Pertaruhan sukses-tidaknya pemilu banyak terletak pada siapa yang duduk di badan penyelenggaranya, Komisi Pemilihan Umum (KPU). Soalnya, di masa Orde Baru yang lalu, sudah menjadi rahasia umum bahwa Lembaga Pemilihan Umum?nama badan ini sebelumnya?justru menjadi "mesin suara" Golkar. Lembaga yang seharusnya menjadi wasit ini secara amat canggih justru turun ke lapangan, ikut menjadi pemain.
Kini, berbekal UU Nomor 3/1999 tentang Pemilu, partai politik peserta pemilu dilibatkan dalam KPU ini. Komisi ini terdiri atas lima wakil pemerintah dan masing-masing satu orang wakil partai peserta pemilu. Namun, karena undang-undang menyebutkan suara pemerintah dan suara partai berimbang, wakil pemerintah mengantongi 50 persen jumlah suara, tak peduli berapa pun jumlah wakil partai yang duduk di situ. Ini ditempuh untuk memperkecil jumlah anggota KPU, sehingga menghemat biaya operasional. Dengan begitu, kalau misalnya ada keputusan yang diambil secara voting, wakil-wakil pemerintah yang hanya lima orang itu akan membawa suara lebih banyak. Tapi, "Hampir tak akan ada keputusan KPU yang diambil dengan mekanisme voting. Itu akan dihindari. Semuanya akan diselesaikan melalui kompromi," kata Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) Ryaas Rasyid, yang banyak perannya dalam membuat UU Pemilu ini.
Peran KPU memang besar. Badan ini punya kewenangan dalam menentukan hitam-putihnya pemilu mendatang: dari soal penetapan 83 petunjuk pelaksanaan dan teknis UU politik, perencanaan, sampai penetapan hasil akhir. Karena itulah banyak orang yang ingin agar yang duduk di KPU betul-betul yang kredibilitasnya tinggi dan netral.
Harapan lalu jatuh pada figur yang dinilai punya sikap jernih dan bukan partisan. Misalnya cendekiawan Nurcholish Madjid, yang kini memimpin Tim Sebelas, atau tokoh seperti Emil Salim. Bisa saja pemerintah mengangkat tokoh-tokoh itu sebagai wakil pemerintah.
Tapi, Selasa pekan lalu, ada "bocoran" tentang wakil pemerintah ini. Disebut-sebut, pemerintah akan menempatkan lima orang wakilnya. Nama yang beredar adalah Ryaas Rasyid, Direktur Jenderal Sosial dan Politik Departemen Dalam Negeri Mayjen (Purn.) Dunidja, staf ahli Menteri Kehakiman Oka Mahendra, Asisten Sosial dan Politik Kepala Staf Teritorial ABRI Mayjen Sudi Silalahi, dan pengamat politik Universitas Gadjah Mada Affan Gafar. Sumber TEMPO yang lain membenarkan komposisi ini seraya menyebutkan bahwa "otak" di balik komposisi ini adalah Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri Feisal Tamin, yang disebut-sebut berambisi menjadi Sekretaris Umum KPU.
Namanya saja baru bocoran: bisa benar, bisa salah. Dan ternyata Feisal Tamin membantah hal itu. Bukan saja sekadar membantah, ia justru menolak kalau misalnya ditawari jabatan seperti itu. Ia menyebutkan posisinya sebagai Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), yang kini mati-matian bersikap netral, tak memungkinkannya memegang jabatan di KPU itu. Sedangkan Ryaas Rasyid mengaku belum tahu siapa saja wakil pemerintah di KPU. Namun ia memperkirakan komposisinya terdiri atas unsur Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehakiman, dan Markas Besar ABRI atau Departemen Pertahanan dan Keamanan.
Sudi Silalahi juga membantah namanya masuk dalam KPU. "Enggak mungkin saya ikut di sana. Pekerjaan saya begitu banyak," katanya. Ia mengakui kemungkinan masuknya unsur ABRI di komisi itu. "Tapi belum ada keputusan. Kan, baru ada permintaan ke Menteri Hankam/Panglima ABRI. Belum tentu dikabulkan," ujarnya. Sementara itu, Oka Mahendra, yang selepas dari Golkar lebih banyak terjun di lembaga keagamaan, juga tak tahu kalau namanya disebut-sebut. Ia mengaku loyal dan pasrah saja?kalau dipilih atau tidak dipilih?sebagai konsekuensinya menjadi pegawai negeri.
Kolonel Herman Ibrahim, dari Bagian Humas Departemen Dalam Negeri, memang mengakui surat keputusan soal KPU ini belum keluar, menunggu Menteri Syarwan Hamid pulang berobat dari Jerman karena kanker tenggorokan. Menurut UU Pemilu, KPU diresmikan oleh surat keputusan presiden. Herman juga memberikan perkiraan bahwa wakil pemerintah akan terdiri atas birokrat dan kalangan fungsional yang menjadi pegawai negeri di perguruan tinggi. Ia tidak menolak nama Affan Gafar kemungkinan masuk KPU. "Bisa jadi," katanya.
Masuknya Affan dan nama lainnya dalam "bocoran" itu mencuatkan persoalan independensi komisi. Maklum, nama Affan Gafar juga dikait-kaitkan ke Golkar. Ia tercatat sebagai salah seorang anggota MPR dari utusan golongan yang dalam sidang istimewa lalu masuk di jajaran fraksi Beringin. Dan menurut sumber TEMPO, ia punya kedekatan khusus dengan Panglima ABRI Jenderal Wiranto dan Kepala Staf Teritorial Letjen Susilo Bambang Yudhoyono. Namun Affan sendiri punya sikap yang menarik. Ia menyatakan tidak sreg bekerja sama dengan Feisal Tamin. Jadi, kalau memang komposisi itu "otaknya" Feisal Tamin, "Bisa saja saya tidak masuk," jawab Affan diplomatis.
Menurut sumber TEMPO, Tim Sebelas sudah pernah mengadakan rapat untuk mengusulkan komposisi KPU dari "wakil pemerintah". Disepakati untuk mengusulkan kriteria bahwa yang dimaksud dengan "wakil pemerintah" adalah warga masyarakat dari golongan apa saja yang bisa dipercayai masyarakat, yang kemudian diangkat oleh pemerintah. "Bukan orang pemerintah yang notabene tidak bisa dipercayai rakyat," kata sumber itu lagi. Contoh tindakan pemerintah seperti itu sudah ada, misalnya, dalam berbagai perundingan di sektor ekonomi, yang menyangkut negosiasi restrukturisasi utang swasta. Orangnya tidak mesti pejabat pemerintah, tapi bisa dipilih dari pihak swasta. "Sebab, pertimbangannya adalah kemampuan untuk negosiasi, bukan kekuasaan," katanya.
Ahli politik dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Riswandha Imawan, punya pendapat serupa. Bahkan, menurut Riswandha, semua anggota KPU yang mewakili pemerintah seharusnya berasal dari kalangan perguruan tinggi, yang juga pegawai negeri. Ia juga secara khusus menyoroti duduknya wakil ABRI di komisi itu?kalau benar ada nantinya. "Kurang etis jika ABRI yang sudah mendapat jatah kursi di DPR ikut-ikutan juga duduk di KPU."
Soal komposisi wakil pemerintah, Feisal Tamin punya pendapat sendiri. Berdasarkan Undang-Undang Pemilu, katanya, sudah sangat jelas logikanya bahwa yang dimaksud dengan wakil pemerintah adalah orang yang bekerja di lembaga pemerintah. Maka ia pun menafikan orang seperti Cak Nur. "Saya ingin bertanya, apakah Nurcholish Madjid itu memiliki nomor induk pegawai negeri atau tidak?"
Ryaas Rasyid malah mengembalikannya kepada para "wakil rakyat" yang telah mengesahkan Undang-Undang Pemilu yang menetapkan komposisi seperti itu. Sedangkan mengenai 50 persen suara pemerintah, ia berargumentasi berdasarkan Ketetapan MPR tentang Pemilu yang menyiratkan kesederajatan pemerintah dan partai sebagai penyelenggara pemilu.
Jadi, soal KPU, sebaiknya ditunggu saja komposisinya yang resmi, apalagi "bocoran" itu sudah dibantah oleh mereka yang namanya tertera di situ. Curiga boleh, asalkan tidak berlebihan, tentu saja.
Karaniya Dharmasaputra, Darmawan Sepriyossa, Edy
Budiyarso, Wenseslaus Manggut
Tanggal | Aktivitas | Lembaga Terkait | Keterangan |
4 Februari - 1 Maret | Pendaftaran badan hukumparpol calon peserta pemilu | Departemen Kehakiman | |
8 Februari - 5 Maret | Verifikasi parpol calonpeserta pemilu | Tim 11 | Tim 11 memastikan kebenaranpersyaratan yang harus dipenuhi parpol calon peserta pemilu |
6 Maret | Penetapan parpol pesertapemilu | Tim 11 | |
15 Maret - 15 April | Pengajuan calon legislatifsementara (dcs) masing-masing parpol | Komisi Pemilihan Umum (KPU) | Calon diajukan DPP parpolberdasar rekomendasi pimpinan parpol daerah tingkat II |
21 April | Penetapan daftar calon legislatiftetap (dct) masing-masing parpol | KPU | Sebelum diumumkan Dct, masyarakatbisa mengajukan keberatan atas dcs. Tapi waktu yang kelewatsempit membuat mekanisme ini bisa terhapus |
16 Maret - 17 April | Pendaftaran pemilih | Petugas pendaftar pemilihyang dibentuk Panitia Pemungutan Suara (PPS) | |
18 Mei - 6 Juni | Masa kampanye | Parpol kontestan pemilu | Adanya puluhan parpol kontestan,masa kampanye yang hanya tiga minggu, dikhawatirkan memicu bentrokan antar massapendukung |
28 Mei | Laporan keuangan parpoldan caleg hasil audit akuntan publik diumumkan | KPU | Hasil audit akuntan publikini adalah salah satu masukan bagi masyarakatuntuk mengetahui kualitas parpol dan caleg yang akan dipilih |
7 Juni | Hari pemungutan suara | Semua tempat pemungutan suara (TPS) | |
17 Juni | Pengumuman hasil pemilu | KPU | |
28 Juni | Pelantikan anggota DPR | | |
1 - 7 September | Sidang Umum MPR untuk mendengarpertanggungjawaban presiden, menetapkan presiden &wapres baru, GBHN, serta tap MPR Lembaga Terkait | | |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini