Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Komnas HAM Kritik Jaksa Agung

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan sulit untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

2 Juni 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo menemui para korban pelanggaran HAM dan keluarganya yang kerap menjadi peserta "Aksi Kamisan" di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 31 Mei lalu. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Bidang Pengkajian dan Penelitian, Mohammad Choirul Anam, mengkritik pernyataan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang menyatakan pesimistis terhadap penyelesaian kasus-kasus HAM berat pada masa lalu. “Bertahun-tahun kasus pelanggaran HAM tidak selesai karena Jaksa Agung tak mampu dan tidak mau menyelesaikan kasus ini,” ujar dia kepada Tempo, kemarin.

Kamis lalu, sejumlah keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu mendatangi Istana Kepresidenan untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Pertemuan tersebut merupakan yang pertama kali sejak Jokowi menjabat presiden. Pertemuan itu digelar lantaran Jokowi ingin mendengar cerita dari para keluarga korban. Presiden juga meminta Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan Komnas HAM untuk menangani kasus itu.

Namun Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan sulit untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Ia beralasan, peristiwa yang terjadi sudah berlalu lama, sehingga sulit mendapatkan bukti atau saksi baru. Dia membantah tudingan bahwa pemerintah setengah hati dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. “Waktu itu kami usulkan untuk diselesaikan dengan pendekatan non-yudisial, rekonsiliasi, itu yang paling mungkin dilakukan,” kata dia.

Menurut Prasetyo, lembaga yang memiliki wewenang dan kewajiban menyelidiki pelanggaran HAM berat pada masa lalu adalah Komnas HAM. Namun berkali-kali Kejaksaan Agung terpaksa mengembalikan berkas penyelidikan Komnas HAM lantaran dianggap tidak memuat bukti. Ia menyebutkan ada enam perkara pelanggaran HAM berat yang pernah diteliti dari berkas yang diserahkan Komnas HAM. Namun, kata dia, hasil penyelidikan tersebut hanya asumsi. “Proses hukum kan perlu bukti, bukan opini," tuturnya.

Meski begitu, Anam berkukuh hal yang menjadi kendala bukan problem teknis hukum, seperti bukti atau saksi, melainkan kemauan Jaksa Agung. Sebab, ia memastikan komisinya memiliki bukti yang kuat yang tercantum dalam berkas penyelidikan.

AHMAD FAIZ | FRISKI RIANA | ROSSENO AJI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus