Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Mantan anggota DPR dari Fraksi PKB periode 2019-2024, Luluk Nur Hamidah, menilai putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ketentuan ambang batas minimal pencalonan presiden atau presidential threshold tidak akan serta-merta memperbaiki kualitas demokrasi. Sebabnya, ia masih ragu DPR akan sepenuhnya memenuhi putusan MK tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Emang DPR atau partai politik ingin melepaskan semua hak istimewa yang dimiliki selama ini, atau kemudian (malah) akan terjadi konsolidasi kekuasaan yang akan luar biasa ke depan,” ujar Luluk ketika ditemui di Setiabudi, Jakarta, pada Ahad, 12 Januari 2025.
Luluk menjelaskan setiap keputusan politik yang dinilai penting, akan banyak aktor-aktor politik yang kemudian ikut bermain. Aktor-aktor tersebut, kata Luluk, memiliki kekuasaan yang mampu mengubah lanskap perpolitikan tanah air. Utamanya yang ia sebut sebagai kaum oligarki.
“Putusan-putusan politik penting itu masih lebih banyak dipengaruhi dan dikendalikan oleh sebuah kekuasaan yang terpusat. Entah itu karena ia memang memegang kekuasaan official ataupun unofficial power gitu ya, atau kita sering sebut itu dengan oligarki,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.
Menurut dia, selama kekuatan ekonomi maupun kekuasaan politik masih dimonopoli oleh segelintir elit, maka putusan MK yang disebut-sebut sebagai kado bagi demokrasi tersebut tidak akan berarti apa-apa. Semua keputusan politik selanjutnya, termasuk soal pencalonan presiden dan wakil presiden tetap akan bergantung pada konsolidasi politik masing-masing partai.
“Jadi putusan MK tidak serta-merta akan mengubah sesuatu selama kemudian sumber daya politik, sumber daya ekonomi, dan sumber daya kekuasaan itu bener-bener dikontrol oleh satu kekuatan yang sangat besar. Dan itu dipimpin oleh presiden yang sekarang gitu,” ucapnya kembali.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk mengawasi DPR untuk tidak kembali mengamputasi putusan MK dan membuat regulasi jauh dari apa yang ditentukan oleh MK. Luluk juga mengajak masyarakat untuk lebih peka terhadap politik lewat pembukaan ruang-ruang diskusi publik.
“Jangan sampai kemudian semangat kita untuk memperbaiki kualitas demokrasi dan menjadikan demokrasi lebih inklusif, kemudian hak sipil dari warga negara juga tidak diamputasi itu selaras dengan pengaturan lebih lanjut,” kata Luluk.
MK sebelumnya telah mengabulkan gugatan penghapusan ketentuan presidential threshold. Keputusan tersebut tertuang dalam putusan MK dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis, 2 Januari 2025 lalu.