LETNAN Kolonel Ainor Rasyid, Kapolres Tanah Datar, lega. Batu Bassrek. (Batu Bersurat) yang hilang 9 bulan lalu dari makam Adityawarman, raja Pagaruyung, di Desa Kubu Rajo, Kecamatan Limo Kaum, 80 km dari Padang, Kamis 21 Juli lalu ditemukan anggota Polres Tanah Datar. Meski begitu, Ainor Rasyid tidak puas. Ini karena batu bersurat itu, yang semula berukuran panjang 108 cm dan lebar 33 cm, ketika ditemukan anak buahnya, sudah pecah dua. Yang satu, panjangnya 35 cm. Namun, 12 baris tulisan Jawa kuno berbahasa Sansekerta itu masih utuh. Batu yang juga sering disebut "nisan" itu dijumpai di rumah Apin, penduduk Desa Simabur, Tanah Datar. Menurut Apin, calo bis PO Usaha Muda itu, batu tersebut sudah tiga bulan tergeletak di rumahnya. Prasasti itu, menurut Apin, dikirim oleh seorang yang bernama Maman melalui bis Usaha Muda kepada Yus, seorang penduduk Batusangkar di Tanah Datar. Alamat itu memang ada. Sayangnya, Yus diketahui sudah lama meninggalkan alamat tersebut. Itulah sebabnya, Apin, yang mengaku tak tahu bahwa benda itu dikejar polisi, menyimpannya di rumah. Padahal, sementara itu, polisi setempat sibuk tujuh keliling memburu peninggalan sejarah itu. Tak kurang dari Hasan Basri Durin, Gubernur Sum-Bar, yang meminta supaya benda itu dikembalikan ke tempatnya. Karena itulah, sejak diketahui satu dari enam prasasti Adityawarman itu hilang pada 10 Oktober 1987 pagi, polisi mengawasi semua jalan keluar-masuk di kabupaten tersebut. Sampai akhirnya Juli lalu, Kobe, seorang purnawirawan ABRI yang sering mondar-mandir Batusangkar-Jakarta, memberi tahu polisi, dia pernah mendengar beberapa calo bis Usaha Muda di Jakarta membicarakan sebuah peti kayu berisi batu yang dikirim ke Batusangkar. Ainor segera mengirim wakilnya, Mayor Maman Ch. Rahman. memimpin pengusutan ke Jakarta. Kali ini, polisi tak kecewa. Emi Mona, seorang warga Tanah Datar yang merantau ke Jakarta, mengatakan pernah melihat batu itu diturunkan di depan loket bis Usaha Muda. Menurut petugas loket, batu itu sudah dikirim tiga bulan lalu ke Batusangkar, hingga kemudian ditemukan di rumah Apin yang tadi. Pihak Museum & Sejarah Purbakala dari Kantor Wilayah P dan K Sum-Bar setelah memeriksa mengatakan batu yang sudah pecah dua itu benar asli. Siapa Maman dan Yus, hingga sekarang masih dilacak. Kendati belum seorang pun ditahan, Ainor yakin otak pencurian itu, yang disebutnya dua warga Batusangkar, bakal tertangkap. "Namanya sudah di tangan kami," kata Ainor kepada TEMPO. Kabarnya, batu itu sempat dikirim kepada para pedagang barang antik di Batam dan Jakarta. "Karena tak laku dijual, dikembalikan lagi ke Batusangkar," kata Ainor. Semula ada perkiraan, mistik bermain di belakang pencurian itu. Ketika batu itu hilang, sebutir telur terletak di atas makam. Di kulitnya tertulis angka 22476. Di sekitarnya, ada kain merah, sejemput benang kuning, merah, dan hitam. "Itu usaha pengelabuan," kata Ainor. Penjelasan Ainor tampaknya menghapuskan kecurigaan Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Dr. Hasan Muarif Ambari, yang sempat menduga batu berusia 639 tahun itu digondol untuk maksud penelitian (TEMPO, 14 November 1987). Menurut Ambari, batu itu barang langka karena tak semua daerah memilikinya. Ini pula yang mendorong Dr. J.G. de Casparis, ahli epigrafi dari Belanda, pertengahan November tahun lalu berkunjung ke Batusangkar, untuk membaca prasasti itu. Meski maksudnya tak tercapai, Casparis meninggalkan pesan. Katanya, batu itu bukan nisan, tanda kubur bagi penganut Islam. "Prasasti itu dibuat oleh pengagum Adityawarman ketika raja tersebut masih hidup. Adityawarman itu penganut Budha," kata Casparis. Monaris Simangunssong & Fachrul Rasyid (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini