Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Permasalahan ekonomi yang timbul karena jeratan lintah darat menjadi masalah klasik yang terus terjadi. Dua tahun setelah proklamasi, digelar kongres koperasi pertama di Indonesia, lokasinya di Tasikmalaya. Kongres itu membidani organisasi Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang menjadi wadah kelompok koperasi di Indonesia. 12 Juli 1947, hari saat kongres itu digelar kemudian ditetapkan menjadi hari koperasi Indonesia.
Gerakan koperasi untuk mengatasi masalah ekonomi karena lintah darat telah dilakukan sejak 51 tahun sebelum kongres koperasi pertama di Indonesia. Saat itu, di Hindia Belanda, banyak kalangan terjerat lintah darat, tak hanya rakyat jelata, bahkan kaum priyayi pun mengalaminya. Bunga yang tinggi menjadi masalah yang sulit diatasi.
Kondisi itu disebut-sebut umum ditemui di Hindia Belanda. Namun seorang patih di Purwokerto membuat langkah tepat yang memicu perubahan. Ia adalah Raden Aria Wirjaatmadja. Setelah melihat berbagai kesulitan rakyat baik itu kalangan petani hingga priyayi, Aria bergerak mendirikan lembaga keuangan bernama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden, atau Bank Bantuan dan Simpanan Kaum Priyayi Purwokerto.
Dilansir dari buku Percepatan Digitalisasi UMKM dan Koperasi, karya Tiara Carina dan kawan-kawan, lembaga itu membantu pegawai pribumi yang mengalami kesulitan ekonomi akibat eksploitasi kolonial. Inisiatif tersebut mendapat dukungan dari De Wolff Van Westerrode dan menjadi cikal bakal dari Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Raden Aria Wirjaatmadja menjadi sosok yang legendaris di BRI. Untuk menghormatinya, patung Aria dibuat dan ditempatkan di museum BRI yang menjadi satu dengan Bank BRI cabang Wirjaatmaja di Purwokerto.
Dilansir dari dinarpus.banyumaskab.go.id, Aria lahir pada Agustus 1831 di Adireja, Banyumas. Pada umur 21 tahun, ia bekerja sebagai juru tulis kontrolir Belanda di Banjarnegara. Kariernya meningkat hingga menduduki jabatan tinggi di pemerintahan.
Suatu hari, ia melihat langsung bagaimana masyarakat selalu terjebak hutang dengan bunga yang tinggi. Bahkan seorang guru pernah berhutang hingga 150 gulden dengan bunga sangat tinggi. Merasa perihatin, Aria akhirnya bertemu dengan sejumlah orang Dilansir dari laman Kemenkopukm, Pada 1895, di daerah Purwokerto, Jawa Tengah, Aria bersama dengan dukungan De Wolf Van Westerrode, asisten residen setempat, mendirikan Bank Penolong dan Simpanan. Bank ini tidak hanya memberikan pinjaman dengan bunga yang lebih rendah daripada rentenir, tetapi juga bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan para priyayi dan petani di sekitar Purwokerto.
Lembaga tersebut didirikan supaya orang tidak terjebak dalam jeratan hutang yang sulit untuk dibayar. Rupanya langkah Aria tersebut menginspirasi sebagai solusi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi masyarakat.
Pada tahun-tahun berikutnya, gerakan koperasi semakin berkembang seiring dengan gerakan nasionalisme, seperti pendirian koperasi oleh organisasi seperti Budi Utomo dan Serikat Dagang Islam. Pada 1915, dikeluarkanlah peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, yang mengatur berbagai aspek pendirian koperasi untuk berbagai kelompok masyarakat.
Pada masa pendudukan Jepang selama Perang Dunia II, koperasi di Indonesia mengalami perkembangan signifikan. Kumiyai, yang merupakan lembaga koperasi model Jepang, didirikan untuk mengelola usaha-usaha ekonomi lokal termasuk bank dan lumbung desa. Kumiyai membantu menjaga stabilitas ekonomi lokal pada masa-masa sulit tersebut dan memberikan pengalaman berharga tentang manajemen ekonomi berbasis koperasi.
Di Indonesia, keberadaan koperasi secara hukum mulai diakui pada tahun 1965 melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian. Undang-undang ini menjadi landasan bagi pengaturan dan pembinaan koperasi di Indonesia, mengakui peran penting koperasi dalam perekonomian nasional dan pembangunan masyarakat.
Pemerintah Republik Indonesia secara aktif mendukung perkembangan koperasi dengan mendirikan Jawatan Koperasi di bawah berbagai departemen sesuai dengan dinamika politik dan ekonomi nasional. Pada 1967, diberlakukan Undang-Undang Nomor 12 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian, yang memberikan landasan hukum yang kuat bagi perkoperasian di Indonesia. Undang-undang ini mengatur berbagai aspek perkoperasian, termasuk pendirian, pengelolaan, dan pengawasan koperasi.
Setelah Indonesia merdeka, departemen yang mengatur koperasi mengalami berbagai perubahan nama dan struktur. Pada 1983, Departemen Koperasi ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1983 sebagai upaya untuk memperkuat peran koperasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Pada 1992, Undang-Undang Nomor 25 tentang Perkoperasian diberlakukan, yang menggantikan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1967, untuk lebih menyesuaikan dengan tuntutan zaman dan kondisi ekonomi yang berkembang.
Pada 1993, Departemen Koperasi diubah menjadi Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, mencerminkan komitmen pemerintah dalam mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah melalui sistem koperasi.
Pada era reformasi, koperasi tetap menjadi fokus penting dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Pemerintah terus mengembangkan regulasi dan kebijakan yang mendukung perkembangan koperasi sebagai salah satu instrumen utama dalam meningkatkan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pilihan Editor: Koperasi Dorong Pengembangan UMKM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini