah. Aparat desa dan beberapa petugas keamanan hanya bisa menonton. "Kalau dicegah, kami khawatir malah terjadi bentrokan," ujar Made Dawes Deker, Kepala Desa Senganan. Buntutnya, enam orang Senganan, termasuk Ketua Adat Gusti Ngurah Karjaya, diboyong polisi untuk diperiksa, dan hingga awal pekan ini masih juga belum dibebaskan. Kasus tentang material bekas itu muncul, boleh jadi, lantaran panitia pemugaran pura itu tidak berasal dari satu lembaga adat. Sebagian panitia termasuk anggota desa adat Senganan, sebagian kecil lainnya dan luar lembaga adat desa itu. Di desa itu, sekitar 200 kk masuk lembaga adat desa, dan yang bukan lembaga adat desa tak lebih dari 30 kk. Ini dimungkinkan karena di Bali desa adat dan desa administratit tidak sama wilayahnya. Kedua kelompok itu memang kurang akur. Misalnya saja, lembaga adat yang menguasai pemakaman desa meminta biaya penunjang batu sebesar Rp 25 ribu kepada keluarga nonanggota adat, jika ada keluarganya yang meninggal dan hendak dikubur di desa itu. Apa pun yang terjadi, aparat keamanan agaknya tak akan membiarkan kasus itu berlarut-larut. "Perusakan itu jelas tindak pidana," kata Kapolres Tabanan, Letkol. Pol. Wisnu Hartono. Orang yang mengotaki tindakan itu, menurut Wisnu, akan diajukan ke pengadilan. Lantas, soal pencegatan itu? "Lha, kalau mau menengok orang di tahanan mengapa harus dua truk. Jelas, mereka mau unjuk rasa," tambahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus