Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi terbaru, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI, Melki Sedek Huang membuat tulisan berjudul 'Negara dalam Pusara Keluarga'. Tulisan tersebut dibacakan Ketua BEM UI 2023 saat diskusi publik bertajuk Menelisik Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Terbaru di Pelataran Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Kamis, 19 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di awal sambutan Melki mengaku tidak ingin menjabarkan pandangannya secara lisan seperti narasumber lain. Dia memilih untuk mengeluarkan isi hatinya melalui sebuah tulisan yang dia buat tadi pagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun diskusi tersebut menghadirkan narasumber Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Titi Anggraini. Sementara Guru Besar Hukum Tata Negara FH UI Prof. Yusril Ihza Mahendra yang diagendakan menjadi narasumber, tidak hadir hingga diskusi selesai.
"Setidaknya saya mencoba menyampaikan perspektifnya sebagai seorang mahasiswa hukum," kata Melki.
Berikut tulisan Melky terkait putusan MK mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Negara dalam Pusara Keluarga
Beberapa hari yang lalu saya tepat berusia 22 tahun, jikalau kemarin MK kemudian mengabulkan gugatan yang diajukan oleh PSI, berarti 13 tahun mendatang di usia 35, saya bisa mencalonkan sebagai calon wakil presiden.
Namun, karena kemarin MK mengabulkan gugatan mahasiswa Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru, maka sebelum usia 40 tahun tampaknya saya harus mencalonkan diri dulu sebagai kepala daerah atau penyelenggara negara apapun itu untuk bisa berkontestasi di 2039.
Banyak orang yang mencela keputusan saya, banyak orang yang mencela keputusan anak-anak muda, dan juga banyak orang yang mencela keputusan para mahasiswa yang kontra keputusan MK kemarin.
Kami dianggap hiporkrit, kami dianggap tak cerdas, kami dianggap membatasi potensi diri kami sendiri yang muda karena menolak putusan yang katanya berpihak pada anak muda.
Saya sendiri menolak deisme, saya juga menolak pemimpin tua yang berpura-pura muda, saya mendukung hadirnya pemimpin, saya juga ingin menjadi pemimpin muda, tapi saya lebih ingin Indonesia taat hukum, terutama konstitusi.
Di masa mendatang, tantangan anak-anak muda semakin banyak, pergaulan antarnegara dengan hebatnya semakin menantang, perekonomian kita pun semakin membara, kesejahteraan sosial bisa jadi terancam, hanya konstitusi dan demokrasi lah yang bisa kami jadikan harapan, jadi basis kita merawat hal-hal baik, guna menghadapi berbagai tantangan.
Kami memang lahir setelah reformasi tahun 1998 berkumandang, tapi bukan berarti kami tidak memahami makna dan esensi dari reformasi.
Setiap pengaung reformasi 1998 selalu mengambil panggung lima tahunan ini dengan nama persekutuan lah, perkumpulan lah, kelompok atau pun golongan aktivis tahun 98.
Kamipun selalu di perbandingan dengan orang-orang di tahun 98, jika daya kritis dan pergerakan kami tengah kami lakukan untuk mengkritisi kekuasaan, katanya kami kurang galak. Katanya kami kurang gahar, katanya kami kurang panas.
Kamipun jadi belajar apa itu reformasi 98 apa itu makna dan juga esensinya. Jadi jangan salahkan kami yang punya tafsiran sendiri apa itu reformasi 98.
Bagi kami reformasi adalah gerbang menuju negara yang demokratis taat hukum dan juga sejahtera, kami juga dianjurkan untuk tetap menolak KKN dan dwifungsi ABRI bertahun-tahun paska reformasi 98.
Semua hal itu kini menjadi semakin jauh dari angan kami semua.
Kata bang usman Hamid Direktur Amnesti, reformasi kembali ke titik nol dan putusan MK kemarin menjadi pemicunya.
Putusan MK kemarin, bagi kami tak sesuai dengan aturan main, sejak awal pengadilan konstitusi dirancang untuk menjadi negatif legislator. Dia hadir untuk meniadakan atau menghadang legislasi yang tidak sesuai dengan konstitusi.
Setidak-tidaknya sampai terakhir kali saya belajar hukum konstitusi, atau asas asas hukum tata negara. Peranan dari MK bukan hanya menambah frasa dari Undang-undang saja, itu tidak sesuai dengan peranan dan fungsinya. MK adalah produk dari pasca reformasi bagi kami dia adalah harapan ketika sistem ketatanegaraan kita tengah hancur atau tak beraturan.
Bagi kami dia adalah harapan jika konstitusi demokrasi dan konsep negara hukum telah memasuki usia senja, tapi nyatanya senja nampaknya datang terlalu cepat. Bagi kami demokrasi dan negara hukum telah memasuki ujung usia, turut berduka untuk kita semuanya.
Pilihan Editor: 15 Jurusan dengan Peluang Masuk Besar di UI