Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Karpet Merah untuk Risma

Dukungan pengurus teras PDI Perjuangan kepada Tri Rismaharini berlaga di Jakarta menguat. Tinggal menunggu Megawati Soekarnoputri.

8 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEGIGIHAN Hasto Kristiyanto menyodorkan nama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebagai calon Gubernur DKI Jakarta kian membara. Bagi Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, Risma masih tetap menjadi nomor satu sebagai penantang gubernur inkumben Basuki Tjahaja Purnama.

Hasto menggambarkan, bersama Risma, muncul Djarot Saiful Hidayat, yang berpeluang disandingkan dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 15 Februari tahun depan. "Elektabilitas Risma tinggi," kata Hasto kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Menguatnya dukungan dari lingkup internal PDIP dipicu oleh sikap Basuki yang kerap membuat gerah mereka. Blunder paling baru yang membuat kuping banyak pengurus PDIP panas adalah pernyataan Basuki tidak akan mendaftar melalui PDIP pada Jumat dua pekan lalu. Dia menyatakan sokongan Partai Golkar, Partai NasDem, dan Partai Hati Nurani Rakyat telah cukup.

Pernyataan ini meluncur hanya sehari setelah Basuki sowan ke rumah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Saat itu Basuki ditemani Presiden Joko Widodo membahas peluangnya kembali didukung PDIP, partai pemenang Pemilihan Umum 2014 di Jakarta. PDIP meraih 1,2 juta suara dan merebut 28 dari 106 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dengan syarat minimal memiliki 20 persen kursi Dewan, PDIP bisa mengajukan calon tanpa menggandeng partai lain.

Seseorang yang tahu pertemuan di Teuku Umar itu menyatakan pembahasan calon Gubernur Jakarta antara Jokowi, Basuki, dan Megawati berlanjut di dalam mobil. Hari itu tiga tokoh ini berkendara dalam satu mobil dari Jalan Teuku Umar menuju Balai Sidang Jakarta untuk menghadiri Rapat Pimpinan Nasional Golkar.

Diterimanya Basuki oleh Megawati sebenarnya meredakan ketegangan dengan PDIP, terutama setelah Basuki mendeklarasikan diri menggunakan jalur independen pada awal Mei lalu. Menurut Hasto Kristiyanto, pertemuan tersebut sesungguhnya waktu yang tepat untuk rujuk. Hasto seperti menggantang asap. "Pak Ahok (Basuki) tak bisa menjaga momentum. Kurang dari 24 jam setelah pertemuan, beliau mengatakan tidak perlu PDIP," ujar Hasto.

Sikap Basuki ini kembali menyulut kemarahan banyak pengurus partai. Mereka menuding Basuki tak serius berdamai dengan PDIP. "Seolah-olah kamilah biang persoalan pencalonan gubernur," kata Hasto. Pernyataan Pelaksana Tugas Ketua PDIP Jakarta Bambang Dwi Hartono lebih galak lagi. Menurut dia, 80 persen anggota Fraksi PDIP DPRD Jakarta mentah-mentah menolak Basuki. "Semua sudah tidak menghendaki Ahok," ujar Bambang D.H.

Menanggapi sikap pengurus PDIP, Basuki tak risau. Ia merasa tak bermasalah dengan PDIP. Tentang pertemuan di rumah Megawati, Basuki menyatakan tak seorang pun tahu isi pembicaraannya dengan Jokowi dan Megawati. "Emang orang tahu saya ngomong apa?" katanya.

PDIP memang menyiapkan sejumlah calon alternatif, dan Tri Rismaharini menjadi kandidat unggulan. Hasto mengatakan ada tiga rekomendasi calon yang akan disampaikan pengurus pusat kepada Ketua Umum Megawati. Hasto tak menampik opsi pertama tetap menyodorkan Basuki sebagai calon gubernur. Pertimbangannya, kesesuaian poros politik antara Basuki dan Jokowi. "Kami tetap harus menghormati masukan Presiden," ujar Hasto.

Skenario kedua, PDIP mengajukan calon dari hasil penjaringan. Proses penjaringan internal sudah berjalan dan mengerucut pada enam orang. PDIP tak membuka nama mereka. Yang pasti, Yusril Ihza Mahendra dan Sandiaga Uno mendaftar ke PDIP.

Skenario ketiga, memunculkan sejumlah calon dari hasil pemetaan politik. Nama Risma berada paling atas, disusul Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dan Boy Sadikin, anak mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin sekaligus kader PDI Perjuangan. Sempat muncul nama Kepala Badan Narkotika Nasional Budi Waseso. "Komunikasi ada, tapi proses tak berlanjut karena beliau aktif di BNN," kata Hasto.

Melesatnya nama Risma sebagai alternatif kuat calon Gubernur Jakarta juga diakui oleh Ketua PDIP Andreas Pareira. Menurut dia, Risma berani mengambil keputusan. Jakarta butuh orang yang tenang menghadapi persoalan tapi berani membuat keputusan. "Kami melihat opsi itu ada pada Ibu Risma," ujar Andreas.

Dukungan untuk Risma tak hanya muncul dari lingkup internal PDIP. Sejumlah partai berkomunikasi intensif dengan PDIP dan menyatakan dukungan kepada Risma. Partai politik itu di antaranya Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa. "Yang sudah satu bahasa tidak ke inkumben adalah Gerindra, PAN, PKS, dan PKB," kata Bambang D.H. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengakui telah berdiskusi dengan petinggi PDIP dan menyatakan tak mendukung Basuki. "Ada faktor kepercayaan di sana, dan kami percaya Risma," ujar Zulkifli.

Sokongan untuk Risma juga didapat dari PPP. Seorang petinggi PDIP menyatakan partai berlambang Ka'bah itu pasti berkoalisi jika PDIP mencalonkan Risma. PPP menyatakan sudah jatuh hati pada Risma. Ketua PPP Jakarta Abdul Aziz mengatakan, "Saat ini kami mencermati Ibu Risma." Sedangkan Ketua Gerindra Jakarta Mohamad Taufik mengatakan partainya tak keberatan hanya mengajukan calon wakil gubernur jika berkoalisi dengan PDIP. "Kami realistis, PDIP pemenang," katanya.

Tri Rismaharini menyatakan tetap memegang amanah memimpin Kota Surabaya. Dia mengaku telah menyampaikan perihal ini kepada Megawati. Risma hanya akan ke Jakarta jika warga Surabaya benar-benar melepaskannya. "Kalau warga Surabaya yang minta saya ke Jakarta hanya sepuluh orang, bagaimana coba? Itu lebih banyak yang minta saya tetap di Surabaya," ujar Risma ketika meninjau proyek box culvert di Kenjeran, Surabaya, Jumat pekan lalu. Ia mengatakan hal itu seraya menunjuk sejumlah perempuan dewasa yang bergerombol mengelilinginya.

Wakil Ketua PDIP Kota Surabaya Didik Prasetyono mengatakan Risma sadar sedang jadi pembicaraan. Namun Risma tak pernah berbicara meninggalkan Surabaya demi Jakarta. "Bu Risma tidak berambisi. Ia fokus bekerja," ucap Didik. Adapun Hasto Kristiyanto mengatakan, meskipun Risma diinginkan, keputusan akhir tetap berada di tangan Megawati. "Ketika Ketua Umum sudah memutuskan, kami patuh," katanya. ANANDA TERESIA, LARISSA HUDA (JAKARTA), MOHAMMAD SYARRAFAH (SURABAYA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus