Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai revisi UU TNI memuat sejumlah pasal bermasalah. Perluasan penempatan TNI di ranah sipil dinilai bentuk kembalinya dwifungsi TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan editor: Kembalinya Dwifungsi Tentara dalam Revisi UU TNI yang Menguat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya mengatakan pada aspek perluasan di jabatan sipil, penempatan TNI di Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak tepat.
"Untuk di kantor Kejaksaan Agung, penempatan ini tidaklah tepat karena fungsi TNI sejatinya sebagai alat pertahanan negara," kata Dimas lewat keterangan resmi Koalisi, Jumat, 14 Maret 2025. Kontras merupakan bagian dari Koalisi.
Menurut Dimas, meski saat ini sudah ada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) di Kejaksaan Agung, namun perwira TNI aktif yang menjabat di Kejaksaan Agung itu semestinya harus mengundurkan diri terlebih dahulu. Sejak awal di bentuknya Jampidmil, Koalisi mengklaim sudah mengkritisi keberadaan Jampidmil di Kejaksaan Agung yang sejatinya tidak diperlukan.
Jampidmil hanya menangani perkara koneksitas, harusnya tidak perlu dipermanenkan jadi sebuah jabatan bernama Jampidmil. Menurut Koalisi, untuk kepentingan koneksitas sebenarnya bisa dilakukan secara kasuistik dengan membentuk tim ad hoc gabungan tim Kejaksaan Agung dan oditur militer.
Koalisi menilai, yang diperlukan bukan perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Akan tetapi justru penyempitan, pembatasan dan pengurangan TNI aktif untuk duduk dijabatan sipil sebagaimana diatur dalam UU TNI. "Jadi jika ingin merevisi UU TNI justru seharusnya 10 jabatan sipil yang diatur dalam pasal 47 ayat (2) UU TNI dikurangi bukan malah ditambah," kata Dimas.
Adapun saat ini Komisi I DPR tengah membahas revisi UU TNI. DPR dan eksekutif sudah membentuk Panja pembahasan revisi UU TNI, yang dipimpin oleh Utut Adianto, legislator PDI Perjuangan.
Dalam draf revisi Undang-Undang TNI, tiga pasal diusulkan untuk diubah. Yaitu, Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, Pasal 47 ayat 2 yang mengatur jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI, dan Pasal 53 mengenai batas usia pensiun prajurit TNI.
Khusus Pasal 47 ayat 2, diusulkan adanya perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI, yaitu dari 10 kementerian/lembaga menjadi 15 kementerian/lembaga. Lalu usia pensiuan prajurit TNI berpangkat bintara dan tantama akan ditambah menjadi 58 tahun, serta perwira hingga 60 tahun.
Komisi I DPR sudah menggelar rapat dengar pendapat dengan berbagai pihak. Misalnya, Komisi I DPR menggelar rapat bersama Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Selasa kemarin.
Perubahan Undang-Undang TNI masuk dalam program legislasi nasional prioritas 2025. Presiden Prabowo Subianto juga sudah menunjuk wakil pemerintah untuk mengikuti pembahasan revisi UU TNI pada 13 Februari lalu.
Pilihan editor: Rektor IPB Minta ke Prabowo agar Dana Riset Kampus Ditingkatkan