Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, membeberkan peluang keberlanjutan Kurikulum Merdeka yang digagas mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Menurutnya, apabila Kurikulum Merdeka memberikan dampak positif, maka harus dipertimbangkan untuk dilanjutkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jangan sampai kita itu ada adagium ‘Oh karena menterinya baru kita harus ganti lagi kurikulumnya’ gitu ya,” kata Hetifah ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 29 Oktober 2024. Hetifah berharap hal-hal positif dari Kurikulum Merdeka, seperti pendidikan yang berorientasi pada siswa dan pembelajaran yang menyenangkan bisa dipertahankan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebab, menurut Hetifah, Kurikulum Merdeka merupakan buah dari masukan masyarakat kala itu. “Dulu itu kami justru banyak dapat masukan ‘Kenapa kok sekolah kita seperti ini? Kenapa kok di luar negeri anak-anak itu bersemangat sekolah, dekat sama guru-gurunya, nggak banyak kekerasan’, gitu,” ucap politikus Partai Golkar tersebut.
Meski demikian, terkait pro-kontra Kurikulum Merdeka, DPR masih perlu dibahas dengan mempertimbangkan umpan balik dari masyarakat. Dia pun tidak menutup kemungkinan apabila nantinya menteri yang baru akan mengajukan perubahan kurikulum. “Tentu ada diskresi dari menteri untuk membuat program unggulan baru, apalahi kalau itu menjadi arahan dari Pak Presiden, ya kami akan mendengar juga sebenarnya niatnya seperti apa,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengatakan masih akan mengkaji Kurikulum Merdeka. “Kami juga harus mengkaji ya ini kan masih baru, kurikulum ini kan masih baru,” kata Abdul kepada wartawan saat ditemui usai acara serah terima jabatan di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, pada Senin, 21 Oktober 2024.
Abdul mengatakan meskipun kurikulum ini telah ditetapkan sebagi kurikulum nasional, tidak semua satuan pendidikan bisa melaksanakannya. Terlebih, kata dia, kurikulum ini masih menuai polemik.
Sementara itu, pengamat pendidikan Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan menilai Kurikulum Merdeka perlu dilanjutkan, namun dengan beberapa catatan. Salah satu catatannya, ia menilai perlu ada pendampingan guru yang intensif.
“Tidak bisa hanya mengandalkan Platform Merdeka Mengajar (PMM) yang diklaim sudah diakses banyak orang,” kata Edi ketika dihubungi Tempo pada Selasa, 15 Oktober 2024.