Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) Setyawan Budi menilai keberadaan kolom agama dalam kartu tanda penduduk atau KTP cukup menjadi hambatan bagi beberapa masyarakat, terkhusus kelompok minoritas agama dan penghayat kepercayaan. Utamanya yang menyangkut urusan-urusan administratif, seperti pencatatan sipil dan perkawinan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ketika mereka meninggal dunia, layanan pemakaman di beberapa daerah khususnya di Jawa Tengah itu masih ada kesulitan-kesulitan ketika teman penghayat hendak mengakses layanan-layanan tersebut,” ujarnya ketika dihubungi pada Selasa, 7 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai bagian dari kelompok minoritas agama, Wawan berpendapat ada baiknya pencantuman kolom agama lebih baik dihapuskan. Ia mengatakan, seharusnya persoalan agama dan keyakinan dikembalikan ke ranah privat tanpa campur tangan negara.
“Pemerintah ngapain sih sampai bikin susah, mendingan (kolom agama) itu nggak usah ada sekalian. Kita ini kan kadang terlalu ngurusin ruang-ruang privat,” sambungnya.
Meskipun kini para penghayat kepercayaan dapat mencantumkan aliran kepercayaan mereka di kolom agama saat membuat KTP, namun dalam beberapa kasus, kata Wawan, warga negara yang ingin mengkonversi status agamanya ke aliran kepercayaan masih belum diakomodasi dengan baik. “Itu tetap ditulis sebagai agama lamanya,” terang Wawan.
Sementara itu, aktivis lintas agama, Ilma Sovri Yanti Ilyas, menilai kewajiban untuk mengisi kolom agama dalam KTP patut dipertanyakan. Ia khawatir dengan adanya kewajiban ini nantinya negara malah masuk terlalu jauh ke dalam ranah privat dan melakukan pemaksaan kepada warga negaranya untuk beragama atau berkeyakinan tertentu.
“Jadi ada warga negara yang bisa dicatat, dan ada warga negara yang tidak bisa dicatatkan,” kata Direktur Eksekutif Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) tersebut ketika dihubungi pada Selasa, 7 Januari 2025.
Lebih lanjut, Ilma menyebutkan penolakan terhadap pencantuman kolom agama sebagai salah satu identitas di KTP sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, kata Ilma, saat itu sudah terjalin dialog untuk membahas kemungkinan penghapusan kolom agama. “Kalau saat ini keluar keputusan MK yang membatasi seperti itu ya jelas ini mundur, mengambil langkah mundur,” ungkapnya.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi agar warga negara yang tidak beragama diakui dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk). Kedua pasal yang diuji itu mengatur adanya kolom agama atau kepercayaan dalam Kartu Keluarga atau KK dan KTP.