Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mengklaim tak ada intervensi dalam penanganan kasus penembakan siswa SMK Negeri 4 Semarang oleh anggota Polrestabes Semarang. Hal ini dia sampaikan usai rapat dengar pendapat bersama Kapolrestabes Semarang Irwan Anwar pada Selasa, 3 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Enggak ada," katanya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Habiburokhman mengatakan, kedatangan Irwan Anwar ke rumah korban Gamma Rizkynata Oktafandy atau GRO bukan untuk mengintervensi keluarga. Namun, kata dia, kedatangan itu untuk menyampaikan ucapan dukacita.
"Tadi disampaikan justru pak Kapolres itu datang di takziah dalam konteks menyampaikan bela sungkawa. Intervensinya seperti apa? Kita lihat kan tadi sudah dijelaskan semua. Alat buktinya ada, saksi-saksinya ada," kata politikus Partai Gerindra itu.
Dia menambahkan, pelaku penembakan harus bertanggung jawab dan harus dimintai pertanggungjawabannya secara hukum. Komisi III DPR, kata dia, berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.
"Kami teman-teman Komisi III tadi Pak Rudi kita komitmen untuk mengawal kasus ini sampai ke persidangan dan pelakunya harus dihukum yang setimpal dengan perbuatannya. Itu yang tadi merupakan kesimpulan umum rapat barusan," tutur Habiburokhman.
Sebelumnya pada Ahad dini hari, 24 November 2024, personel Polrestabes menembak seorang pelajar SMK Negeri 4 Semarang hingga tewas. Kapolrestabes Semarang, Komisaris Besar Irwan Anwar, membenarkan adanya peristiwa penembakan tersebut.
Irwan mengklaim, polisi terpaksa menembak korban karena melakukan perlawanan ketika anggotanya hendak melerai tawuran di Semarang Barat. “Saat kedua kelompok gangster ini melakukan tawuran, kemudian muncul anggota polisi, dilakukan upaya untuk melerai, namun kemudian ternyata anggota polisi informasinya dilakukan penyerangan sehingga dilakukan tindakan tegas,” kata Irwan di Semarang, pada Senin, 25 November 2024.
Dia mengatakan, peristiwa polisi tembak siswa SMK di Semarang Barat itu berawal dari informasi adanya tawuran antargeng, yakni Geng Seroja dan Geng Tanggul Pojok. Korban merupakan anggota Geng Tanggul Pojok.
Ketika kedua kelompok tawuran, muncul seorang polisi yang disebut bermaksud hendak membubarkan mereka. Namun, Irwan mengklaim, polisi itu justru diserang oleh korban, sehingga dilakukan tindakan tegas.
Keluarga bantah korban anggota gangster
Keluarga Gamma Rizkynata Oktafandy, 17 tahun, pelajar SMK yang tewas akibat penembakan polisi di Semarang membantah jika korban seorang anggota gangster. Mereka menilai ada kejanggalan dari kasus tersebut.
Bibi korban, Diah Pitasari, 47 tahun, menjelaskan keluarga baru mendapat kabar dari polisi tentang kondisi Gamma pada Ahad siang berselang 10 jam sejak waktu perkiraan korban tewas. Keluarga diminta datang ke Rumah Sakit (RS) Karyadi Semarang untuk memastikan identitas Gamma.
"Kami tahu baru sekitar jam 12.37 WIB," ujar Diah ketika ditemui wartawan di sela-sela proses ekshumasi jenazah Gamma di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Jumat, 29 November 2024.
Ia mengakui tidak ikut ke RS Karyadi lantaran sedang berada di luar kota. Namun, menurut informasi dari anggota keluarga yang mendatangi rumah sakit, jenazah korban sudah dalam kondisi dikafani dan hanya bisa melihat bagian wajah. "Kami merasa janggal," tutur dia.
Dia menyangkal pernyataan dari pihak Polrestabes Semarang yang menyebut bahwa Gamma anggota geng. Ia menuturkan selama ini Gamma tinggal bersama neneknya di Semarang. Orang tua Gamma bercerai. Ibunya pun sudah wafat.
Menurut Diah, keponakannya itu sehari-harinya berperilaku baik, bahkan cenderung penakut dan kurang percaya diri. "Anaknya itu cilikan aten (minder). Mainannya di rumah saja sama kucing. Jadi kami kaget sekali kalau dibilang anak gangster. Enggak mungkin," ucap dia.
Ia mengungkapkan dari keterangan nenek Gamma, korban pada Sabtu malam, 23 November 2024, sekitar pukul 19.30 WIB pamit untuk latihan pencak silat. Ini memang jadwal rutin Gamma setiap Sabtu malam. Namun, malam itu korban tak kunjung pulang.
Keluarga pun mencari-cari keberadaan korban. Bahkan keluarga di Semarang menghubungi ayah korban, Andi Prabowo, yang tinggal di Kabupaten Sragen. Menurut dia, Andi masih bisa menghubungi Gamma sekitar pukul 23.00 WIB. Saat itu korban mengatakan latihan sudah selesai tapi masih akan makan malam.
"Ayahnya sekitar jam 12-an (24.00 WIB) masih voice note tapi setelah itu kontak, telepon berdering, tapi tidak ada yang ngangkat," ungkap dia.
Dia menceritakan pada awalnya, ayah Gamma menerima kematian korban dan memutuskan membawa jenazah Gamma untuk dimakamkan di Sragen. Namun, karena belakangan banyak pemberitaan tentang Gamma disebut anggota geng dan terlibat tawuran, pihak keluarga terganggu hingga memutuskan melapor ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
Kepada Andi, Diah mengaku akhirnya ikut mendorong ayah Gamma itu untuk memperjuangkan mengembalikan nama baik Gamma yang telah dinyatakan sebagai anggota gangster. Mereka juga berharap keadilan untuk Gamma.
"Kami ingin mencari kebenaran dan keadilan untuk Gamma, mengembalikan nama baiknya. Kami berharap jangan ada yang disembunyikan," ucap dia.
Pilihan Editor: Kata Ketua Komisi III DPR soal Ketidakhadiran Keluarga Korban Penembakan Polisi di Semarang dalam RDP
Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.