Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Najis dalam segelas air ?

Gubernur jawa timur wahono merencanakan untuk memasukkan penghasilan penjualan kupon ksob & tssb di dalam apbd. f-pp menentang rencana itu. dirjen puod atar sibero, tak setuju kebijaksanaan tersebut.

6 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KSOB dan TSSB mungkin nanti tak bisa lagi disebut usaha pengumpulan dana nonbudgeter. Setidaknya di Jawa Timur. Sebab, gubernur daerah itu merencanakan untuk memasukkan penghasilan penjualan kupon tebak-tebakan itu di dalam APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah). Dana KSOB dan TSSB itu tercantum dalam nota keuangan tentang rancangan perubahan APBD Jawa Timur yang dibacakan Gubernur Wahono, Sabtu pekan lalu. Berarti Jawa Timur menjadi daerah pertama yang memelopori kebijaksanaan ini. "Ini untuk memudahkan pertanggungjawaban pemakaian dana itu," kata Wahono. Usaha memasukkan dana itu ke APBD dimulai dari surat Sekwilda Jawa Timur kepada Ketua DPRD Jawa Timur, 20 Juli yang lalu. Disebutkan di dalam surat itu bahwa Pemda Jawa Timur telah menerima bantuan dari Departemen Sosial Rp 2.094.230.000. Perinciannya: Rp 1,3 milyar berasal dari sumbangan KSOB (Kupon Sumbangan Olah Raga Berhadiah) untuk digunakan membiayai kegiatan KONI daerah. Sisanya dari TSSB (Tanda Sumbangan Sosial Berhadiah) untuk Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Jawa Timur, akan digunakan dalam berbagai kegiatan sosial. Dana ini berasal dari kebijaksanaan Menteri Sosial mulai tahun ini: untuk tiap lembar kupon KSOB (harganya Rp 600/lembar) yang terjual di daerah, daerah itu mendapat bagian Rp 30 yang digunakan sebagai dana pembinaan olah raga daerah itu. Untuk TSSB yang berharga Rp 1.000/kupon, pembagian tersebut Rp 40/lembar. Maka, APBD Jawa Timur yang semula berjumlah Rp 644 milyar, di dalam rancangan perubahan APBD meningkat menjadi Rp 682 milyar. Dalam kenaikan penerimaan daerah sebesar Rp 38 milyar itu (5,87%), Rp 2 milyar berasal dari KSOB dan TSSB tadi. Bukankah itu berasal dari dana nonbudgeter? Wahono sudah punya jawaban. Ia menunjuk Peraturan Mendagri nomor 8 tahun 1978, yang menyebutkan bahwa pemasukan dana dari pihak ketiga yang diterima pemda mesti dimasukkan APBD. Selain itu, ada lagi SK Menteri Sosial nomor 30/BSS/1988, 30 Januari 1988, yang meminta gubernur untuk mengawasi dan mengendalikan penggunaan dana pembinaan olah raga (dari KSOB) dan dana usaha kesejahteraan sosial (dari TSSB). "Jadi, kami ini mengamankan apa yang digariskan Pusat," kata Wahono, yang akan mengakhiri jabatannya 26 Agustus mendatang. Reaksi menolak kebijaksanaan itu datang secara keras dari F-PP. Rapat fraksi berlambang bintang itu, Senin pekan lalu, memutuskan menolak kebijaksanaan gubernur. Agaknya, penolakan lebih didasarkan pada sikap resmi mereka yang menganggap KSOB dan TSSB adalah judi. Dalam pikiran Soelaiman Biyahimo, juru bicara F-PP, pendapatan pemda dari berbagai pajak dan penghasilan lainnya akan dikotori oleh dana KSOB dan TSSB yang merupakan barang "haram". "Ibarat segelas air bersih kena setetes air najis, maka air itu jadi najis semua," katanya. Sedang fraksi lainnya kelihatan setuju-setuju saja. Fraksi terbesar, F-KP, umpamanya, menilai masuknya dana itu di APBD menyebabkan penggunaannya bisa lebih dikontrol oleh DPRD sekalipun sudah jelas akan disalurkan untuk dana pembinaan olah raga dan kegiatan sosial. "Biar dana itu jelas penggunaannya daripada jalan sendiri-sendiri," kata Sam Soeharto, wakil ketua fraksi itu. Ketua F-PDI Jawa Timur, Toeloes Soedjianto malah mengkritik pendapat E-PP yang menyamakan dana undian itu sebagai najis. Sebab, di dalam APBD ada pendapatan dari pajak penjualan babi, misalnya, yang bisa juga dikategorikan sebagai najis versi F-PP. "Bagi F-PDI masalah itu tak relevan untuk dipertentangkan," katanya. Yang menarik, Atar Sibero, Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) Departemen Dalam Negeri, sendiri tak setuju pada kebijaksanaan gubernur itu, sekalipun dengan alasan yang berbeda dengan F-PP. "Nggak boleh itu. Kalau masuk APBD nanti tidak bisa cepat mengeluarkan dananya. Lagi pula, petunjuk penggunaan dana 'kan sudah jclas, kenapa lagi dimasukkan APBD," kata Atar Sibero. Amran Nasution, Wahyu Muryadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus