Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Sleman - Sejumlah penyandang disabilitas dan non-disabilitas berkolaborasi membuat konten kampanye. Dalam acara National Youth Camp Sexual and Reproductive Health and Rights atau Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi, para peserta kelas kampanye membuat konten advokasi atau informasi seputar difabel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Acara yang bertema Gerakan Kaum Muda di Embung Kaliaji, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, ini menghasilkan beberapa konten digital menarik yang dapat disebarluaskan melalui telepon pintar. Kelompok Inklusi yang terdiri dari empat mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta misalnya, mereka membuat foto hitam putih yang mengisahkan seorang difabel daksa kesulitan memindahkan tubuhnya dari kursi roda ke sepeda motor roda tiga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada dua foto hitam putih yang dihasilkan. Foto pertama menggambarkan seorang difabel daksa sedang berusaha memindahkan tubuhnya dari kursi roda ke sepeda motor roda tiga, sedangkan di dekatnya ada dua orang non-difabel yang tampak cuek. Pada foto itu tertulis pesan, 'Terketukkah hatimu untuk membantunya?'
Pada foto kedua, masih dengan gambar yang hampir sama, ada seorang ibu yang menolong penyandang disabilitas daksa tadi untuk naik ke sepeda motor roda tiga. "Pesan dari kampanye ini mengajak orang untuk peduli dan membantu," kata Alimah dari Kelompok Inklusi.
Konten kampanye berupa foto yang dibuat oleh penyandang disabilitas dalam acara National Youth Camp Sexual and Reproductive Health and Rights atau SRHR pada 16-18 Juli 2019 di Embung Kaliaji, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Proses pembuatan video tadi, menurut Alimah, melibatkan lima orang yang terdiri dari dua orang difabel dan tiga orang non-difabel. Seorang penyandang disabilitas menjadi model yang berusaha berpindah dari kursi roda ke sepeda motor dan seorang lain mengambil foto. Adapun tiga orang non-difabel menjadi model untuk dua orang yang cuek dan pemeran ibu yang menolong.
Kelompok lain yang terdiri dari empat orang difabel tuli membuat konten video. Satu orang menjadi videografer dan tiga orang lainnya sebagai aktor. Adit, seorang tuli mempresentasi dengan menggunakan bahasa isyarat yang diterjemahkan Yanda Maria Elsera Sinaga, juru bahasa isyarat dari Komunitas Akar Tuli Malang.
Judul konten yang mereka buat adalah Menikmati Bahasa Isyarat. Dalam video berdurasi hampir 3 menit itu menggambarkan tiga pemuda tuli yang tidak saling mengenal dan bertemu di tempat wisata di pinggir Embung Kaliaji. Mereka bertukar cerita dengan menggunakan bahasa isyarat sehingga saling memahami cerita satu sama lain.
Tiga aktor tuli itu menunjukkan mimik wajah yang berbeda, sesuai dengan kisah yang mereka sampaikan kepada temannya. Terkadang mereka terlihat ceria, sedih, dan saling menyimak. Adit mengatakan, konten video ini menunjukkan betapa menarik dan istimewanya bahasa isyarat. "Budaya tuli berupa bahasa isyarat, bukan suara. Juga dari bahasa tubuh dan visual," kata Adit seperti diterjemahkan Yanda.