Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tergusur Perlahan Proyek IKN

Masyarakat Sepaku perlahan tergusur proyek IKN. Mereka belum mendapat ganti rugi, meski proyek mulai dibangun.

25 Januari 2024 | 00.00 WIB

Pemukiman warga di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 6 Maret 2023. REUTERS/Willy Kurniawan
Perbesar
Pemukiman warga di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 6 Maret 2023. REUTERS/Willy Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Warga Sepaku yang terkena dampak proyek intake IKN belum dapat ganti rugi.

  • Masyarakat adat semakin gusar akan tergusur di IKN.

  • Mendorong pengesahan RUU Masyarakat Adat.

JAKARTA – Laju pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, membuat Sibukdin, 60 tahun, semakin gusar. Ketua Adat Suku Balik itu mulai ragu akan komitmen pemerintah dengan melihat gejolak masyarakat di lokasi IKN yang menuntut pembayaran ganti rugi atas lahan mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sibukdin mengatakan masyarakat eks transmigran dan pendatang atau bukan asli suku Balik di Kelurahan Sepaku, Penajam Paser Utara, mulai bereaksi. Sebab, pemerintah ternyata belum membayar lahan mereka yang kini menjadi area pembangunan proyek IKN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Sudah satu bulan terakhir mereka memblokade jalan menuju pengambil air (intake) untuk menunjang pasokan air bersih IKN di Kelurahan Sepaku,” kata Sibukdin, Rabu, 24 Januari 2024.

Lahan masyarakat beserta surat-suratnya di Kelurahan Sepaku itu sesungguhnya sudah diambil oleh pihak pemerintah atau kontraktor sejak dua tahun lalu.

Di Sepaku juga terdapat pembangunan pengambil air (intake) untuk menunjang pasokan air bersih di IKN. Pembangunan intake ini dilakukan di Sungai Sepaku, yang tak jauh dari permukiman. Intake Sungai Sepaku akan menyediakan air baku berkapasitas 3.000 liter per detik.

“Sudah dua tahun mereka belum terima uang ganti rugi, padahal surat-surat sudah diberikan. Tapi kontraktor jalan terus untuk membangun,” kata Sibukdin.

Masyarakat yang mendiami Kelurahan Sepaku cukup beragam. Selain suku Balik, terdapat transmigran yang datang sejak 1969 dan masyarakat dari luar Sepaku yang berdatangan pada 1990-an. Mereka menjadi penduduk yang mendiami area yang sekarang dipatok pemerintah menjadi lokasi IKN. 

Kepala Adat Masyarakat Dayak Balik Sepaku Lama, Sibukdin Lokdam, di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 8 Maret 2023. REUTERS/Willy Kurniawan

Menurut Sibukdin, sebenarnya ada juga beberapa warga Sepaku yang sudah mendapatkan ganti rugi atas lahan mereka yang masuk area proyek IKN. Salah seorang di antaranya adalah Sibukdin. Tanah orang tua Sibukdin masuk dalam area proyek intake.

“Saya mendapat uang ganti rugi sekitar Rp 500 juta dari beberapa hektare lahan milik peninggalan ayah saya,” kata Sibukdin.

Meski begitu, ia mengaku tidak mengetahui harga satuan ganti rugi. Selama pertemuan dengan pemerintah, Sibukdin tidak pernah mendapat penjelasan rinci mengenai nilai ganti rugi tersebut. 

Sibukdin masih memiliki sisa tanah yang tidak terkena dampak pembangunan proyek di IKN. Namun ia tetap khawatir dirinya dan masyarakat adat Balik suatu saat akan tergusur dari daerahnya. Sebab, pemerintah pasti terus menggenjot pembangunan proyek di IKN. Sedangkan masyarakat adat tidak memiliki legalisasi atas tanah mereka. Mereka pernah mengurus penerbitan sertifikat tanah, tapi pemerintah menghentikannya ketika proyek IKN dimulai. 

“Kondisi itu akan membuat mereka mendapat ganti rugi yang tidak sesuai,” ujar Sibukdin.

Sibukdin mendesak negara mengakui masyarakat adat Sepaku sebagai masyarakat hukum adat. Ia pun mendorong Dewan Perwakilan Rakyat segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat. “Dengan adanya pengakuan itu, hidup kami bisa terjamin meski ada pembangunan IKN,” katanya.

Hingga saat ini, pembangunan proyek-proyek di IKN sudah memasuki tahap IV. Ada berbagai proyek dibangun, yang sumber dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ataupun investor.

Berbagai proyek IKN yang bersumber dari APBN adalah pembangunan bandar udara VVIP, rumah sakit, sekolah, dan kompleks perkantoran. Lalu sejumlah proyek fasilitas publik yang dimodali oleh 23 investor domestik. Sampai saat ini, pemerintah sudah menggelontorkan Rp 73 triliun dana dari APBN untuk pembangunan di IKN. Progres pembangunan fisik berbagai proyek di kawasan inti pusat pemerintahan di IKN itu diklaim sudah mencapai 70 persen.

Ombudsman Republik Indonesia menemukan berbagai penyimpangan dalam penggunaan lahan dan pembebasan lahan di IKN, Agustus tahun lalu. Misalnya, adanya proses pendaftaran tanah yang macet di Penajam Paser Utara. Tim Ombudsman menemukan 430 pengajuan redistribusi tanah yang berhenti diproses di Desa Sukomulyo. Angka ini belum termasuk pembekuan 313 redistribusi tanah di Desa Semoi II, yang diajukan masyarakat sejak 2019.

Ombudsman juga menemukan sejumlah kebijakan pemerintah yang menghalangi warga di kawasan IKN mengurus ataupun memperoleh sertifikat tanah. Misalnya, Peraturan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pengendalian Peralihan Penggunaan Tanah dan Perizinan pada Kawasan Calon IKN dan Kawasan Penyangga. Inti aturan ini mengatur bahwa bupati dan wali kota tidak akan menerbitkan izin baru, perpanjangan, ataupun rekomendasi sertifikat tanah di kawasan calon IKN.

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Timur juga menerbitkan Surat Nomor Hp.01.03/205-64/II/2022 tertanggal 8 Februari 2023. Surat itu berisi permintaan kepada Kantor Pertanahan Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara agar tidak melayani dan melakukan pencatatan jual-beli atau peralihan hak serta pengikatan perjanjian jual-beli.

Lalu Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menerbitkan surat edaran Nomor 3/SE-400.HL.02/II/2022 tentang pembatasan penerbitan serta pengalihan hak atas tanah di wilayah IKN. Ruang lingkup surat edaran itu mengenai urusan penerbitan hak atas tanah, perbuatan hukum untuk mengalihkan hak atas tanah, serta penerbitan surat keterangan sebagai keterangan atas penguasaan dan pemilikan tanah.

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengatakan berbagai aturan ataupun surat edaran yang diterbitkan pemerintah itu isinya justru merintangi masyarakat memperoleh legalisasi atas tanah mereka. Ia mengatakan, dalam proses pembebasan lahan di IKN, pemerintah seharusnya mempertimbangkan sejarah pemegang hak atas tanah agar tak memicu gejolak di masyarakat. “Bukan justru tak diselesaikan,” kata Najih, Rabu kemarin. 

Sekretaris Otorita IKN Achmad Jaka Santos Adiwijaya mengatakan temuan Ombudsman itu didapati ketika Kementerian mengeluarkan surat edaran yang mengatur pembekuan transaksi pengalihan hak atas tanah. “Tapi kemudian dalam praktiknya, bukan hanya pengalihan yang tidak terlayani. Jadi, ada lebih dari pengalihan, sehingga masyarakat mengadu ke Ombudsman," kata Achmad.

Menurut Achmad, ada masalah komunikasi di lapangan antara petugas lapangan Kementerian ATR dan pemilik lahan. Padahal masyarakat dibolehkan mendaftarkan hak atas tanah dari status girik menjadi hal milik lewat sertifikat hak milik (SHM). Namun banyak kantor BPN yang tutup. 

"Jadi, itulah teguran yang diberikan kepada Ombudsman," ujar Achmad. Ia yakin bahwa Kementerian ATR/BPN sudah memperbaiki layanan mereka dengan merujuk pada Undang-Undang IKN. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN Lampri belum menjawab pertanyaan Tempo soal ini.

Anak-anak adat masyarakat Dayak Balik di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 6 Maret 2023. REUTERS/Willy Kurniawan

Butuh Pengakuan atas Tanah Warga

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur Saiduani Nyuk mengatakan selama ini masyarakat adat di Kalimantan, termasuk di IKN, belum mendapatkan pengakuan, pelindungan, dan penghormatan dari negara. Padahal ruang hidup masyarakat adat di sana sudah terampas akibat penerbitan izin konsesi dan proyek infrastruktur. “Kondisi ini mengakibatkan masyarakat adat tergerus," kata Saiduani.

Keberadaan masyarakat adat semakin terancam dengan terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang IKN. UU IKN dan aturan turunannya tidak mengakomodasi pengakuan serta pelindungan terhadap masyarakat adat. Contohnya, pemberian hak guna usaha (HGU) selama 190 tahun dan hak guna bangunan selama 160 tahun kepada investor di IKN.

AMAN menyikapi keresahan masyarakat adat dengan menggelar kondolidasi seluruh masyarakat adat se-Kalimantan di Komunitas Masyarakat Adat Sepaku, Penajam Paser Utara, pada 17-18 Januari lalu. Hasil dari pertemuan ini, masyarakat adat meminta pemerintah dan badan otorita menghentikan seluruh proses pembangunan di IKN. Pembangunan proyek dapat dilanjutkan setelah ada jaminan hukum dari pemerintah yang berisi pengakuan, penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan masyarakat adat.

Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi menguatkan adanya ancaman penggusuran terhadap masyarakat adat suku Balik dengan adanya proyek-proyek di IKN. Dengan demikian, ia berharap DPR segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat. “Ini bisa menjadi salah satu solusi bagi masyarakat adat,” katanya.

HENDRIK YAPUTRA | ANTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hendrik Yaputra

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus