Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Lima pengaduan terhadap perilaku hakim Itong Isnaini Hidayat dilaporkan ke Komisi Yudisial.
Ia ditangkap KPK karena diduga menerima suap Rp 140 juta.
Badan Pengawas MA memberhentikan sementara hakim Itong.
JAKARTA — Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Itong Isnaini Hidayat, diketahui kerap dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) atas dugaan pelanggaran etik hakim sebelum ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, kemarin. Setidaknya, menurut sumber Tempo, ada lima laporan dugaan pelanggaran etik Itong yang dilaporkan ke Komisi Yudisial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari salah satu laporan itu, Itong dinyatakan terbukti bersalah. Komisi Yudisial merekomendasikan agar Itong diberi sanksi. Dari informasi yang diperoleh Tempo, pelanggaran etik yang terbukti dilakukan Itong adalah penanganan perkara di Bengkulu. Itong dilaporkan saat menjadi hakim tunggal dalam suatu perkara di Pengadilan Bengkulu pada 2015. Putusan Itong dianggap tak adil karena memutus perkara secara tidak arif dan tak bijaksana serta tidak profesional karena tak berdasarkan undang-undang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Komisi Yudisial, Miko Ginting, membenarkan soal beberapa laporan yang masuk ke lembaganya perihal dugaan pelanggaran etik Itong. Ia juga membenarkan soal hasil pemeriksaan salah satu laporan yang membuktikan bahwa Itong melanggar etik. "Salah satu dari laporan itu terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan sudah dijatuhi rekomendasi sanksi oleh KY," kata Miko saat dimintai konfirmasi, kemarin, 21 Januari 2022.
Tak hanya kena semprit Komisi Yudisial, Mahkamah Agung juga pernah menjatuhkan skorsing kepada Itong. Sanksi skorsing tersebut dijatuhkan saat Itong bertugas di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Lampung. Itong diperiksa Badan Pengawas Mahkamah Agung karena membebaskan mantan Bupati Lampung Timur, Satono, yang menjadi terdakwa korupsi pada 2011.
Tak hanya itu, Itong juga membebaskan Bupati Lampung Tengah Andy Achmad Sampurna Jaya dengan nilai korupsi Rp 28 miliar. Di tingkat kasasi, Satono akhirnya dihukum 15 tahun penjara dan Andy dihukum 12 tahun penjara. Itong pun diskors karena terbukti melanggar kode etik. Ia kembali berdinas di Pengadilan Bandung setelah menjalani hukuman skors. Setelah itu, Itong dipindah ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemarin, menetapkan Itong sebagai tersangka penerima suap dari pihak beperkara di Pengadilan Negeri Surabaya. Itong dituding menerima suap Rp 140 juta—dari Rp 1,3 miliar yang dijanjikan—dari PT Soyu Giri Primedika. Uang itu untuk memutus perkara sesuai dengan keinginan perusahaan. Selain Itong, KPKmenetapkan Hamdan, panitera pengganti Pengadilan Negeri Surabaya, dan pengacara Soyu Giri Primedika, Hendro Kasiono, sebagai tersangka suap.
Gedung Pengadilan Negeri Surabaya di Jalan Arjuno, Surabaya, Jawa Timur, 20 Januari 2022. ANTARA/Didik Suhartono
Komisi Yudisial menyatakan bakal memeriksa dugaan pelanggaran etik hakim Itong. Komisioner Bidang Pengawasan Perilaku Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, Joko Sasmito, mengatakan ada dugaan pelanggaran etik oleh Itong karena menerima suap dari pihak beperkara di Pengadilan Negeri Surabaya. "Kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka, tentunya ada pelanggaran etik," ujar Joko di kantor KPK, Kamis, 20 Januari lalu.
Dalam kesempatan yang sama, pelaksana tugas Kepala Badan Pengawas Mahkamah Agung, Dwiarso Budi Santiarto, menuturkan bahwa Itong dan Hamdan telah diberhentikan sementara sebagai hakim dan panitera pengganti. Setelah keduanya ditangkap KPK, Badan Pengawas Mahkamah Agung mengirim tim untuk memeriksa dan memastikan apakah atasan keduanya, yaitu Ketua Pengadilan Negeri Surabaya serta panitera Pengadilan Negeri Surabaya, telah melakukan pengawasan dan pembinaan. "Kami di Badan Pengawas tidak selalu menunggu pengaduan. Tapi bila ada berita di media yang menyangkut hakim, kami proaktif menurunkan tim setelah ditelaah bahwa itu akurat," kata Dwiarso.
Adapun hakim Itong sempat membantah jika dikatakan akan menerima Rp 1,3 miliar. "Itu semua tidak benar. Omong kosong. Saya tidak pernah menerima janji," ujar Itong saat KPK menggelar konferensi pers setelah dirinya ditangkap.
MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo